Saya hanyalah anak penjual kue. Kalau saat kuliah tidak mendapatkan beasiswa Supersemar, sudah bisa dipastikan saya akan terkena DO,”
Siapa tak kenal Prof. Dr. Mahfud Md. (Ketua Mahkamah Konstitusi), Prof. Dr. Mohammad Nuh (Menteri Pendidikan),  atau Prof. Yohannes Surya, Ph.D (Fisikawan)? Mereka adalah beberapa tokoh terpandang di Tanah Air yang pada masa lalunya pernah menerima beasiswa Supersemar.

Memang, saat ini sudah banyak alumnus penerima beasiswa Supersemar yang menempati berbagai jabatan penting dan strategis seperti, menjadi menteri, gubernur, bupati atau wali kota hingga duta besar, bankir dan pengusaha terkemuka.

Lebih dari itu, menurut Ketua Bidang Penataan Organisasi dan Keanggotaan Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS) Ir. Martinus Jawa, sekitar 70 persen rektor di berbagai perguruan tinggi di Tanah Air adalah alumnus penerima Beasiswa Supersemar.

“Para alumnus penerima beasiswa tersebut kini sudah banyak yang berkiprah di tingkat nasional,” kata pengurus KMA-PBS asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu pada Raker KMA-PBS periode 2011-2015 di Jakarta 12 November 2011. 

Martinus menambahkan, ke depan akan makin banyak alumnus penerima beasiswa Supersemar yang berkiprah di bidangnya masing-masing untuk melaksanakan tugas mulia memajukan bangsa, terutama dengan mendorong kemajuan di sektor pendidikan.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum KMA-PBS Drs. Eddy Djauhari MSi mengemukakan, Yayasan Supersemar  berkomitmen untuk terus memberikan beasiswa kepada para mahasiswa dan pelajar di seluruh Indonesia sebagai perwujudan dukungan bagi kemajuan pendidikan generasi muda di Tanah Air.

 “Beasiswa Supersemar diberikan sejak dicanangkannya bantuan beasiswa tersebut oleh Yayasan Supersemar pada tahun 1974/1975,” kata Eddy yang menjabat sebagai Ketua Umum KMA-PBS periode kedua, 2011-2015.

Ia menjelaskan beasiswa tersebut diberikan kepada para mahasiswa dari golongan masyarakat yang kurang mampu di bidang ekonomi, tetapi berprestasi tinggi dalam studi, selain juga diberikan kepada para siswa Sekolah Menengah Kejuruan,

Hingga saat ini (2010/2011) Yayasan Supersemar yang didirikan oleh Pak Harto (Presiden ke-2 Republik Indonesia) itu telah memberikan beasiswa kepada 1.473.963 orang, terdiri dari 472.390 orang yang telah lulus menjadi sarjana (S-1), 5.600 master/magister (S-2), 1.860 doktor (S-3), dan 994.212 lulus SLTA Kejuruan.

Bersyukur

Pada Raker KMA-PBS periode 2011-2015 di Jakarta 12 November 2011 ada testimoni (kesaksian) menarik yang disampaikan oleh dua mantan penerima beasiswa Supersemar, yakni Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Mahfud Md. dan Fisikawan Prof. Yohannes Surya, Ph.D.

Profesor Mahfud sebelum penutupan Raker menyatakan bersyukur bahwa pada saat kuliah bisa mendapatkan beasiswa Supersemar sehingga dalam perjalanan kariernya kemudian ia berkesempatan menduduki berbagai jabatan penting dan strategis, baik di dunia pendidikan maupun di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

“Saya hanya anak seorang pegawai negeri rendahan di Madura. Sulit membayangkan apa jadinya kalau saya tidak mendapatkan beasiswa Supersemar. Memang jumlahnya relatif tidak banyak, tetapi jelas sangat berarti,” katanya. Ia mendapatkan beasiswa tersebut sejak studi S-1 di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta serta S-2 dan S-3 di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Profesor Mahfud Md. dikenal sebagai staf pengajar dan Guru Besar Fakultas Hukum UII Yogyakarta sejak 1984. Pakar Hukum kelahiran Madura tanggal 13 Mei 1957 itu pernah menjadi Menteri Pertahanan (2000-2001), Menteri Kehakiman dan HAM (2001), dan Wakil Ketua Umum Dewan Tanfiz DPP Partai Kebangkitan Bangsa (2002-2005), serta anggota DPR RI (2004-2008).

Di kepengurusan KMA-PBS periode 2011-2015, Prof. Mahfud duduk selaku Ketua Kehormatan I Dewan Pakar Pusat, sedangkan Ketua Kehormatan II adalah Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh (kini Menteri Pendidikan Nasional), dan Ketua Harian Prof. Dr. Ir. H. Syamsulbahri, MS (anggota KPU). 

Sementara itu, Fisikawan Prof. Yohannes Surya, Ph.D juga menyatakan bersyukur pernah mendapatkan beasiswa Supersemar sehingga ia kini dapat membantu pendidikan anak-anak yang tidak mampu serta mendorong mereka supaya mencintai mata pelajaran matematika dan fisika. Beberapa di antara anak didiknya bahkan telah berhasil meraih juara pada Olimpiade Fisika.

“Saya hanyalah anak penjual kue. Kalau saat kuliah tidak mendapatkan beasiswa Supersemar, sudah bisa dipastikan saya akan terkena DO (drop out,  red.),” kata Yohannes saat menjadi salah satu narasumber pada Raker KMA-PBS tanggal 12 November 2011.

Yohannes lahir di Jakarta pada 6 November 1963. Ia mulai memperdalam fisika pada jurusan Fisika MIPA Universitas Indonesia hingga tahun 1986. Saat itulah ia mendapatkan beasiswa Supersemar. Selanjutnya ia menempuh program master dan doktornya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat.

Sejak 2009 Yohanes bekerja sama dengan pemerintah daerah di beberapa daerah tertinggal mengembangkan matematika dengan metode “GASING” (Gampang Asyik dan Menyenangkan). Siswa yang dianggap "bodoh" ternyata mampu menguasai matematika kelas 1-6 SD hanya dalam waktu enam bulan. Program ini sekarang sedang diimplementasikan di berbagai daerah tertinggal terutama di Papua.

Pada tahun 2010 Koordinator Pusat Kajian Pendidikan dan Pengembangan SDM  KMA-PBS yang juga Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu mendirikan “Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan (STKIP) SURYA” untuk mencetak guru-guru yang berkualitas dari berbagai daerah tertinggal di Indonesia.

Dalam upaya untuk lebih berkonsentrasi pada STKIP Surya serta pada persiapan pendirian “Surya University” (yang fokus pada pendidikan, energi, dan ilmu hayati), mulai Januari 2011 Prof. Yohanes Surya tidak lagi menjabat sebagai Rektor UMN milik Kompas Gramedia Group itu.

Keanggotan Otomatis

Terkait keanggotaan KMA-PBS, Ketua Ormas tersebut, Eddy Djauhari mengemukakan, semua alumni dan mahasiswa penerima beasiswa Supersemar secara otomatis menjadi anggota KMA-PBS yang bersifat independen dan tidak berafiliasi pada suatu organisasi atau parpol manapun,

Mereka secara individu mempunyai kebebasan untuk memilih dan menyalurkan aspirasi politik melalui berbagai kekuatan sosial politik yang ada di Negara Republik Indonesia dengan landasan dan cita-cita yang sama  demi kemajuan bangsa dan negara serta keluhuran organisasi KMA-PBS dalam wadah NKRI. 

KMA-PBS itu sendiri pada awalnya adalah sebuah organisasi paguyuban yang deklarasi pembentukannya dilakukan pada 28 April 1979 di Malang, Jawa Timur serta  berbasis kampus di 21 Universitas/Institut Negeri di seluruh Indonesia yang kemudian berkembang di lingkup perguruan tinggi negeri dan swasta di 33 provinsi.

Menurut Eddy Djauhari, ke depan diharapkan KMA-PBS dapat mengulangi kiprah gemilang seperti yang pernah diukir pada masa 1994. Ketika itu KMA-PBS membantu Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dengan merekrut 1.007 sarjana sebagai Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W) dengan tugas mendampingi dan membantu kemajuan masyarakat terpencil di desa tertinggal di seluruh Indonesia.

Sementara itu, Ketua Yayasan Supersemar H. Soebagyo, S.H mengemukakan bahwa yayasan yang dipimpinnya akan terus meningkatkan pelayanan kepada anak-anak yang pandai secara akademik tetapi tidak mampu secara ekonomi. Selain itu, yayasan juga memberikan bantuan biaya pembinaan kepada para atlet yang berprestasi melalui Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

“Pelayanan beasiswa ini akan diteruskan, apalagi para penerimanya kini terbukti mendapat kepercayaan menduduki posisi penting dan strategis, baik di lingkungan esksekutif, legislatif maupun yudikatif . Mereka makin berkibar seperti Prof. Mohammad Nuh yang saat ini menjadi Menteri Pendidikan dan Prof. Nasaruddin Umar yang menjadi Wakil Menteri Agama,” demikian Soebagyo.

*Penulis, Wartawan Senior LKBN ANTARA yang juga Humas KMA-PBS

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2011