Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai afirmasi Sovereign Credit Rating Indonesia disertai dengan revisi ke atas outlook menjadi stabil oleh Lembaga Pemeringkat S&P menunjukkan terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Tanah Air.

Terlebih lagi, kondisi tersebut di tengah peningkatan risiko global yang berasal dari tensi geopolitik Rusia-Ukraina, perlambatan ekonomi global, dan peningkatan tekanan inflasi

"Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara BI dan pemerintah," kata Perry dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.

Dalam laporannya, S&P menyatakan revisi ke atas outlook Indonesia menjadi stabil didasarkan pada perbaikan posisi eksternal ekonomi Indonesia, konsolidasi kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah secara gradual, dan keyakinan S&P terhadap pemulihan ekonomi Indonesia yang akan terus berlanjut sampai dengan dua tahun ke depan.

Sementara, peringkat Indonesia yang dipertahankan pada level BBB didukung oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang solid dan rekam jejak kebijakan yang berhati-hati.

Pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan terus berlanjut ditopang oleh kegiatan ekonomi yang kembali normal, seiring dengan cakupan vaksinasi yang semakin luas sehingga mendukung peningkatan kekebalan masyarakat.

S&P memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan meningkat menjadi 5,1 persen setelah sebelumnya tumbuh 3,7 persen pada 2021. Namun, Indonesia juga perlu mewaspadai risiko yang berasal dari krisis Rusia dan Ukraina.

S&P memandang, meski peningkatan harga komoditas diperkirakan dapat mendorong pendapatan perusahaan dan penerimaan fiskal, namun terdapat risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global yang dapat menekan permintaan global.

Selain itu, kenaikan inflasi berpotensi menekan kinerja konsumsi domestik. Meski demikian, S&P menilai UU Cipta Kerja yang disahkan pada 2020 akan memperbaiki iklim usaha, sehingga dapat mendorong investasi dan tingkat pertumbuhan potensial ekonomi.

Di sisi eksternal, S&P memandang kinerja eksternal Indonesia ditopang oleh perbaikan terms of trade sejalan dengan kenaikan harga komoditas.

Di sisi fiskal, S&P menilai bahwa Indonesia telah menunjukkan kemajuan untuk kembali ke level defisit fiskal yang moderat dan memproyeksikan defisit fiskal akan terus menurun menjadi empat persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2022.

Perkiraan tersebut didukung oleh kenaikan penerimaan sejalan dengan harga komoditas yang meningkat dan kegiatan ekonomi domestik yang kembali normal.

S&P juga menyatakan bahwa utang pemerintah Indonesia relatif stabil pasca peningkatan yang cukup signifikan pada 2020. Namun, beban bunga berpotensi akan mencatat peningkatan seiring dengan tren kenaikan suku bunga global selama satu hingga dua tahun ke depan.

S&P mencatat BI telah berperan signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meredam dampak gejolak ekonomi dan keuangan terhadap ekonomi domestik. Dukungan Bank Sentral dalam pembiayaan defisit fiskal melalui pembelian surat berharga pemerintah dapat membantu pemerintah mengelola beban bunga ketika pasar keuangan sedang mengalami tekanan.

S&P sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB/outlook negatif pada 22 April 2021.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022