membiarkan WNI stateless bisa dipandang sebagai negara tidak hadir
Jakarta (ANTARA) - Program "Pasporisasi" yang dicanangkan Pemerintah melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah mendapat dukungan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

"Dalam perspektif HAM, program Pasporisasi layak didukung, karena membiarkan WNI stateless bisa dipandang sebagai negara tidak hadir, dan itu bisa dipandang sebagai pelanggaran HAM,” demikian LaNyalla dalam siaran pers diterima Antara di Jakarta di Jakarta, Rabu.

Dia berkunjung ke Wisma KJRI di Kota Jeddah pada Selasa (17/5) bersama delegasi DPD RI dalam rangkaian kunjungan kerja ke Arab Saudi.

Konjen RI Jeddah telah melakukan pendataan dan survei terhadap WNI yang overstay dan paspor kedaluwarsa di daerah kerja KJRI Jeddah.

Pertimbangan kebijakan tersebut adalah untuk memastikan status WNI tidak punya negara (stateless).

Kepala KJRI Jeddah Eko Hartono menambahkan program "Pasporisasi" akan dimulai dengan target 10 ribu WNI di Kota Jeddah dan akan dilakukan evaluasi untuk menentukan volume selanjutnya.

“Kalau diperbesar, kami pasti membutuhkan tambahan sumber daya dari Jakarta,” kata dia.

Terkait Pekerja Migran Indonesia (PMI), Eko mengakui jumlah yang berdokumen resmi dengan yang tidak berbanding tiga kali lipat lebih banyak yang tidak berdokumen.

“Di daerah kerja KJRI Jeddah, yang non-dokumen sekitar 560 ribu, sedangkan yang berdokumen sekitar 168 ribu. Kalau di Riyadh, yang berdokumen sekitar 130 ribu,” ungkap dia.

Eko juga menyampaikan beberapa kasus yang dihadapi para PMI di Arab Saudi, khususnya di wilayah kerja KJRI Jeddah yang meliputi Mekkah, Madinah, Tabuk dan Asheer.

“Luasnya wilayah kerja KJRI memberi kendala tersendiri untuk percepatan pelayanan PMI yang mengalami persoalan. Apalagi seperti di Tabuk, yang jaraknya 1.200 kilometer dari Jeddah. Sedangkan PMI ilegal, tidak bisa menggunakan transportasi publik, sehingga harus kami jemput dengan kendaraan lewat darat,” jelas Eko.

Kemudian dari tabulasi kasus, 60 persen terkait upah yang tidak dibayar, 30 persen tidak bisa pulang, dan sisanya 10 persen kriminal dan pelecehan seksual.

“Kasus upah dan tidak bisa pulang karena paspor ditahan majikan merupakan salah satu kelemahan dari sistem Kafil yang belum tereformasi dengan baik. Dominasi majikan masih terlalu kuat,” tambah dia.

Dia meminta dukungan DPD RI untuk penguatan dukungan dari Kementerian Luar Negeri dan kementerian terkait, terutama untuk pembekalan pelatihan para PMI yang ditampung di penampungan PMI KJRI Jeddah.

Dalam kunjungan itu LaNyalla didampingi Sekretaris Jenderal DPD RI Rahman Hadi, Deputi Administrasi Lalu Niqman Zahir, dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, serta Staf Ahli Ketua DPD RI Baso Juherman.

Sementara Konjen Eko didampingi sejumlah pejabat KJRI Jeddah, di antaranya Koordinator Pelayanan Warga/Pelaksana Fungsi Konsuler-1 Neni Kurniati.

Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2022