Kita bisa impor kapas dari sini lalu setelah diolah oleh industri kita mengekspor benang dan tekstil kembali ke sini,"
Jakarta (ANTARA News) - Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China, berdaganglah hingga ke Afrika.

Barangkali ini pepatah baru yang boleh dicipta untuk mengapresiasi ikhtiar keras Kementerian Perdagangan dalam menjajakan produk Indonesia ke pasar Afrika.

Tak hirau terhadap pandangan miring atas negara tujuan, jauhnya jarak juga tak menjadi halangan, niat memperluas pasar ekspor ke benua hitam tetap dilakoni.

Menteri Perdagangan Gita Wiryawan bahkan memimpin langsung misi dagang yang menempuh perjalanan belasan jam di atas udara itu. Syukurlah, segala usaha keras akhirnya terbayar. Sebuah misi dagang yang penuh kejutan, romantis dan sekaligus prospektif.

Afrika Selatan tak sekedar eksotik alam dan penduduknya tapi kawasan bermasa depan untuk berdagang.

Sedikit sisi-sisi gelap mengenainya, tak menyurutkan Mendag dan delegasi misi dagang untuk menggarap kawasan ini secara lebih serius.

Negeri kakek Nelson Mandela ini mungkin bukan lagi sekedar sebagai diversifikasi pasar tujuan ekspor seperti tujuan awalnya menjejakkan kaki ke sini. Setelah melewati beberapa pertemuan bisnis secara marathon selama dua hari di awal Desember, Gita malah ingin melebarkan misinya ke negara-negara Afrika lain dengan menjadikan Afrika Selatan sebagai pintu masuknya.

Bagi Gita, kenyataan terdapatnya 1,5 juta komunitas Cape Malay (warga Afrika keturunan Indonesia) yang ada di negara ini merupakan pasar potensial untuk mendatangkan aneka barang keperluan mereka.

Kerinduan mereka akan lezatnya mie instan Indonesia misalnya, adalah peluang ekspor yang tak boleh diremehkan.

"Saat ini konsumsi mie instan di sini meningkat lebih dari 30 persen," ungkap Mendag di sela-sela serentetan pertemuan bisnis di Johannesburg.

Angka itu, tentu saja artinya peningkatan ekspor Indonesia. Selain mie instan, ekspor karet dan kelapa sawit juga memperoleh porsi penting yang akan ditingkatkan volumenya.

Saat ini posisi ekspor Indonesia ke Afrika selatan hanya 1,4 milyar dolar AS. Sementara total Produk Domestik Bruto (PDB) kedua negara jumlahnya tercatat sebesar sekitar 1,2 triliun dolar AS. Indonesia sebesar 800 miliar dolar AS dan Afrika Selatan sebesar 380 miliar dolar AS.

Mendag berobsesi untuk meningkatkan nilai perdagangan dengan afrika selatan antara lima hingga 10 miliar dollar AS.

Untuk mewujudkan obsesi besar itu, Mendag Gita Wiryawan memandang perlunya edukasi dan promosi di kedua belah pihak.

"Saya membujuk kawan-kawan di sini untuk mempromosikan Indonesia kepada yang lain," cerita Gita.

Ia juga melakukan hal yang sama terhadap pelaku usaha di Indonesia. Menurutnya, para pengusaha di Indonesia belum banyak yang tahu tentang tersedianya banyak peluang bisnis di Afrika Selatan.

Bahkan pandangan setengah merendahkan seringkali menyertai setiap keberangkatan orang ke Afrika Selatan.

"Mau ngapain ke Afrika?" ucap Mendag berkelakar.

Ternyata banyak kejutan yang didapat di sini. Baik menteri maupun para delegasi memperoleh harapan baik bagi tumbuh-kembangnya ekspor Indonesia ke wilayah ini. Misi dagang perdana ke Afrika Selatan itu diikuti oleh delegasi yang terdiri dari perwakilan Kementerian Luar Negeri, Kadin Indonesia Komite Afrika, Indonesia Eximbank (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia / LPEI), serta enam perusahaan Indonesia.

Keenam perusahaan itu adalah Aneka Coffee Industry (Instant Coffee), Asia Pulp & Paper (Pulp and Paper), PT. Gajah Tunggal Tbk (Automotive Tires), PT. Garudafood Putra Putri Jaya (Food and Beverages), PT. Prasidha Aneka Niaga Tbk (Crumb Rubber) dan PT. Sandratex (Textile and Product Textile).

Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama antara Kementerian Perdagangan cq. Direktorat Kerjasama Pengembangan Ekspor dan Direktorat Pengembangan Ekspor, KBRI Pretoria, Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC) Johannesburg dan Standard Chartered Bank.

Saling melengkapi
Dalam konteks hubungan dagang saling melengkapi, Kadin Indonesia dalam hal ini Ketua Komite Tetap Afrika Mintardjo Halim menjelaskan bahwa Afrika Selatan kaya akan bahan baku sedangkan Indonesia memiliki banyak industri.

"Kita bisa impor kapas dari sini lalu setelah diolah oleh industri kita mengekspor benang dan tekstil kembali ke sini," terang Mintardjo.

Hanya saja ia mengharap, pemerintah Afrika Selatan dapat membebaskan bea masuk atas barang dari Indonesia yang bahan bakunya berasal dari negara ini. Komoditas lain yang bakal ditingkatkan volumenya untuk ekspor tujuan Afrika Selatan adalah kopi dan kelapa sawit.

Mengenai resiko lalu-lintas pembayaran dengan bank-bank di Afrika Selatan yang selama ini sedikit bermasalah, Mintardjo menjelaskan bahwa Bank Exim tengah mencari terobosan untuk masalah ini.

Menurut dia satu-satunya persoalan yang menjadi kendala hubungan ekspor-impor Indonesia ? Afrika Selatan adalah belum masuknya Negara berpenduduk asli kulit hitam ini dalam zona perdagangan bebas.

Namun demikian, sejalan dengan langkah Kementerian Perdagangan yang menyasar pasar Afrika sebagai diversifikasi tujuan ekspor, pihaknya mendukung sepenuhnya karena ia pun melihat peluang baik itu.

Serangkaian pertemuan bisnis dengan berbagai kalangan pelaku usaha di Kota Johannesburg telah memberi inspirasi dagang bagi bos PT Sandratex ini dan rekan-rekan pengusaha lain yang turut dalam rombongan.

Forum bisnis yang digelar Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) antara lain Round Table Discussion dengan Business Unity South Africa (BUSA) dan South African Institute of International Affairs (SAIIA).

Menteri Perdagangan Gita Wiryawan berbahagia bahwa dalam ajang temu bisnis ini sudah terjadi pembinaan jaringan pengusaha.

Begitu bersemangatnya merealisasikan hubungan dagang yang lebih intensif, Mendag hendak kembali ke negeri ini awal tahun depan dalam rangka promosi pariwisata, perdagangan dan investasi.
(A025)

Pewarta: Siti Zulaikha
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011