Jakarta (ANTARA News) - Politisi Partai Bulan Bintang, Yusron Ihza Mahendra, di Jakarta, Rabu, menilai, Pemerintah memang tidak berani mengambil sikap, sehingga rakyat terkesan dipermainkan seperti 'yoyo'. Tetapi setelah era Presiden Soekarno dan Soeharto, Pemerintah RI memang tidak fokus. Akibatnya, rakyat terombang-ambing tanpa kejelasan arah seperti 'yoyo', katanya kepada ANTARA. Ia mengatakan itu, merespons pernyataan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dalam pidato pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) partainya di Solo, yang antara lain menyorot kritis kebijakan Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Megawati Soekarnoputri ketika itu mengatakan, kebijakan Pemerintah terkesan menjadikan rakyat seperti permainan anak-anak bernama 'yoyo', digoyang naik turun entah ke mana. "Kritik ibu Megawati tentang pemerintah permainkan rakyat seperti 'yoyo' perlu diperhatikan banyak pihak guna lakukan perbaikan. Tetapi tetap saya berpendapat, bahwa setelah Soekarno dan Soeharto, Pemerintah RI memang tidak fokus," kata Yusron Ihza Mahendra yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu. Sebagai politisi dan warga negara, lanjut Yusron Ihza Mahendra, ia menilai, setelah era Presiden Soekarno juga Presiden Soeharto, rakyat semakin sengsara, karena terus saja terombang-ambing tanpa kejelasan arah. "Jadi, telah sejak lama rakyat memang sudah seperti 'yoyo'. Inti penyebabnya, yah itu tadi, karena Pemerintah tidak berani mengambil sikap," katanya. Secara teoritis, menurutnya, tiap Negara mestinya harus selalu membuat kebijaksanaan atas dasar kepentingan nasionalnya. "Tetapi, selama sekian periode, Pemerintah kita tidak pernah menjelaskan apa kepentingan nasional terdepan yang jadi prioritasnya," ungkapnya. Dalam ilmu politik, demikian doktor bidang hubungan internasional dan komunikasi politik ini, kepentingan nasional itu ada empat. "Dan Pemerintah harus memilih salah satunya," ujarnya. Ke-4 kepentingan nasional dimaksud, menurutnya, pertama, 'security' (keamanan), 'prosperity' (kemakmuran), 'pride' (kebanggaan nasional) dan 'ideology'. "Di zaman Soekarno, kita memilih ideologi sebagai kepentingan nasional terdepan. Dengan pilihan di atas, kita pernah jaya dan amat disegani di pentas internasional dengan gagasan-gagasan ideologi yang cemerlang. Misalnya gagasan 'Nefo' dan 'Oldefo'," ungkapnya bangga. Selain itu, lanjutnya, Bung Karno juga bahkan berani membuat Conefo sebagai tandingan PBB dan Ganefo yang menyaingi Olimpiade. "Lalu di zaman Soeharto, kita memilih 'prosperity' sebagai kepentingan nasional terdepan. Dengan segala kelebihan dan kekurangan, kita dapat lebih makmur dari periode sebelumnya," ujarnya lagi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009