Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengusulkan pembentukan forum multipihak untuk mengatasi penyebaran disinformasi mengenai Pemilu 2024.

"Terkait dengan penanggulangan disinformasi, sebetulnya bisa dibuat forum multipihak yang di dalamnya ada penyelenggara pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu, organisasi masyarakat sipil, media, platform media sosial, dan kampus," kata Ninis, sapaan akrab Khoirunnisa Nur Agustyati saat menjadi narasumber dalam webinar Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas bertajuk "Persiapan Pemilu: Penyelenggara Baru dan Masalah Lama", seperti dipantau di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, pihak-pihak tersebut dapat bekerja sama untuk mengatasi disinformasi, seperti penguatan regulasi melalui Peraturan KPU (PKPU), menyiapkan upaya pencegahan penyebaran informasi yang salah dan berita bohong tentang pemilu, serta menghadirkan langkah penanggulangan saat disinformasi telah tersebar di tengah masyarakat.

Baca juga: Perludem sebut ketergantungan aturan pemilu pada yudisialisasi politik

Ninis mengatakan penyebaran disinformasi tentang pemilu berpotensi akan semakin masif terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Prediksi itu, kata dia, muncul berdasarkan pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019. Sampai saat ini, Ninis menyampaikan sebagian masyarakat masih membahas salah satu disinformasi yang tersebar pada Pemilu 2019 mengenai kotak suara kardus.

Pada saat itu, ada masyarakat yang menyebarkan informasi tentang kotak suara dari bahan kardus dalam Pemilu 2019 yang dianggap tidak kokoh, bahkan berpotensi memunculkan kecurangan dalam tahapan pemungutan suara.

Baca juga: Perludem: Irisan pemilu/pilkada pengaruhi integritas penyelenggara

"Beberapa waktu lalu, saya hadir di simulasi pemungutan dan penghitungan suara yang diselenggarakan di Kantor KPU RI. Orang masih ada yang berkomentar mengenai kotak suara kardus yang masih digunakan. Orang-orang masih mengungkit persoalan ini," ujar Ninis.

Dengan demikian, Ninis menilai apabila persoalan disinformasi perihal pemilu tidak dipersiapkan pencegahan dan penanggulangannya, masyarakat akan sulit mempercayai kerja keras pihak penyelenggara pemilu.

Selanjutnya, Ninis mengimbau kepada pihak penyelenggara pemilu untuk mewaspadai kemunculan pengacauan informasi.

Baca juga: Perludem: Pemilu menyumbang perbaikan kinerja demokrasi negara

Ia mengatakan berdasarkan riset yang dilakukan oleh Perludem bersama Facebook, ditemukan bahwa salah satu hal yang dapat mengganggu hak pemilih adalah pengacauan informasi.

"Jadi, ketika ada informasi yang sengaja dikacaukan, itu bisa berdampak pada hilangnya kesempatan seseorang untuk menggunakan hak pilihnya. Contohnya, pengacauan informasi terkait dengan seseorang bisa tetap memilih menggunakan KTP elektronik saat namanya tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap, pemilih pindahan, atau daftar hasil perbaikan," kata Ninis.

Padahal, lanjut dia, informasi yang benar adalah kondisi tersebut memiliki sejumlah persyaratan, yaitu hanya bisa dilakukan satu jam sebelum tempat pemungutan suara (TPS) ditutup dan hanya bisa dilakukan di TPS sesuai domisili.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022