Daerah belum banyak laporan, baru dari Tulungagung dan Sumatera Barat
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim B Yanuarso mengatakan laporan hepatitis akut yang dialami pasien di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, dan Sumatera Barat belum dikriteriakan sebagai probable.

"Pada Senin (9/5), dari daerah belum banyak laporan, baru dari Tulungagung dan Sumatera Barat, tapi itu belum masuk kriteria probable karena belum memenuhi persyaratan. Masih diselidiki," kata Piprim B Yanuarso dalam konferensi pers secara virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan investigasi kasus tersebut dilakukan IDAI dan Kemenkes RI dengan melibatkan tim dari Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) untuk mengetahui kemungkinan infeksi virus lain seperti Hepatitis A, B, C, D, E atau lainnya.

Ia mengatakan kasus hepatitis akut yang sudah menyebar di beberapa negara, termasuk Indonesia, belum diketahui penyebabnya, sehingga masyarakat diimbau perlu mengenali gejala penyakit tersebut untuk deteksi dini.

Piprim mengatakan gejala hepatitis akut bisa berupa perubahan warna urin menjadi gelap dan atau fesesnya pucat. Pada tahap lebih lanjut bisa terdapat kuning pada mata dan pada kulitnya.

"Kemudian bisa terjadi gejala gatal, bisa disertai nyeri sendi, atau pegal-pegal, mual dan muntah atau nyeri perut. Kemudian anak merasa lesu, lelah lemah dan kehilangan nafsu makan," katanya.

Kemudian bisa juga disertai gejala diare, serta gejala yang berat disertai dengan penurunan kesadaran dan juga kejang-kejang. Pada pemeriksaan laboratorium, bisa didapatkan peningkatan hasil SGOT dan SGPT yang bisa mencapai lebih dari 500 unit/liter atau lebih dari 10 kali dari nilai normal.

Baca juga: UNICEF: Imunisasi lengkap dan PHBS penting cegah hepatitis akut

Baca juga: Menkes: Suspek hepatitis akut di Indonesia ada 15 kasus


"Kami mengimbau, langkah selanjutnya untuk masyarakat pertama agar tetap tenang, tidak panik namun tetap waspada dan hati-hati," ujarnya.

Untuk mencegah penularan infeksi, masyarakat harus rajin mencuci tangan pakai sabun atau dengan cairan disinfektan. Meminum air bersih yang matang, makan makanan bersih dan matang sepenuhnya, membuang tinja atau popok sekali pakai pada tempatnya. Gunakan alat makan sendiri-sendiri, memakai masker, dan menjaga jarak.

"Untuk deteksi dini, apabila menemukan anak-anak dengan gejala seperti mual, muntah, diare, nyeri perut, kuning pada mata, penurunan kesadaran, kejang, lesu dan demam tinggi, agar diperiksa di fasilitas pelayanan kesehatan terdekat," katanya.

Sedangkan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban melalui Twitter @ProfesorZubairi menyampaikan bahwa kasus hepatitis akut tidak ada kaitannya dengan vaksin COVID-19 atau long Covid.

"Hipotesis ini tidak didukung data, karena sebagian besar anak-anak yang terkena hepatitis misterius ini justru belum menerima vaksinasi COVID-19," katanya.

Zubairi menyampaikan kasus di Alabama, dari sembilan anak-anak, tak satu pun dari mereka memiliki riwayat infeksi COVID-19, dan tidak menerima vaksin. Menurutnya, dari data juga diketahui bahwa angka kejadian Long Covid pada anak amat jarang. Di Indonesia, dari tiga kasus, semuanya diketahui negatif COVID-19 dan satu komorbid.

Untuk mencegah infeksi, Zubairi mengajak masyarakat menjaga kebersihan. "Kebersihan tangan adalah garis pertahanan pertama penyebaran penyakit ini. Jaga kebersihan rumah, kantor, dan prioritaskan praktik kebersihan yang baik kepada anak-anak. Tetap waspada," ujarnya.

Baca juga: Menko PMK: Pencarian penyakit berpotensi mewabah dilakukan pasif-aktif

Baca juga: IDAI ingatkan waspadai gejala pada anak antisipasi hepatitis akut


 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022