Kuala Lumpur (ANTARA News) - Menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah dan Madinah, Arab Saudi, menjadi sesuatu yang diidam-idamkan oleh seluruh umat Islam dunia. Tentu rasa syukur yang besar dipanjatkan oleh mereka yang bisa melaksanakan salah satu dari rukun Islam ini.

Perasaan senang bercampur haru pastilah juga dapat dirasakan oleh Hartati, asal Pamekasan, Madura, Jawa Timur, yang pada tahun 2012 jika tidak ada halangan pergi menunaikan ibadah ke tanah suci warga muslim dunia tersebut.

Meskipun kehidupan sehari-harinya hanyalah seorang pemulung barang bekas di Malaysia, dia akan melaksanakan niatnya itu. Dia mengaku sudah membayar ongkos naik haji pada sebuah biro perjalanan haji di kampungnya, Madura sebesar Rp61 juta dan namanya sudah tercantum akan berangkat pada tahun depan.

Hasratnya menunaikan haji ini untuk membersihkan diri karena merasa bertahun tahun lalu dia melakukan banyak dosa dan kerja tidak baik.

"Saya ingin insyaf dan tak mau tipu Tuhan lagi," kata wanita yang mengaku tidak sempat mengenyam pendidikan secara formal ini.

Bagian menarik yang perlu disimak adalah bagaimana kegigihan Hartati mengumpulkan uang untuk membayar ongkos naik haji yang diperoleh dari hasil menjual barang-barang bekas yang dikumpulkannya setiap hari selama beberapa tahun.

Dirinya sudah delapan tahun terakhir ini menggeluti profesi sebagai pemulung barang bekas. Setiap uang hasil penjualan barang bekas itu sedikit demi sedikit dikumpulkannya sampai jumlah yang diperlukan untuk menggapai niatnya menunaikan ibadah haji.

Sejak pukul 7 pagi hingga 7 sore, dia berkeliling dari satu tempat sampah ke tempat sampah yang lain untuk mencari kardus, botol plastik, ataupun barang-barang bekas lainnya yang masih bisa dijual kepada tauke penampung besar.

Dengan menggunakan gerobak dorong, dia berkeliling ke banyak tempat mulai dari kedai makanan, pertokoan, pabrik bahkan ke perumahan warga. Jika di tempat tersebut dia menemukan barang-barang yang masih terlihat bagus tentu diambilnya. Dari hasil memulung itu, dia mengaku bisa mengumpulkan uang sekitar 28 sampai 30 ringgit per hari (setara Rp81 ribu).

Kalau sedang beruntung ketika melintasi wilayah permukiman penduduk, terkadang ada warga yang memberikan barang bekas yang masih bisa dipergunakan seperti tape recorder, peralatan tukang, perkakas dapur, kipas angin bahkan televisi sering pula diperolehnya.

Biasanya kalau barang-barang yang masih bagus dan bisa dipergunakan seringkali dikirimkan kepada sanak keluarganya di kampung halaman, Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Selain jadi pemulung, dia juga berprofesi sebagai tukang pijat yang penghasilannya pun dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama Andi, suaminya yang juga seorang pemulung.

"Terkadang saya jadi tukang pijat. itu pun kalau ada yang panggil," ungkapnya tanpa merinci berapa penghasilan dari profesi yang satunya ini.

Dia dan suaminya, kini menempati sebuah bilik kecil bersama tiga kawannya yang juga bekerja sebagai pemulung di wilayah Sungai Buloh, Selangor, Malaysia.

Ibu yang memiliki empat orang anak ini, tidak pernah takut terserang penyakit meskipun dirinya tiap hari keluar masuk tempat sampah yang berbau busuk dan dihinggapi banyak lalat.

"Saya ini sudah bertahun tahun main sampah, tapi Alhamdullillah tetap diberi sehat oleh Allah," ucap wanita berperawakan besar itu.

Sebagai bentuk rasa syukurnya sebagai calon jemaah haji tahun 2012 itu, dia menyumbangkan puluhan karpet untuk masjid yang berada di sekitar rumahnya di Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Beberapa hari lalu, dia mengirimkan sembilan kardus berisikan aneka barang mulai dari selimut, karpet, gula, mainan anak-anak, gergaji hingga televisi, melalui perusahaan jasa pengiriman barang yang khusus mengantarkan dari Malaysia sampai ke pelosok di Indonesia.

"Barang-barang ini saya kirim untuk keluarga saya di kampung. Tapi untuk karpet, saya beli dari uang hasil penjualan barang bekas dan memang diperuntukkan masjid dekat rumah saya," ungkap wanita yang tahun depan akan pulang ke tanah air sebagai persiapan berangkat haji.

(T.N004/A011)

Oleh N. Aulia Badar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011