Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh suatu negara demokrasi untuk menjaga ketahanan demokrasinya adalah dengan menjaga keterwakilan perempuan di bidang politik.

“Menjaga keterwakilan perempuan di politik adalah bagian dari menjaga ketahanan demokrasi karena demokrasi tanpa keterwakilan perempuan adalah demokrasi yang defisit dan tidak bermakna,” ujar Titi.

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam webinar Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) bertajuk “Perempuan LP3ES Bicara Regresi Demokrasi”, sebagaimana dipantau di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Puan: Rendahnya keterwakilan perempuan merupakan defisit demokrasi

Dengan demikian, untuk menjaga keterwakilan perempuan di bidang politik, Titi menyampaikan sejumlah rekomendasi.

Pertama, ia mendorong munculnya komitmen dari para pimpinan partai politik untuk mewujudkan penempatan perempuan pada nomor urut satu di paling sedikit 30 persen daerah pemilihan (dapil).

“Di tengah tidak berubahnya Undang-Undang Pemilu ataupun Undang-Undang Pilkada, dorongan advokasi kami berpindah pada pimpinan partai politik untuk menempatkan perempuan pada nomor urut jadi, yaitu nomor urut satu, setidaknya pada paling sedikit 30 persen dapil,” kata Titi.

Sejauh ini, Titi menyampaikan, dari sisi konfigurasi calon legislatif (caleg) terpilih dari DPR RI, mayoritas caleg terpilih adalah mereka yang berada pada nomor urut kecil, terutama nomor urut satu.

“Jadi, di Indonesia, meskipun sistem pemilunya adalah proporsional terbuka, penempatan nomor urut itu masih berdampak besar bagi keterpilihan caleg,” ucap dia.

Selanjutnya, ia pun merekomendasi kepada perempuan partai untuk menyusun basis data anggota, basis data berbasis suara, dan peta dapil guna mendukung pencalonan perempuan secara lebih terencana, terukur, sistematis, dan strategis.

Yang ketiga, Titi memberikan rekomendasi kepada perempuan calon untuk memanfaatkan keterbukaan data pemilu, seperti data terbuka dari KPU dan berbagai publikasi melalui sistem teknologi informasi milik KPU ataupun Bawaslu, guna menyusun strategi dan prioritas kerja-kerja pemenangan.

“Lalu, reformasi sistem politik dan kepartaian pun harus terus didorong agar adil dan ramah gender,” ucap Titi menambahkan.

Baca juga: DEEP Indonesia dorong KPU dan Bawaslu penuhi keterwakilan perempuan

Baca juga: Titi Anggraini apresiasi keterwakilan perempuan di KI Pusat


 

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022