Di tengah kekhawatiran global tentang menurunnya keanekaragaman hayati laut, hibah tahun 2022 ini sebagian berfokus pada dorongan perbaikan yang lebih melindungi spesies yang langka, terancam punah, atau dilindungi maupun ekosistem laut yang rentan
Bogor (ANTARA) - Organisasi internasional nirlaba Marine Stewardship Council (MSC) menyatakan hibah "Ocean Stewardship Fund" (OSF) yang diberikan kepada parapihak tahun 2022 ini sebagian berfokus pada dorongan perbaikan yang lebih melindungi spesies yang langka, terancam punah atau dilindungi.

"Cakupan dan jangkauan dana tahun ini pun berkembang, dengan adanya dukungan donasi pihak ketiga," kata Kepala Eksekutif MSC Rupert Howes melalui taklimat media yang dikirimkan MSC Indonesia kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Ia menjelaskan bahwa di tengah kekhawatiran global tentang menurunnya keanekaragaman hayati laut, hibah tahun 2022 ini sebagian berfokus pada dorongan perbaikan yang lebih melindungi spesies yang langka, terancam punah, atau dilindungi maupun ekosistem laut yang rentan.

Hal itu, kata dia, diwujudkan dengan proyek di Argentina, Australia, Inggris Raya, Prancis dan Greendland.

Greenland adalah negara otonom Kerajaan Denmark yang terletak di antara Samudra Arktik dan Atlantik, sebelah timur Kepulauan Arktik Kanada.

Ia menjelaskan secara total dana hibah OSF yang diberikan sebesar 936.000 ribu dolar AS atau setara Rp13 miliar lebih dalam bentuk 22 hibah dengan masing-masing menerima 6.500 dolar AS (Rp90 juta)
hingga 68.000 dolar AS (Rp970 juta).

Dana hibah itu diberikan kepada sektor perikanan, ilmuwan, LSM dan mahasiswa pascasarjana di 12 negara untuk membantu upaya internasional dalam konservasi laut dan perikanan berkelanjutan.

Setidaknya, kata dia, setengah dari hibah (459.000 dolar AS) digunakan mendukung perikanan di negara berkembang yang sedang bertransisi menuju praktik berkelanjutan, termasuk Indonesia, Meksiko dan India.

Memanfaatkan teknologi penandaan satelit di Mediterania, katanya, perikanan tuna sirip biru artisanal SATHOAN bersertifikat MSC akan menggunakan dana tersebut untuk memahami lebih baik bagaimana populasi ikan pari dapat dipengaruhi oleh aktivitas penangkapan ikan.

Ia menambahkan perikanan melepaskan setiap ikan pari yang secara tidak sengaja tertangkap di rawai agar kembali ke laut, namun hal ini membutuhkan lebih banyak data untuk memahami bagaimana populasi tersebut terpengaruh dalam jangka panjang.

Sistem pemantauan kamera yang otomatis, bercahaya dan bawah air, kata dia, sedang dirancang menggunakan dana yang diterima oleh pemerintah Australia Barat.

Kamera akan digunakan untuk memetakan tumpang tindih antara perikanan kepiting Pantai Barat bersertifikat MSC dan habitat laut dalam yang terpencil.

Sistem unik ini, menurut Rupert Howes akan dirancang untuk menahan tekanan tinggi hingga penyebaran 1.000 meter sebagai pengumpulan data habitat yang akan digunakan dalam penerapan langkah-langkah pengelolaan yang relevan.

Sedangkan Direktur Program MSC Indonesia Hirmen Sofyanto menyatakan pemberdayaan nelayan udang, pengelolaan stok kepiting bakau dan pengembangan kamera bawah laut merupakan sebagian dari 22 proyek dan perikanan yang mendapatkan pendanaan oleh sertifikasi makanan hasil laut berkelanjutan global dan program ekolabel MSC pada tahun 2022.

Saat ini di tahun ketiganya, OSF MSC memanfaatkan 5 persen royalti tahunannya dari penjualan makanan laut (seafood) berkelanjutan berlabel MSC untuk mempercepat perkembangan keberlanjutan perikanan di seluruh dunia, katanya.

Baca juga: Spesies hampir punah masuk usul perubahan standar perikanan MSC

Baca juga: MSC-KKP kolaborasi perbaikan perikanan berkelanjutan di lima wilayah

Baca juga: Gandeng IPB, MSC susun modul pelatihan standar perikanan berkelanjutan

Baca juga: Penelitian rajungan-kakap di Indonesia dibantu MSC melalui hibah OSF


 

Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022