... Dari segi dokter-dokternya, Indonesia dan Malaysia kurang lebih sederajat. Boleh dikata, tidak ada dokter-dokter Indonesia yang belajar di Malaysia... Malaysia juga mengakui TKI berperan sangat penting di Malaysia...
Jakarta (ANTARA News) - Masih dalam kehangatan masalah perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia di Indonesia, sekelompok pengurus ormas Islam Indonesia bertemu saudara-saudara serumpunnya di Kuala Lumpur, menjelang akhir Oktober 2011. Pakar dari Universitas Indonesia, Prof Djoko Marinandono, membentangkan kertas kerjanya tentang perbatasan di Borneo dari perspektif sejarah. Isinya menarik karena membuka arsip-arsip lama yang masih tersimpan rapi di Jakarta.

Pada intinya adalah pengakuan perbatasan dengan menunjukkan koordinat-koordinat tertentu. Keberadaannya diakui kedua negara dan tidak bisa berubah hanya karena patoknya digeser orang.

Kertas kerja kedua dibentangkan Sapto Waluyo dari kalangan LSM yang menampilkan dinamika kedua negara dari sudut tantangan dan harapan. Isinya juga menarik,  menyangkut pencarian satu rakyat satu bahasa (digunakan 350 juta jiwa). Tantangannya dari sudut negara-bangsa, kepemimpinan nasional, informasi dan komunikasi. Harapannya pada generasi baru nanti.

Kertas kerja yang dibentangkan keduanya menarik perhatian tuan rumah seperti tampak dari sambutan tepuk tangan hadirin. Mungkin isinya dianggap baru dan penyampaiannya juga sangat menarik.

Perjumpaan bertajuk "Pertemuan Serantau Oneregion" itu sendiri sudah diselenggarakan bergantian untuk keempat kalinya. Penyelenggaranya Ikatan Setia Kawan Wartawan Malaysia Indonesia (ISWAMI). ISWAMI Indonesia dipimpin M Saiful Hadi, Pemimpin Redaksi Kantor Berita ANTARA, sementara di pihak Malaysia dipimpin Dato’ Sri Ahmad Zamzamin bin Hashim sebagai Ketua (Pengerusi) dan YB Senator Mohamad Ezam Mohd Nor, ahli (anggota) Dewan Negara Malaysia (Senator Ahli Kaukus Parlimen Malaysia-Indonesia) yang juga Timbalan Pengerusi (Wakil Ketua) Sekretariat Serantau. Peserta yang hadir sebanyak 70 orang, 20 di antaranya dari Indonesia.


Konflik-konflik Kecil

Beberapa kali konflik kecil antara sebagian rakyat Indonesia dan rakyat Malaysia memang terjadi akhir-akhir ini. Keterlibatan sebagian rakyat Indonesia terlihat, bahkan ditarik ke arah yang lebih luas: nasionalisme. Tapi rakyat Malaysia tidak terusik karena peran media massa yang terkontrol ketat. Sebaliknya, di Indonesia, tidak jarang media massa sengaja memanas-manasi situasi. Secara aturan, media massa Indonesia sangat bebas sedangkan media massa di Malaysia sebaliknya.

Selain perbatasan, tenaga kerja Indonesia (TKI) juga sering menyengat perasaan masyarakat Indonesia. Tapi pejabat di Malaysia selalu mengatakan, "Biasanya mereka menjadi korban majikan non-bumiputera (bukan orang Melayu). Majikan Melayu selalu bersaudara dengan TKI, terutama TKW." Itu juga menunjuk pada kasus-kasus yang berproses hukum sampai ke pengadilan.

Kenyataan sekarang, banyak orang Indonesia melanjutkan studi ke Malaysia dan banyak juga orang Indonesia yang berobat ke rumah-rumah sakit di sana. Belum jelas, mana lebih banyak mahasiswa Malaysia yang belajar di Indonesia ataukah mahasiswa Indonesia yang belajar di Malaysia. Tetapi banyak calon dokter atau dokter-dokter muda Malaysia yang belajar di Indonesia. Mereka magang di beberapa rumah sakit dan menempel pada beberapa dokter-dokter Indonesia yang lebih senior.

Rumah sakit di Malaysia mempunyai fasilitas teknologi tinggi yang mutakhir ditambah SDM-nya ramah tamah. Rumah sakit di Indonesia kurang fasilitas teknologi tinggi dan SDM-nya kurang ramah tamah. Dari segi dokter-dokternya, Indonesia dan Malaysia kurang lebih sederajat. Boleh dikata, tidak ada dokter-dokter Indonesia yang belajar di Malaysia.
 
Dulu, guru dan dosen Indonesia dikerahkan ke Malaysia karena Malaysia sangat membutuhkan. Konon perusahaan minyak mereka yang terkenal, Petronas pada awalnya juga belajar kepada Pertamina. Pariwisata Malaysia yang sekarang jauh lebih maju, konon memanfaatkan Joop Ave, mantan Menteri Pariwisata kita sebagai 'konsultan"-nya. Tenaga-tenaga muda yang dulu bekerja untuk PT Dirgantara Indonesia saat ini juga banyak yang bekerja di Malaysia. Industri mereka menjadi lebih maju. Malaysia juga mengakui TKI berperan sangat penting di Malaysia.

Dewasa ini harus diakui Malaysia sudah lebih maju daripada Indonesia di banyak sektor kehidupan. Mengapa sampai bisa begitu? Kita lengah. Soekarno jatuh, kekayaan alam kita masih utuh. Pemerintahan masa itu tidak menjamah kekayaan alam. Lalu Soeharto memegang kekuasaan. Hutan dan isi bumi dimanfaatkan, tapi tidak untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, seperti pesan Konstritusi Pasal 33.

Yang kaya pejabat dan pengusaha. Rakyatnya meringkuk terpuruk. Perhatikan kekuasaan dan kekayaan Pertamina yang kala itu menjadi kasir pemerintah. Sekarang tinggal sisanya. Freeport dari semula gunung menjadi danau karena tembaga dan emasnya hampir habis dikuras. Pembagian hasil tidak adil dan kerusakan lingkungan semakin berat. Limbah dibuang ke lembah sampai tumpah. Hutan hampir gundul, dan banjir terjadi di mana-mana.

Pada zaman PM Mahathir Mohammad, eksploitasi kekayaan Malaysia direncanakan secara baik. Hasilnya diinvestasikan untuk masa depan. Anak-anak diberi beasiswa ke luar negeri. Jumlah mahasiswa Malaysia yang belajar di luar negeri lebih banyak ketimbang jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri. Prasarana dibangun. Kuala Lumpur bukan taman di dalam kota, melainkan kota di dalam taman. Jalan tol di mana-mana, gedung tinggi di mana-mana. Suasananya tenang dan bersih. (bersambung)
(*) Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011