HKTI mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) kita, terutama subsektor tanaman pangan, hortikultura, serta peternakan, seringkali berada di bawah 100 poin. Artinya, mereka merugi
Jakarta (ANTARA) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menginginkan agar kebijakan terkait dengan sawit jangan sampai merugikan kalangan petani dalam rangka menjaga tingkat kesejahteraan mereka.

"Kebijakan sektor sawit jangan sampai merugikan petani. Kebijakan pemerintah untuk melakukan setop ekspor bahan baku minyak goreng dan juga ekspor minyak goreng untuk mengatasi stok di dalam negeri telah berdampak merugikan bagi para petani sawit," kata Ketua DPN HKTI Fadli Zon dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, larangan ekspor bukanlah solusi, karena penyebab kelangkaan minyak goreng di dalam negeri bukanlah jumlah stok, melainkan soal penegakan hukum terkait kewajiban DMO (Domestic Market Obligations).

Untuk itu, HKTI mendesak kepada pemerintah untuk segera merevisi kebijakan larangan ekspor tersebut.

Ia mengingatkan bahwa meski petani sering dipuji sebagai tulang punggung perekonomian, namun nyatanya tingkat kesejahteraan petani kita masih sangat rendah.

HKTI yang berulang tahun ke-49 pada 27 April 2022 mencatat bahwa sepanjang pandemi COVID-19, semua sektor kehidupan terdampak sangat keras. Namun, di tengah pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen itu, sektor pertanian justru bisa terus tumbuh positif 1,75 persen dan bahkan melakukan ekspor.

"Masalahnya adalah pertumbuhan positif itu tidak banyak korelasinya dengan tingkat perbaikan kesejahteraan petani. HKTI mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) kita, terutama subsektor tanaman pangan, hortikultura, serta peternakan, seringkali berada di bawah 100 poin. Artinya, mereka merugi," katanya.

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, HKTI melihat perlu dan pentingnya pemberian subsidi output, yaitu berupa pemberian insentif harga gabah yang menguntungkan petani, minimal 15 persen dari harga pokok produksi mereka, sehingga aturan harga pembelian pemerintah (HPP) harus segera direvisi.

Ia juga menekankan perlunya data amnesti pertanian untuk memperbaiki data pertanian nasional yang akurat, mereformasi pupuk bersubsidi, melindungi petani unggas dari jerat harga pakan, serta Badan Pangan Nasional harus diberi kewenangan yang cukup untuk mengelola sektor pangan.

Baca juga: HKTI usul pupuk subsidi hanya urea
Baca juga: Moeldoko: HKTI Jatim harus bantu tekan harga cabai
Baca juga: KSP: Petani harus pintar cari peluang dan tidak tergantung bantuan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022