Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan kerja sama civil military cooperation in air traffic management (CMAC) antara Indonesia dan Singapura memberi kepastian hukum bagi otoritas penerbangan di masing-masing negara.

Kerja sama sipil dan militer itu juga menjadi langkah dalam membuka jalur komunikasi dan koordinasi, sehingga apabila ke depan ada kasus pelanggaran kedaulatan dan aturan, maka masing-masing pihak dapat segera menindak pelaku, katanya saat menyampaikan pidato kunci dalam seminar nasional Perwira Siswa (Pasis) Sekolah Komando Kesatuan TNI Angkatan Udara (Sekkau) Angkatan ke-111 di Jakarta, Senin.

"Pemerintah Indonesia dan Singapura menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer dalam manajemen lalu lintas penerbangan atau civil military cooperation in air traffic management. Tujuannya, untuk memberi kepastian terbukanya jalur komunikasi aktif, guna menjamin tidak terjadinya pelanggaran kedaulatan serta untuk menghadirkan kelancaran dan keselamatan penerbangan baik pesawat militer maupun sipil yang melintas di wilayah Indonesia," kata Fadjar.

Pada 25 Januari 2022, Indonesia dan Singapura sepakat menyesuaikan batas wilayah pelayanan ruang udara atau flight information region (FIR) di atas Kepulauan Riau dan Natuna. Sebelumnya FIR tersebut dikelola oleh otoritas penerbangan Singapura.

Baca juga: Kasau sebut konflik Rusia-Ukraina berpengaruh pada alutsista TNI AU

Dengan demikian, ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna masuk ke dalam wilayah FIR Jakarta, setelah selama puluhan tahun masuk dalam FIR Singapura.

"Kesepakatan ini meliputi wilayah udara seluas lebih dari 240.000 kilometer persegi, yang dimasukkan dalam ruang lingkup FIR Jakarta," katanya.

Dalam perjanjian itu, kedua negara tidak hanya menyepakati penyesuaian wilayah FIR, tetapi juga menegaskan posisi Indonesia sebagai pemilik dan pengelola sah atas ruang udara di perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna, yang berbatasan dengan Singapura.

Walaupun demikian, tambahnya, Indonesia tidak mengelola secara penuh ruang udara tersebut, terutama di ketinggian 0--37.000 kaki, mengingat hak kelola wilayah itu didelegasikan kepada Singapura.

Indonesia dan Singapura kemudian sepakat membentuk kerja sama sipil dan militer dalam mengatur dan mengawasi lalu lintas penerbangan demi memudahkan koordinasi dan menjamin tidak adanya pelanggaran kedaulatan di wilayah udara masing-masing negara.

"Pemerintah Indonesia akan menempatkan beberapa orang personel sipil dan militer di Singapore Air Traffic Control Centre (SATCC). Selain itu, otoritas penerbangan udara Singapura juga berkewajiban untuk mencegah dan menginformasikan kemungkinan pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing kepada otoritas pertahanan udara Indonesia," jelasnya.

Baca juga: Kasau: AU harus transformasi teknologi hadapi perang generasi kelima

Kerangka kerja sama sipil dan militer tersebut disusun secara tepat dan terukur karena nilainya strategis untuk kepentingan pertahanan dan ekonomi bagi Indonesia dan Singapura.

Oleh karena itu, dia menilai berbagai pihak, termasuk TNI Angkatan Udara (AU), perlu menerima masukan dari berbagai pihak agar kerja sama sipil dan militer itu saling menguntungkan dua pihak.

"TNI Angkatan Udara sebagai stakeholders penegak kedaulatan di udara membutuhkan berbagai masukan yang bersifat strategis mengingat pentingnya rumusan civil military cooperation in air traffic management yang juga harus direncanakan secara tepat dan terukur, serta dilaksanakan secara kolektif, kolaboratif, dan sinergi dari seluruh pihak," ujar Fadjar.

Baca juga: Australia siap gelar "Rajawali Ausindo" dengan TNI AU

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022