Frankfurt (ANTARA) - Saham-saham Jerman ditutup lebih rendah pada perdagangan Kamis waktu setempat (12/5/2022), berbalik melemah dari keuntungan selama dua hari berturut-turut, dengan indeks acuan DAX 40 di Bursa Efek Frankfurt merosot 0,64 persen atau 89,00 poin, menjadi menetap di 13.739,64 poin.

Indeks DAX 40 terkerek 2,17 persen atau 293,90 poin menjadi 13.828,64 poin pada Rabu (11/5/2022), setelah bertambah 1,15 persen atau 154,47 poin menjadi 13.534,74 poin pada Selasa (10/5/2022), dan anjlok 2,15 persen atau 293,62 poin menjadi 13.380,67 poin pada Senin (9/5/2022).

Dari 40 saham perusahaan besar pilihan yang menjadi komponen indeks DAX 40, sebanyak 15 saham berhasil meraih keuntungan, sementara 25 saham lainnya mengalami kerugian.

Bursa Efek Frankfurt terhitung sejak 20 September 2021 secara resmi memperluas komponen indeks DAX 30 menjadi 40 saham atau menjadi indeks DAX 40.

Merck KGaA, sebuah perusahaan industri farmasi dan bahan kimia global mencatat kerugian paling besar (top loser) di antara saham-saham unggulan atau blue chips, dengan harga sahamnya terperosok 5,63 persen.

Disusul oleh saham perusahaan yang memproduksi dan memasarkan peralatan dan komponen elektronik presisi multinasional Jerman Sartorius AG yang kehilangan 5,27 persen, serta perusahaan industri bahan bangunan multinasional Jerman HeidelbergCement terpangkas 4,64 persen.

Di sisi lain, Delivery Hero, perusahaan yang menyediakan layanan pemesanan dan pengiriman makanan secara daring melambung 6,10 persen, merupakan pencetak keuntungan terbesar (top gainer) dari saham-saham unggulan.

Diikuti oleh saham perusahaan yang memproduksi dan memasarkan produk-produk kesehatan dan pertanian multinasional Jerman Bayer AG yang melonjak 4,07 persen, serta perusahaan manufaktur semikonduktor Jerman Infineon Technologies AG menguat 3,12 persen.

Baca juga: Saham Prancis hentikan reli dua hari, indeks CAC 40 jatuh 1,01 persen
Baca juga: IHSG anjlok 216,36 poin, tertekan sentimen kenaikan suku bunga The Fed
Baca juga: Rupiah ditutup melemah, pasar kekhawatiran kebijakan agresif The Fed

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022