Tingkat gaji yang sekarang, menunjukkan bahwa kita telah mematikan masa depan bangsa, karena dipastikan akan menurunkan daya saing serta akan mendorong brain drain (perginya orang-orang pintar keluar negeri),"
Yogyakarta (ANTARA News) - "Jangan sesali jika akhirnya aku pergi". Itu kira-kira pesan yang sifatnya mengingatkan pemerintah, yang selama ini dinilai kurang peduli terhadap para peneliti yang dimiliki negeri ini.

Besaran gaji para peneliti saat ini, menurut Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Muhammad Said Didu menunjukkan bahwa pemerintah telah mematikan masa depan bangsa, karena dipastikan akan menurunkan daya saing serta mendorong perginya orang-orang pintar ke luar negeri.

Oleh karena itu, PII meminta pemerintah dan DPR memberikan perhatian khusus pada masih rendahnya gaji para peneliti utama dan perekayasa utama yang merupakan jabatan fungsional tertinggi teknolog.

"Tingkat gaji yang sekarang, menunjukkan bahwa kita telah mematikan masa depan bangsa, karena dipastikan akan menurunkan daya saing serta akan mendorong brain drain (perginya orang-orang pintar keluar negeri)," kata Ketua Umum PII Muhammad Said Didu di Jakarta, Selasa (25/10).

Mantan Sekretaris Menteri BUMN itu menyebutkan gaji Peneliti Utama dan Perekayasa Utama (jabatan fungsional tertinggi para teknolog) di Indonesia saat ini hanya sekitar lima persen dari gaji profesi yang sama di negara tetangga, dan hanya satu persen dari gaji di negara industri maju.

"Ini menunjukkan bahwa kita telah mematikan masa depan bangsa, karena dipastikan akan menurunkan daya saing serta akan mendorong `brain drain`," tandasnya.

PII meminta pemerintah dan DPR memberikan perhatian khusus terhadap masalah tersebut, dan mengingatkan semua pihak tidak terjebak pada kepentingan politik jangka pendek dan demi kekuasaan.

"Negara Indonesia harus tetap ada sampai kapan pun dalam keadaan makmur, dan berdaya saing tinggi. Saatnya mengurangi retorika dan melakukan aksi nyata menyelamatkan negara ini dari penurunan daya saing," kata Said Didu.

Menurut dia, peningkatan daya saing dan pengembangan industri di suatu negara selalu dimulai dari hasil rekayasa teknik yang menentukan jenis dan struktur indutri yang akan dikembangkan.

Setelah itu, dicarikan model pembiayaan yang sesuai, yang sering diistilahkan dengan financial engineering. Selanjutnya, dilakukan perumusan hukum dan kebijakan untuk memberikan perlindungan yang sering diistilahkan dengan policy engineering.

Untuk mempercepat proses industrialisasi dan peningkatan daya saing, dirancang suatu keputusan politik dan diistilahkan political engineering.

Hal yang perlu diwaspadai, kata dia, adalah jika proses tersebut berlangsung terbalik, dan dimulai rekayasa politik. "Gejala proses terbalik itu mulai terlihat sejak reformasi tahun 1998," katanya.

Ia menyebutkan saat ini berkembang empat istilah rekayasa, yaitu rekayasa teknik (engineering), rekayasa finansial (financial engineering), rekayasa kebijakan (policy engineering), dan rekayasa politik (political engineering).

Rekayasa teknik, menurut dia berkembang searah dengan kemajuan iptek. "Sedangkan istilah rekayasa lainnya, baru berkembang pesat masing-masing pada era tahun 70-an, 80-an, dan 90-an," kata Said Didu.

Ia juga mengatakan PII merupakan organisasi yang menghimpun para insinyur atau lulusan Fakultas Teknik dan Fakultas Teknik Pertanian di seluruh Indonesia. Anggotanya adalah insinyur warga Negara Indonesia, dan bisa mencakup lulusan universitas dalam dan luar negeri.

Semangat dan manfaat
Apa yang menjadi keprihatinan dan kekhawatiran seperti yang diungkapkan Ketua Umum PII Muhammad Said Didu itu, perlu mendapat perhatian pemerintah.

Terlepas dari kondisi tersebut, tampaknya semangat para peneliti, dan upaya memanfaatkan hasil penelitian mereka, tetap berjalan seiring. Artinya, mereka yang meneliti, terus meneliti, sedangkan pihak-pihak yang memanfaatkan hasil penelitian mereka, terus bekerja keras menerapkannya untuk kepentingan masyarakat.

Salah satunya adalah para peneliti dari Badan Tenaga Nuklir Nasional yang menghasilkan benih puluhan varietas unggul untuk tanaman pangan, kacang-kacangan, dan tanaman industri, yang penyebarannya telah mencapai 23 daerah di seluruh Indonesia.

"Puluhan varietas unggul itu terdiri atas 17 varietas padi, enam kedelai, satu kacang hijau, dan satu kapas," kata Kepala Pusat Diseminasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Totti Tjiptosumirat di Yogyakarta, Senin (7/11).

Menurut dia di sela pembukaan lokakarya Pemanfaatan Hasil Litbang Iptek Nuklir (PHLIN) 2011 bertema "Meraih Keunggulan Melalui Iptek Nuklir", produksi masing-masing varietas unggul khususnya tanaman pangan dan kacang-kacangan itu di atas rata-rata jenis biasa.

Misalnya, produksi varietas unggul padi Bestari dan varietas unggul kedelai Rajabasa yang dihasilkan Batan lebih banyak sekitar 2-3 ton per hektare dibandingkan dengan jenis padi biasa. Hal itu tentunya dapat menguntungkan para petani, karena hasil panen yang diperoleh lebih banyak.

"Saat ini varietas unggul untuk tanaman pangan dan kacang-kacangan itu penanamannya telah mencapai 2,3 juta hektare di seluruh Indonesia. Sebelum ditanam varietas unggul itu telah melalui pengujian berupa kegenjahan (umur), ketahanan terhadap hama, produksi, dan rasa," katanya.

Ia mengatakan hingga kini produk hasil litbang Batan terutama di bidang pertanian telah diterapkan di daerah. Wilayah penyebarannya telah mencapai 23 daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

"Masyarakat menerima hasil litbang Batan tersebut, terbukti dengan terbentuknya sentra-sentra penghasil benih varietas unggul padi dan kedelai seperti di Subang, Lampung, Jambi, Banda Aceh, Gorontalo, Jepara, Blitar, dan Banyuwangi," katanya.

Dengan hasil pencapaian program PHLIN itu, menurut dia petani menjadi lebih mudah untuk memperoleh benih varietas unggul padi dan kedelai yang dihasilkan Batan yang bersertifikasi. Program pemanfaatan teknologi Batan itu dapat dilanjutkan secara mandiri.

Ketua Panitia Lokakarya Pemanfaatan Hasil Litbang Iptek Nuklir (PHLIN) 2011 Ruslan mengatakan penelitian di bidang iptek nuklir tentu akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Produk hasil penelitian harus terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.

"Masukan dari mitra dan pengguna sangat diperluka untuk litbang selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu komunikasi dalam bentuk pertemuan antara penghasil teknologi dengan penggunanya," katanya.

Berkaitan dengan hal itu, Pusat Diseminasi Iptek Nuklir Batan menyelenggarakan lokakarya PHLIN untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan serta mengevaluasi keberhasilan dan hambatan dalam pelaksanaannya.

"Kegiatan yang berlangsung hingga 9 November 2011 itu, diikuti sekitar 100 peserta dari seluruh mitra daerah dan pengguna yang sudah menerapkan produk litbang Batan, calon pengguna baru, pakar, penentu kebijakan, dan wirausahawan," katanya.

Daerah tetap jalan
Penelitian yang dilakukan berbagai lembaga yang ada di daerah, sampai sekarang tetap jalan. Seperti yang dilakukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dengan mengembangkan dua varietas kacang tanah terbaru, yaitu varietas domba dan kancil di Dusun Jurang Jero, Desa Giripeni, Kabupaten Kulon Progo.

"Pengembangan kacang tanah varietas domba dan kancil dilakukan sejak Juli 2011 pada lahan sawah seluas tiga hektare," kata anggota peneliti BPTP Provinsi DIY Murwati, di Kulon Progo, belum lama ini.

Selain kedua varietas baru tersebut, menurut dia juga ditanam varietas lokal sebagai pembanding.

Ia mengatakan dalam kegiatan itu sekaligus melibatkan kelompok tani secara langsung, sebagai bentuk pemberdayaan.

Murwati mengharapkan dengan dikembangkannya dua varietas baru kacang tanah itu, mampu memberdayakan petani dalam meningkatkan produksi kacang tanah di daerah setempat.

"Dalam kegiatan ini, BPTP juga membina para petani dalam perawatan serta teknologi pemupukan tanaman sejak penanaman benih, hingga siap panen pada usia 90 hari," katanya.

Pembinaan yang dilakukan seperti merekomendasikan pemupukan menggunakan pupuk organik maupun pupuk kimia dengan komposisi tertentu, guna mengetahui tingkat produktivitasnya. "Sebelum dipanen, dilakukan uji ubinan hasil produksi," katanya.

Menurut dia, berdasarkan penelitian hasil ubinan terbukti terjadi peningkatan produksi kacang tanah. "Untuk varietas lokal yang semula hanya menghasilkan satu ton polong basah per hektare, setelah menerapkan rekomendasi teknologi pemupukan, meningkat menjadi dua ton per hektare," katanya.

Sedangkan untuk varietas domba, produksinya mencapai 2,7 ton per hektare, dan varietas kancil 3,4 ton per hektare.

Setelah ini, kata dia, harapannya teknologi budi daya kacang tanah dan vareitas baru itu bisa ditransfer dan diterapkan oleh para petani.

"Secara fisik, kacang tanah varietas domba dan kancil, polong serta bijinya lebih besar dibandingkan dengan varietas lokal. Setiap polong varietas kancil berisi dua biji, sedangkan varietas domba berisi tiga hingga empat biji," katanya.

Sedangkan varietas lokal, menurut dia setiap polong berisi tiga hingga empat biji dengan ukuran lebih kecil.

Penyuluh pertanian dari Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Kulon Progo Endartono menambahkan, saat ini kacang tanah varietas lokal yang ditanam petani setempat baru bisa memenuhi sekitar 25 persen kebutuhan bahan baku.

Selebihnya, kata dia, harus mendatangkan dari luar daerah seperti Gunungkidul, Muntilan, dan Magelang, dengan harga yang jauh lebih tinggi. "Selisih harganya bisa hampir dua kali lipat. Kalau di sini Rp8 ribu, harga dari luar bisa sampai Rp15 ribu," katanya.

Dari perguruan tinggi
Semangat meneliti kalangan peneliti dari perguruan tinggi juga tidak pernah kendor. Salah satu di antaranya, peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang berhasil mengembangkan varietas melon melalui persilangan, sehingga diperoleh varietas melon terbaik.

"Gama Melon Basket merupakan varietas melon terbaik yang dihasilkan dari berbagai macam kultivar yang dikembangkan melalui persilangan," kata pengelola Kebun Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Budi Daryono di Yogyakarta, awal November ini.

Berdasarkan kode genetikanya, kata dia, Gama Melon Basket (GMB) merupakan persilangan antara varietas TC4 dan F2B5. "Kedua jenis kode indukan itu merupakan perpaduan antara melon lokal dan melon impor," katanya.

Menurut dia usai memanen sekitar 1.500 melon jenis GMB dan Melodi Gama 1 di Kebun Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, kultivar TC4 itu yang menurunkan warna oranye seperti pada daging ikan salmon.

"GMB lebih unggul dibandingkan dengan melon jenis lain, lebih tahan terhadap penyakit khususnya jamur tepung dan virus, memiliki kandungan betakarotin dan vitamin C yang tinggi, dan rasanya lebih manis," kata Budi.

Koordinator panen melon GMB dan Melodi Gama 1 Taufiqurahman mengatakan panen melon tahun ini merupakan yang kedua, setelah sebelumnya dilakukan pada Juni 2011.

"Bedanya, untuk panen Juni 2011 hasilnya kurang memuaskan karena kondisi tanahnya yang kurang bagus. Akibatnya, berat melon yang dipanen kurang maksimal hanya sekitar 1,5 kilogram. Untuk yang dipanen kali ini melonnya lebih besar karena kondisi tanahnya yang bagus dan iklim yang mendukung," katanya.

Ia mengatakan untuk memanen melon jenis GMB dan Melodi Gama 1 itu dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali per tahun. Keunggulan dari jenis melon tersebut antara lain bisa panen lebih cepat dibanding melon biasa. "Melon biasa untuk panen memerlukan waktu sekitar 50-60 hari, sedangkan GMB dan Melodi Gama 1 dapat dipanen dalam waktu 40 hari. Melon GMB yang bentuknya seperti bola basket itu juga memiliki deretan garis seperti yang terdapat pada lambang UGM," katanya.

Selain itu, hasil uji laboratorium juga menunjukkan kandungan betakaroten GMB lebih tinggi dibandingkan dengan jenis melon biasa. Betakaroten bagus untuk kesehatan mata.

"Untuk merawat GMB dan Melodi Gama 1 tidak rumit dan pupuk yang digunakan selama ini hanya NPK. Selain di KP4, melon GMB dan Melodi Gama 1 saat ini juga sedang diuji lokasi di Kediri, Jawa Timur, dan Purwodadi, Jawa Tengah," katanya.
(M008*H010)

Oleh Masduki Attamami
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011