Jakarta (ANTARA) - Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Maritim Raja Ali Mohammad Riza Widyarsa mengatakan independensi politik luar negeri Indonesia tidak terpengaruh dengan mengundang Rusia datang ke KTT G20 di Bali pada November 2022.

"Indonesia tegas bahwa tidak ada yang bisa mengatur. Ketika ada aksi walk out dari delegasi Kanada, AS, dan Inggris, (Menteri Keuangan RI) Sri Mulyani menegaskan tidak masalah, terpenting diskusi mengenai forum tercapai. Itu menunjukkan sikap independensi politik luar negeri Indonesia tetap tidak masalah jika Rusia datang," kata Riza dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Ketegangan antara Rusia dengan Ukraina berpengaruh terhadap jalannya KTT G20, menurut dia. Meskipun demikian, sebagai anggota Gerakan Non-Blok, Indonesia akan semakin kuat dalam menerapkan politik bebas aktif terkait urusan internasional, seperti konflik antara Rusia dan Ukraina.

Indonesia akan selalu bersikap independen dan aktif dalam pemerintahan global, katanya. Oleh karena itu, dengan mengundang Rusia untuk hadir di G20 menjadi bukti dari sikap independensi sekaligus menegaskan posisi politik luar negeri Indonesia yang tidak mengikuti blok mana pun.

Dia menilai langkah yang dilakukan Indonesia sudah tepat dan menunjukkan netralitas sekaligus ketegasan sebagai pemegang Presidensi G20 2022, dimana forum tersebut didominasi oleh negara-negara barat.

Baca juga: Moeldoko: Indonesia tidak memihak siapa pun di konflik Rusia-Ukraina

G20 juga sebenarnya sama dengan Gerakan Non-Blok yang merupakan organisasi politis, katanya. G20 merupakan wujud implementasi paradigma liberalisme di dalam Ilmu Hubungan Internasional untuk mencapai kerja sama ekonomi demi terwujudnya perdamaian dunia, jelasnya.

"Di dalam G20 terdapat Rusia, AS, China, dan negara-negara Uni Eropa, yang diharapkan mewujudkan kerja sama ekonomi, sehingga hubungan mereka akan semakin erat dan akan meminimalisir konflik," katanya.

Sikap politik luar negeri Indonesia itu juga mendapat sambutan baik dari China, Prancis, Turki, dan India, tambahnya.

"Seperti India, mereka memiliki hubungan dagang yang erat dengan Rusia. Jadi, apa yang dilakukan Indonesia akan sangat didukung oleh India. Yang menarik adalah sikap Prancis, karena termasuk anggota NATO dan Uni Eropa; tetapi di satu sisi Prancis masih berusaha membina hubungan baik dengan Rusia karena banyak mengimpor gas dari Rusia, apalagi Rusia sudah mengancam akan menghentikan ekspor gas ke negara-negara Uni Eropa," katanya.

Sikap setiap negara akan menjadi pragmatis dalam memberi dukungan atau apresiasi, menurutnya. Kunjungan Menlu Indonesia ke beberapa negara, untuk menegaskan sikap Indonesia yang tidak menolak Presiden Rusia Valdimir Putin datang, akan berdampak pada kepercayaan bahwa G20 tetap akan netral.

"Jika G20 mendapatkan tekanan keras dan 'disetir' oleh AS dan NATO, dikhawatirkan hubungan dagang Rusia dan seluruh negara di G20 akan semakin memperkeruh suasana," ujarnya.

Baca juga: Indonesia dan Kanada bahas Presidensi G20, konflik Rusia-Ukraina
Baca juga: Pengamat: Indonesia dapat manfaatkan Presidensi G20 untuk redam perang

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022