Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - "Selamat Myanmar!", rasanya hanya kata itulah yang layak disampaikan kepada rakyat Myanmar hari ini.

Hari ini, mereka berhasil memenangkan kepercayaan seluruh rakyat Asia Tenggara. Sebuah kepercayaan bahwa Myanmar telah berubah, bahwa Myanmar yang baru akan tetap menjaga roh demokrasi.

Akhirnya setelah perjalanan panjang dan berliku dengan berbagai riak di sana-sini, negara yang telah bertahun-tahun lamanya berada di bawah cengkeraman junta militer itu berhasil memenangkan dukungan saudara-saudaranya di Asia Tenggara.

Keputusan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk menyetujui permohonan Myanmar sebagai Ketua ASEAN pada 2014 dalam KTT ke-19 ASEAN kali ini bisa dibilang sebagai suatu langkah diplomatis yang bersejarah.

Sekitar 600 juta rakyat ASEAN seakan berteriak, "kami percaya!". Percaya bahwa Myanmar tidak akan mengingkari dukungan, percaya bahwa negeri itu memang telah berubah.

Dalam KTT ke-19 ASEAN kali ini selain hiruk pikuk konflik Laut China Selatan, topik permohonan Myanmar sebagai Ketua ASEAN memang menyita banyak perhatian.

Dunia menanti reaksi Asia Tenggara mengingat sejumlah negara barat masih aktif mengritik demokratisasi di Myanmar sebagai sandiwara. Beberapa di antaranya bahkan secara terbuka meminta ASEAN menolak permohonan itu.

Penolakan itu merujuk pada banyaknya mantan jenderal yang duduk dalam pemerintahan sipil yang baru dan kontroversi mengenai konstitusi yang menyebabkan partai tokoh pro-demokrasi Aung San Suu Kyi tidak dapat turut dalam pemilihan umum.

Selain itu Presiden Myanmar Thein Sein yang dilantik pada 4 Februari 2011 adalah mantan perdana menteri di era Junta militer demikian juga partai pemenang pemilihan umum pun dibentuk oleh sejumlah mantan jenderal.

Namun, terlepas dari semua itu. Myanmar telah mengubah sistem pemerintahannya. Negeri itu berhasil menggelar pemilihan umum dan membentuk pemerintahan sipil.

Pemerintahan Myanmar juga membebaskan sejumlah tahanan politik termasuk Aung San Suu Kyi serta merintis pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Ditemui seusai pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN, Rabu (16/11), Menlu RI Marty Natalegawa menegaskan bahwa negara-negara Asia Tenggara memberikan sinyal positif terhadap permohonan Myanmar.

Dalam rekomendasinya terhadap para pemimpin ASEAN, para Menlu ASEAN mencatat perkembangan positif Myanmar dalam mengikuti peta jalan damai yang telah ditetapkannya.

Dan atas rekomendasi itulah pada pertemuan puncak yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pemimpin ASEAN secara bulat mendukung keketuaan ASEAN oleh Myanmar pada 2014.

Marty yang menjelaskan hasil pertemuan puncak itu mengatakan bahwa para pemimpin ASEAN sependapat bahwa telah terjadi perubahan yang positif di Myanmar, khususnya dalam hal jaminan dan penghargaan terhadap HAM.

"Semua kepala negara menghargai sudah ada perubahan yang signifikan di Myanmar," kata Marty.

Namun, kata Marty, dukungan para pemimpin negara kepada Myanmar bukan sekedar dukungan kosong. Ia menegaskan, dukungan terhadap keketuaan Myanmar itu juga mengandung harapan. Para pemimpin ASEAN sepakat bahwa kondisi positif di Myanmar bisa terus dipertahankan.

Dunia menaruh harapan bahwa negara itu bisa kembali berperan dan akan terus membaik.

"Dengan ini, Myanmar akan terus diperhatikan oleh dunia internasional," katanya.

Singkat kata dukungan terhadap Myanmar diharapkan mampu mendorong negara itu menjaga momentum demokrasi yang tengah dirintis.

Myanmar Siap

Sementara itu pengamat hubungan internasional Hariyadi Wiryawan menilai, Myanmar siap menduduki posisi Ketua ASEAN pada 2014 dan tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan akan komitmen negara itu.

"Saya kira Myanmar siap menjadi Ketua ASEAN, yang belum siap mungkin justru negara-negara lain," kata Hariyadi.

Ia mengatakan sejumlah negara Eropa dan Amerika boleh jadi menilai Myanmar yang tahun lalu baru saja menggelar pemilihan umum pertama dalam 20 tahun terakhir, tidak siap memimpin negara-negara Asia Tenggara namun itu bukan hal yang krusial.

"Akan ada resistensi, tapi itu justru menjadi peluang kita (ASEAN) untuk mengubah gambaran tersebut," katanya.

Ia menilai sudah saatnya, Myanmar memperoleh kepercayaan dan apresiasi akan perubahan yang dilakukannya, walaupun perubahan itu dilakukan tahap demi tahap. Apalagi setelah terbukti cara-cara yang dipilih pihak barat untuk menangani Myanmar di masa lalu, misal melalui sanksi dan embargo, sama sekali tidak membawa hasil apapun.

ASEAN dengan caranya terbukti mampu menggandeng negara yang sebelumnya mengisolasi diri itu untuk duduk bersama menyamakan pandangan tentang keperluan dan cara terbaik menjaga stabilitas di kawasan guna menghindarkan kawasan Asia Tenggara dari konflik terbuka sebagaimana yang dialami oleh sejumlah kawasan yang lain.

Pada putaran sebelumnya terkait rotasi kepemimpinan ASEAN, Myanmar harus merelakan gilirannya karena dinilai belum siap memimpin ASEAN. Pada saat itu negara tersebut masih berada di bawah rezim junta militer dan menahan ribuan tokoh oposisi, termasuk pemimpin pro-demokrasi Aung San Suu kyi.

Namun bagaimanapun cara dan prosesnya, singkat kata Myanmar berhasil dibujuk untuk meninggalkan gaya pemerintahannya yang mengabaikan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

ASEAN memberi kepercayaan penuh bagi Myanmar untuk menyusun peta jalan damai menuju demokrasi dan secara bertahap memenuhi target-target yang telah ditetapkannya sendiri, dimulai dari menyusun konstitusi baru, menentukan aturan pemilihan umum, dan menggelar pemilihan umum.

Sekalipun pihak barat menilai apa yang dilakukan Myanmar hanya sandiwara, apa yang dilakukan Myanmar adalah suatu cara menuju perubahan yang dipilih negara itu. Dan mau tidak mau dunia harus menghormatinya.

Lagi pula perubahan yang dramatis hampir tidak mungkin terjadi di Myanmar. Tetapi setelah upaya untuk menggagalkan Aung San Suu Kyi dari turut dalam pemilihan umum, pihak berwenang Myanmar akhirnya membebaskan peraih Nobel Perdamaian itu dan baru-baru ini partai Suu Kyi pun berpeluang untuk kembali ke arena politik.

Sesuai urutan, Myanmar seharusnya menjadi ketua ASEAN pada 2015, sementara Laos pada 2014. Tetapi pemerintah Myanmar berunding dengan pemerintah Laos untuk bertukar giliran sebagaimana Indonesia dan Brunei pada 2011 dan 2013.

Sekarang "bola" kembali ke tangan Myanmar. Setelah menimbang dan sepakat memberikan kepercayaan penuh terhadap Myanmar, rakyat ASEAN menanti negara itu mewujudkan komitmennya. Membayar kepercayaan dengan kesungguhan menuju negara yang lebih demokratis.(*)

G003*F008/B013

Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2011