Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mendorong pemberdayaan petani sawit agar menjadi pelaku utama rantai pasok komoditas minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia untuk produksi minyak goreng dan biodiesel.

“Petani sawit jangan hanya bisa tanam, menunggu hasil panen, dan jualan saja. Sudah saatnya jadi pelaku utama dan terlibat dalam rantai pasok CPO,” kata Moeldoko saat menerima perwakilan petani sawit swadaya di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.

Moeldoko mengatakan petani sawit swadaya harus berkembang dengan terus meningkatkan kemampuan produksinya. Dengan begitu, petani swadaya mampu menghasilkan bahan baku yang berkualitas untuk minyak goreng dan biodiesel.

Ia juga mendorong agar para petani swadaya membentuk sebuah korporasi atau badan usaha agar memiliki skala bisnis yang besar dan nilai jual dalam industri pengolahan sawit.

“Sesuai arahan Bapak Presiden, petani harus memiliki lima hal yakni, berkelompok, berkoperasi, membangun korporasi, memiliki sarana usaha pascapanen, dan memahami pemasaran. Ini penting, agar petani tidak hanya kebagian ‘capek’ dan ‘lelah’ saja,” kata dia.

Sementara itu, perwakilan petani sawit swadaya, Rukaiyah Rafik, mengungkapkan saat ini dua koperasi petani swadaya yang berada di Kalimantan Tengah dan Jambi mulai menginisiasi pabrik CPO dan akan berkembang menjadi pabrik minyak goreng.

“Ini butuh dukungan dari semua pihak agar prosesnya lebih cepat dan mendapat dukungan pendanaan dari program sarana prasarana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS),” ujar Rukaiyah.

Rukaiyah menjelaskan petani sawit swadaya selama ini memiliki peran penting dalam menjamin pasokan CPO untuk kebutuhan Indonesia. Dengan mengelola 6,7 hektare dari total luas kebun sawit yang mencapai 16 juta hektare, kata dia, petani sawit swadaya telah berkontribusi sebesar 41 persen terhadap penerimaan pungutan ekspor

Meskipun demikian, kata dia, pungutan ekspor yang dikelola oleh BPDPKS tersebut masih belum terasa manfaatnya bagi para petani sawit swadaya.

“Kami minta Kantor Staf Presiden bisa memfasilitasi kami untuk bisa terlibat di dalam BPDPKS,” ujar Rukaiyah.

Menurut Rukaiyah, dengan adanya perwakilan petani sawit swadaya di BPDPKS, maka akan tersedia dukungan dana untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan dan pengembangan sarana prasarana perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani swadaya.

“Dengan dukungan dana BPDPKS kami bisa melakukan perbaikan kelembagaan, pendataan, sertifikasi ISPO, dukungan PSR (peremajaan sawit rakyat), dan sarana prasarana untuk petani, khususnya petani sawit swadaya,” kata Rukaiyah.

“Kami juga berharap bisa dilibatkan dalam program kemitraan untuk produksi biodiesel,” ia menambahkan.

Sebagai informasi, petani sawit swadaya saat ini tergabung dalam Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).

Hingga saat ini, menurut KSP, sudah ada 25 ribu petani yang bernaung di organisasi tersebut. Sebanyak 10 ribu diantara pertani tersebut sudah mendapatkan sertifikat Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO). Adapun 15 ribu lainnya masih membutuhkan dukungan berupa pendampingan untuk mampu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola sawit berkelanjutan.

Baca juga: Presiden dorong koperasi petani sawit produksi minyak goreng

Baca juga: Wilmar tingkatkan kapabilitas pengelolaan kebun sawit petani swadaya



 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022