sejumlah perusahaan yang terseret kasus dugaan korupsi merupakan perusahaan yang menguasai hulu hingga hilir dalam industri CPO beserta turunannya sehingga menyebabkan oligopoli
Jakarta (ANTARA) - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta Kejaksaan Agung agar mengusut tuntas kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng bahkan dari hulu hingga ke hilir untuk mengungkap secara jelas praktik korupsi yang terjadi.

Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa menangani kasus minyak goreng harus secara menyeluruh dari hulu ke hilir sehingga membutuhkan penelusuran yang lebih dalam.

Darto menerangkan bahwa sejumlah perusahaan yang terseret kasus dugaan korupsi merupakan perusahaan yang menguasai hulu hingga hilir dalam industri CPO beserta turunannya sehingga menyebabkan oligopoli. Oleh karena itu SPKS menilai perlu penyelidikan lebih dalam dari dugaan kasus korupsi tersebut.

"Semestinya dievaluasi secara menyeluruh oleh pemerintah pada level kebijakan termasuk program Biodiesel (B30) yang dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan yang hampir sama. Karena itu, penanganannya harus komprehensif dan dapat memberikan solusi alternatif," kata Darto.

SPKS menilai selama ini perusahaan pengolahan (refinery) memproduksi minyak goreng dengan mengacu pada harga internasional. Hal itu mengakibatkan harga minyak goreng sangat tinggi, dan perusahaan kerap menerapkan harga yang tidak wajar di pasar.

“Ketika pemerintah menerapkan kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (domestic market obligation, DMO), perusahaan Indonesia mestinya mendukung upaya ini, sebagai langkah perbaikan tata niaga. Sayangnya, kebijakan ini tidak dijalankan secara maksimal," kata Darto.

Darto menyebutkan bahwa Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) merupakan badan yang dimandatkan untuk mengelola dana perkebunan kelapa sawit didapuk untuk menyalurkan subsidi minyak goreng yang diterapkan selama kebijakan DMO, dan minyak goreng curah. BPDPKS menyalurkan subsidi sebesar Rp11,2 triliun, dengan dua tahap pembayaran yaitu pertama Rp3,6 triliun dan kedua sebesar Rp7,6 triliun kepada perusahaan produsen minyak goreng yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan.

Menurut Darto, penegak hukum diharapkan juga memeriksa seluruh penyaluran dana untuk subsidi minyak goreng yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan kepada perusahaan CPO dan minyak goreng. Hal itu, kata dia, mengingat terdapat tersangka dugaan kasus korupsi yang menjabat sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang juga menduduki posisi sebagai Dewan Pengawas BPDPKS.
Baca juga: Anggota DPR apresiasi penegak hukum ungkap mafia minyak goreng
Baca juga: Kadin DKI gelar pasar murah di lima wilayah hingga 26 April mendatang
Baca juga: Akademisi: Pemerintah hadapi dilema membuat kebijakan minyak goreng

 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022