London (ANTARA News) - Keberhasilan kerjasama antara Uni Eropa dan ASEAN dalam manajemen krisis ditunjukkan melalui kesuksesan Aceh Monitoring Mission menjadi modal dalam mengembangkan konsep dan operasionalisasi diplomasi preventif ASEAN Regional Forum (ARF).

Hal itu terungkap dalam ASEAN Regional Forum (ARF) High-Level Workshop on Confidence Building Measures and Preventive Diplomacy in Asia and Europe yang diadakan Indoneia dan Jerman bertindak sebagai co-host berlangsung selama dua hari di Kementerian Luar Negeri Jerman, Berlin, ujar Counsellor Fungsi Pensosbud KBRI Berlin, Ayodhia GL Kalake kepada ANTARA London, Jumat.

Pertemuan yang memfokuskan pembahasan pada upaya meningkatkan dialog dan kerjasama antar organsiasi regional di Asia dan Eropa, dalam hal ini antara ARF dan Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE), untuk memperkuat pembangunan kepercayaan dan diplomasi preventif.

Partisipasi Uni Eropa dalam ASEAN Regional Forum (ARF) menunjukkan bahwa organisasi regional yang solid merupakan modal utama dalam membangun global governance yang stabil dan seimbang.

Peserta juga saling bertukar pikiran mengenai isu-isu penting diantaranya keamanan maritim, non-proliferasi MANPADS, konflik Laut Cina Selatan, dan perkembangan di Semenanjung Korea.

Mekanisme dialog ARF dalam membahas isu-isu keamanan dan stabilitas kawasan Asia Pasifik berpegang pada prinsip-prinsip diplomasi preventif antara lain mengutamakan cara-cara damai, menghindari kekerasan, cepat dan tepat waktu dalam menangani krisis, mengutamakan kepercayaan (trust), sukarela (voluntary), dilakukan melalui konsultasi dan konsensus, dan sejalan dengan hukum internasional dan aturan hubungan antar-bangsa.

Peserta mengidentifikasi secara internal ARF masih akan menghadapi berbagai tantangan, misalnya adanya pandangan yang berbeda dari ke-27 negara anggota ARF, perlunya meningkatkan kapasitas institusional ARF, dan mandat serta pedoman dalam mengoperasionalisasi konsep diplomasi preventif.

Partisipasi Uni Eropa sebagai anggota ARF merupakan test-case tersendiri bagi Uni Eropa, melalui ARF inilah Uni Eropa harus menunjukkan kekompakan dan solidaritas dalam bekerjasama dengan organsiasi regional lainnya.

Dalam pidato penutupan Wakil Tetap RI di ASEAN, Dubes Ngurah Swajaya menyatakan workshop ARF berlangsung efektif dan produktif dan sepakat perlunya penguatan institusional ARF dan kapasitas sumber daya manusia.

Oleh karena itu, kerjasama antara Sekretariat ASEAN dan OSCE akan diperkuat agar mekanisme ARF semakin efektif dalam pembangunan kepercayaan (CBM) dan diplomasi preventif.

Dubes Ngurah Swajaya menekankan globalisasi menimbulkan tantangan baru yang bersifat non-konvensional, seperti perubahan iklim, cyber-security, keamanan maritim, klaim territorial, selain tantangan konvensional perlu diatasi bersama seperti ancaman terorisme, non-proliferasi, serta penanganan dan mitigasi bencana.

Penguatan kapasitas ARF saat ini memiliki momentum yang tepat karena pada tahun 2015 ASEAN akan bertransformasi menjadi Komunitas ASEAN. Oleh karena itu, peranan ARF akan terus diperkuat agar sejalan dengan makin meningkatnya dimanika kerjasama ASEAN.

Penguatan kapasitas ARF didorong perkembangan positif sebagai hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-19 yaitu kesepakatan pemimpin ASEAN membentuk Institute for Peace and Reconciliation, serta diadopsinya prinsip-prinsip kerjasama East Asia Summit (EAS) berupa Declaration of the EAS on the Principles for Mutually Beneficial Relations. (ZG)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011