Jakarta (ANTARA News) - Dalam persidangan yang berlansung di Jakarta, Senin, mantan Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU), Safder Yusacc, dituntut pidana penjara 4,5 tahun terkait korupsi di KPU dalam penyelenggaraan pemilu 2004 lalu. Dalam persidangan yang sama, Kepala Biro Umum KPU Bambang Budiarto oleh JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituntut 5,5 tahun penjara. Keduanya dinilai melanggar pasal 2 ayat (1) jo 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo 64 ayat (1) KUHP. "Menyatakan bahwa terdakwa I Drs. Bambang Budiarto dan terdakwa II H. Safder Yusacc telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut," kata salah satu anggota Jaksa Penuntut Umum Endro Wasistomo saat membacakan tuntutan dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Selain menuntut majelis hakim untuk menghukum terdakwa I pidana penjara 5 tahun enam bulan dan terdakwa II 4 tahun enam bulan, JPU juga menuntut keduanya membayar denda masing-masing Rp300 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang ganti kerugian negara masing-masing Rp1,094 miliar maksimal satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, bila tidak mampu dibayarkan maka akan dipidana masing-masing satu tahun penjara. Hal-hal memberatkan yang menjadi pertimbangan JPU adalah keduanya merupakan pejabat yang ditugaskan di KPU dan seharusnya mampu menciptakan pendidikan politik untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, namun kedua terdakwa malah melakukan korupsi. "Selain itu hal yang memberatkan adalah para terdakwa tidak mengaku secara terus terang. Sementara hal yang meringankan adalah para terdakwa telah ikut menyukseskan pemilu 2004, para terdakwa telah mengabdi lebih dari 20 tahun sebagai PNS dan belum pernah dihukum," kata Endro. Pertimbangan Hukum Dalam analisa yuridisnya, tim JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Endro Wasistomo, I Kadek Wiradana dan Edy Hartoyo memaparkan bahwa terdakwa I Bambang Budiarto dan terdakwa II Safder Yusacc sesuai dengan dakwaan primair telah terbukti secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. "Perbuatan terdakwa I dan terdakwa II yang memberikan pekerjaan kepada saksi Irsal Yunus dan Muslim Hasan untuk mengerjakan pencetakan buku dan menunjuk saksi Tjetjep Harefa untuk mencarikan rekanan, telah melanggar Keppres nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah," kata Edy Hartoyo, anggota tim JPU lainnya. Seharusnya, masih menurut Edy, penunjukan rekanan atau penyediaan barang dan jasa harus dilakukan oleh panitia pengadaan. Padahal dalam kasus tersebut, saat kedua terdakwa memberikan pekerjaan pada rekanan, panitia pengadaan belum melakukan proses pemilihan rekanan atau penyedia barang dan jasa. Selain itu terkait penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), terdakwa I oleh JPU dinilai memerintahkan untuk menaikkan HPS dengan menyisihkan sebesar 30 persen dan menyesuaikan dengan penawaran harga yang dikehendaki oleh rekanan mengakibatkan terjadinya kemahalan harga (mark up). "Bahwa oleh karena itu jumlah kerugian negara dari percetakan buku keputusan KPU nomor 01,02,03,04 tahun 2004, buku keputusan KPU nomor 104 tahun 2003, buku panduan KPPS, cetak warna dan cetak hitam putih daftar calon anggora DPR dan DPD adalah Rp20,068 miliar," kata I Kadek Wiradana. Tanggapan terdakwa Menanggapi tuntutan itu, baik terdakwa I maupun terdakwa II menyatakan keberatan dan menilai JPU tidak memperhatikan sejumlah fakta yang muncul dalam persidangan. "Surat tuntutan itu sama dengan isi surat dakwaan, tidak ada yang berubah, mengapa JPU tidak mempertimbangkan fakta yang ada dalam persidangan mengenai sejumlah hal?," kata Safder Yusacc seusai persidangan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Bambang Budiarto, ia mempertanyakan mengapa keputusan untuk penunjukan langsung disalahkan. "Padahal bila (dengan penunjukkan langsung-red) tidak maka suplai buku keputusan itu ke sejumlah daerah baru akan sampai satu setengah bulan setelah pemilu selesai," kata Bambang. Majelis hakim yang diketuai oleh Mansyurdin Chaniago akan melanjutkan persidangan pada Senin 27 Februari 2006 pekan depan dengan agenda mendengarkan pledoi dari para terdakwa dan penasehat hukumnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006