Palangka Raya (ANTARA News) - Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno pernah menyampaikan gagasan pemindahan ibu kota Republik Indonesia ke Palangka Raya sekitar tahun 1950-an, dan kini 2011 bergulir lagi ditandai dengan wacana melalui berbagai kegiatan yang dilakukan pemerintah negeri ini.

Wacana pemindahan ibu kota Negara yang juga dikemukakan Presiden Soekarno pada peresmian Palangka Raya sebagai ibu kota Kalimantan Tengah (Kalteng) pada 1957, yang saat itu bernama "Desa Pahandut" tersebut, Rabu (23/11), kembali dibicarakan dalam seminar kajian teknis pengembangan Palangka Raya menuju ibu kota Negara Indonesia.

Gubernur Agustin Teras Narang mengatakan, keinginan merancang dan mempersiapkan Palangka Raya sebagai ibu kota Negara, secara visioner dituangkan dalam rencana induk (master plan) yang disusun Presiden Soekarno. Kota yang pernah diidamkan sebagai ibu kota Negara tersebut memiliki luas 2.678,51 Km persegi dan jauh lebih luas dari Jakarta, yang luasnya hanya 661,52 Km persegi itu.

Teras Narang mengatakan, secara geografis posisi Palangka Raya tepat berada di tengah Indonesia serta tidak berada pada daerah tektonik, sehingga kondisi ini relatif aman dari bencana alam gempa bumi, banjir dan tanah longsor. Secara kultural masyarakat Kalteng dengan falsafah "Huma Betang" siap menyongsong perpindahan ibu kota pemerintah tersebut.

Secara potensi dari garis pantai, tambahnya, Kalteng memiliki potensi garis pantai sepanjang 750 Km yang sangat memungkinkan dikembangkan pelabuhan-pelabuhan untuk mendukung keberadaan sebuah ibu kota pemerintahan, kata Gubernur Teras pada acara yang juga dihadiri para bupati, DRPD, dan sejumlah pakar perguruan tinggi daerah tersebut.

Dia mengatakan, secara ketersediaan lahan sangat dimungkinkan untuk sarana transportasi udara maupun transportasi sungai masih cukup luas, termasuk untuk pembangunan bandara skala internasional karena Kalteng memiliki luas wilayah 1,5 kali Pulau Jawa. Secara alamiah, di Kalteng juga terdapat sungai besar yang sangat penting untuk mendukung posisi tersebut.

"Sebuah kalimat kunci terhadap keunggulan dan potensi tersebut adalah bagaimana upaya kita bersama untuk mengkaji dan mengampanyekannya di forum-forum regional maupun nasional," kata Agustin Teras Narang pada seminar yang juga dihadiri tokoh masyarakat Kalteng antara lain TT Suan dan Dase Durasid dipandu Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Ahmad Diran.

Teras mengatakan, seminar yang dilaksanakan tersebut merupakan momentum tepat dan strategis untuk membangunkan kesepahaman serta menyatukan persepsi dan langkah seluruh pemangku kepentingan dalam upaya merespon wacana persiapan Palangka Raya sebagai bagian dari provinsi Kalteng menjadi ibu kota pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


Sudah Ada Perda

Teras mengatakan, penyiapan Palangka Raya menuju ibu kota Negara RI merupakan tugas yang diamanahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalteng sesuai Peraturan Daerah (Perda) No.1/2011. Ini dasar hukum yang dihasilkan legislatif provinsi untuk memperkuat komitmen pemindahan ibu kota NKRI tersebut.

Seminar bertajuk "Pengembangan Palangka Raya dan Sekitarnya Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah sebagai Ibu Kota Republik Indonesia Dalam Rangka Merespon Wacana Persiapan Palangka Raya Sebagai Ibu Kota Pemerintahan Republik Indonesia" itu berlangsung di Aula Bappeda Provinsi Kalteng diikuti pejabat, DPRD, akademisi, dan tokoh masyarakat setempat.

Banyak persoalan yang dibicarakan dalam forum stategis tersebut, termasuk masalah persiapannya perlu dipertajam dan dilihat dari berbagai aspek. Bahkan, ada diantara peserta yang menyorot masalah kultur dan ekonomi masyarakat, jangan sampai menjadi "penonton" atau termarjinalkan setelah ibu kota pemerintahan NKRI berdiri megah di daerah tersebut.

Prof H KMA M Usop mengatakan, soal pemindahan ibu kota ini sebaiknya dibangun kota baru dengan penataan bagus dan representatif sebagai ibu kota Negara karena kalau Palangka Raya yang dijadikan ibu kota pemerintahan NKRI, tentu pemerintah provinsi Kalteng harus merancang dan membangun kembali ibu kota provinsi yang baru.

Sebaiknya pemerintah pusat membangun kota baru di kawasan provinsi Kalteng, dengan penataan yang rapi dan bagus sehingga terlihat cantik tanpa "mengorbankan" kota Palangka Raya sebagai ibu kota provinsi Kalteng. Hal ini sangat dimungkinkan dilakukan, karena potensi lahan yang dimiliki provinsi Kalteng memenuhi syarat bagi sebuah sebagai ibu kota pemerintahan Negara.

"Begitupun, kami khawatir dalam kurun waktu 50 tahun kondisi itu akan sama seperti Jakarta, kalau ibu kota pemerintahan dipindah ke Palangka Raya tanpa pembangunan kota baru," kata Usop pada seminar yang juga dihadiri staf khusus Presiden Prof Dr M Mas`ud Said, Dr Veliks Wanggai dan Dr Andrino A Chaniago dari Universitas Indonesia (UI) tersebut.

Oleh karena itu, pemerintah pusat sebaiknya membangun kota baru yang lokasinya tetap di Kalteng, tapi berada di tengah-tengah antara Palangka Raya dengan kabupaten lainnya seperti Katingan. Daerah ini memiliki kawasan yang cukup luas untuk membangun kota baru, dan sangat dimungkinkan apabila dikembangkan bagi kemajuan di masa mendatang.

Tokoh masyarakat Kalteng Lukas Tingkes menyatakan sangat mendukung wacana pemindahan ibu kota Negara dari Jakarta ke Palangka Raya, namun perlu dipertajam dan mempertimbangkan secara cermat berbagai aspek kehidupan serta memperhatikan aspirasi masyarakat asli daerah karena ini diperkirakan akan terjadi pergeseran semacam urbanisasi.


Lestarikan Nilai Budaya

"Kami sangat mendukung wacana ini, namun pemerintah pusat perlu menjelaskan secara detail terkait pelaksanaan rencana tersebut. Selain itu juga perlu dikaji dan dipertimbangkan kesiapan warga masyarakat asli daerah ini, jangan sampai mereka terpinggirkan," kata Lukas pada acara yang juga dihadiri tokoh sejarah dan mantan wartawan ANTARA di Kalteng, TT Suan.

Masyarakat asli Kalteng, khususnya yang berdomisili di kota Palangka Raya tidak ingin ketika ibu kota pemerintahan NKRI dipindahkan keberdaan mereka tersingkirkan. Ini perlu dipertimbangkan secara arif dan bijaksana, sehingga masyarakat yang selama puluhan tahun menikmati hidup di kota kelahirannya tiba-tiba terpinggirkan atau termarjinalkan.

Selain itu, pemerintah pusat dan berbagai elemen anak bangsa juga perlu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan adat istiadat daerah ini. Nilai budaya dan adat istiadat masyarakat harus dipertahankan serta dilestarikan bila Palangka Raya ingin dijadikan ibu kota pemerintahan. Semua harus dikaji secara mendalam sebelum rencana baik tersebut diimplementasikan.

Masalah ini menjadi syarat utama adalah budaya suku Dayak tidak boleh luntur karena itu identitas anak bangsa. Di samping itu, pemerintah pusat juga harus mempertegas dan mempertajam kebijakan serta sistem pelaksanaan wacana pemindahan ibu kota pemerintahan NKRI kepada masyarakat sebagai upaya menciptakan hubungan harmonis diantara warga urban.

Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu menyiapkan payung hukum dan berbagai hal lainnya terkait rencana tersebut, kata tokoh pemuda Kabupaten Katingan, Karyadi. Selain itu juga pemerintah pusat juga perlu menjelaskan program secara makro mengenai rencana pemindahan ibu kota NKRI seperti dilakukan sejumlah Negara lainnya di dunia, tambahnya.

Wakil Gubernur (Wagub) H Ahmad Diran ketika memandu forum seminar tersebut mengatakan, pada prinsipnya masyarakat mendukung keinginan pemerintah untuk memindahkan pusat pemerintahan NKRI ke Palangka Raya, provinsi Kalteng dan sekitarnya. Semua ini dilakukan tanpa mengabaikan nilai budaya, adat istiadat dan keberadaan masyarakat daerah tersebut harus dipertahankan.

"Kami tidak ingin bila wacana pemindahan ibu kota NKRI jadi dilaksanakan, lalu masyarakat menjadi korban. Masyarakat asli daerah ini harus dilindungi dari berbagai sisi kehidupan. Mereka jangan sampai termarjinalkan. Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu mempertajam wacana ini sehingga sistemnya jelas bila rencana tersebut dilaksanakan," ujarnya.

Palangka Raya menuju ibu kota pemerintahan Indonesia, dilihat dari berbagai asumsi dan argumentasi agaknya dimungkinkan dilakukan, dengan memperhatikan aspek kultural masyarakat yang selama ini hidup harmonis, rukun dan damai. Wacana yang kini bergulir lagi tersebut akan terwujud sesuai rencana manakala tujuannya untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama. (S019/Z002)

Oleh Saidulkarnain Ishak
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011