Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati berharap Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mampu menjadi payung hukum komprehensif yang melindungi perempuan, anak, dan kaum disabilitas dari kekerasan seksual.

"(UU TPKS) berbicara mulai dari hulu sampai dengan hilir, tentang pencegahan, tentang penanganan, pemulihan juga penegakan hukum kasus-kasus kekerasan seksual. Bagaimana memastikan perlindungan tidak hanya pada perempuan, anak tetapi juga disabilitas dan tentunya untuk semua warga negara Indonesia," katanya dalam talkshow Peringatan Hari Kartini bertajuk "Stop Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak" yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Baca juga: KPPPA: Ekonomi dan pendidikan akar masalah kekerasan pada perempuan

Kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es di mana sejumlah kasus yang dilaporkan hanya sebagian kecil dari kasus-kasus yang terjadi tapi tidak dilaporkan.

Ratna menambahkan tidak ada daerah yang aman dari bahaya kekerasan seksual.

"Kita tidak bisa menyebutkan mana titik kerentanan. Semua daerah tidak ada yang steril dari kasus kekerasan seksual ini. Hanya persoalannya apakah ini (kasus kekerasan seksual) dilaporkan atau tidak," katanya.

Baca juga: KPPPA: Anak disabilitas perlu pelindungan khusus dari COVID-19

Dia menuturkan kekuatan UU TPKS adalah semangat keberpihakan kepada korban kekerasan seksual.

"Kekuatan dari undang-undang ini adalah keberpihakan, bagaimana memastikan hak-hak korban kekerasan seksual ini bisa terpenuhi dan semangatnya adalah memberikan kepentingan yang terbaik bagi seluruh korban kekerasan seksual," paparnya.

Baca juga: Kemen PPPA: Keberhasilan RAN P3AKS perlu sinergi semua pihak

Sebelumnya, pada 12 April 2022, DPR RI menyetujui Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk disahkan menjadi undang-undang.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022