Jakarta (ANTARA News) - Pengacara mantan Dirut PLN Eddie Widiono, Maqdir Ismail, mempertanyakan hilangnya satu halaman Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap saksi ahli Yudo Giri Sucahyo yang dihadirkan dalam sidang dugaan korupsi "Roll Out" CIS RISI PLN di Pengadilan Tipikor.

Kepada wartawan seusai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, Maqdir menjelaskan bahwa hilangnya satu halaman BAP itu baru diketahui setelah dirinya meneliti berkas pemeriksaan tanggal 17 Desember 2010 terhadap saksi ahli Yudo Giri Sucahyo.

Padahal, katanya, berkas yang hilang itu berisi hitung-hitungan penilaian saksi ahli terhadap proyek CIS-RISI dan penting maknanya untuk mengetahui ada tidaknya kerugian negara.

"Tapi kok mengapa bisa tidak ada?," ujar Maqdir seraya menambahkan bahwa hal tersebut sama artinya dengan ada penggelapan secara sengaja terhadap cara penghitungan karena dari sana lah menjadi awal dan penentuan penghitungan ada tidaknya kerugian negara.

"Jadi bagaimana mungkin jumlah kerugian negara itu bisa dipertanggungjawabkan. Juga bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa penghitungan itu benar. Saya tidak bisa menemukan berkas itu dan saya tidak tahu kalau yang mereka berikan kepada kami adalah yang tidak ada halaman tersebut," ujarnya.

Maqdir menyayangkan dirinya tidak bisa memverifikasi apakah BAP yang orisinalnya itu ada atau tidak halaman yang hilang tersebut.

Ia juga melihat bahwa keberadaan Yudo sebagai saksi yang ahli di bidang teknologi informasi dan melakukan penelitian terhadap proyek CIS-RISI tersebut tidak pernah melihat kondisi objektif di setiap masing-masing area pelanggan (AP).

"Dia juga tidak membaca `change request`, dan hal-hal yang yang menentukan penghitungan yang harus dibayar PLN kepada Newtway. Jadi, bagaimana mereka bisa katakan ini rugi sementara mereka tidak tahu cara menghitungnya?," ujar Maqdir mempertanyakan.

Pada saat yang sama tim pengacara membawa berbagai bukti "change request". Dalam proyek tersebut terdapat banyak perubahan yang dikehendaki. "Sementara menurut saksi ahli `change request` itu tidak perlu. Ada cara berpikir yang salah. Proyek ini kan sifatnya berubah-ubah," ujar Maqdir.

Hal yang tidak kalah mengherankan adalah hasil hitung-hitungan saksi ahli yang kemudian menjadi dasar penilaian atau penghitungan oleh BPKP dan akhirnya disebutkan dalam proyek itu ada kerugian. "Dasar menghitungnya tidak benar sehingga bisa menyesatkan. Harusnya penilaian dan penghitungan dilakukan secara baik dan lebih rinci," katanya.

Sementara itu saksi ahli dari BPKP, Agustina Arumsari, tak bisa menampik ketika Maqdir mempertanyakan apakah BPKP memiliki wewenang memeriksa kerugian keuangan negara. Karena berdasarkan peraturan dan perundangan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saja yang berhak melakukan fungsi tersebut. Namun Agustina beralasan bahwa apa yang dilakukannya adalah atas permintaan penyidik.
(T.D011/I007)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011