Jakarta (ANTARA) - Pertemuan Kedua Sherpa GCRG (Global Crisis Response Group) kembali digelar dengan salah satu pembahasan mengenai pentingnya tindakan kolektif dan kolaborasi negara-negara maju dan berkembang untuk mengatasi krisis global.

Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso selaku Sherpa GCRG Indonesia bersama dengan Sherpa GCRG dari Bangladesh, Denmark, Jerman, Senegal, dan Barbados menghadiri pertemuan secara virtual yang dipimpin oleh Deputi Sekretaris Jenderal PBB, Amina J. Mohammed dan turut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), Rebecca Grynspan.

“Tindakan kolektif dan kolaborasi yang inklusif di antara negara-negara maju utama dan negara berkembang di seluruh dunia yang menjadi tujuan inti dari G20 sangat diperlukan dalam upaya mengatasi krisis global”, ujar Sesmenko Susiwijono dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

UNCTAD memandang pentingnya forum G7 dan G20 untuk mendengarkan suara dari negara-negara berkembang seperti Bangladesh, Senegal, dan Barbados. Selain itu, UNCTAD menyerukan agar Jerman dan Indonesia dapat menggalang dukungan politik melalui Presidensi G7 dan G20.

Dalam merespon krisis energi, GCRG menekankan pentingnya mencari titik temu untuk memenuhi kebutuhan energi saat ini tanpa menghambat proses transisi energi yang setara, merata dan adil. GCRG akan kembali menerbitkan Brief GCRG kedua pada minggu ke-4 Mei 2022 yang berfokus pada isu pangan dan pupuk.

GCRG juga menekankan pentingnya mendorong debt suspension initiative dan alokasi Special Drawing Rights (SDR) baru bagi negara-negara berkembang, untuk membantu krisis finansial akibat pandemi yang diperparah oleh krisis pangan, energi, dan keuangan akibat konflik Rusia dan Ukraina.

Dalam mengatasi tantangan dan krisis global, G20 melalui Working Group yang ada di dalamnya diharapkan dapat melakukan sinkronisasi dan sinergi concrete deliverables dengan inisiatif yang dibangun oleh negara anggota GCRG.

Sebagai Presidensi G20 tahun 2022, Indonesia menekankan pentingnya tindakan kolektif dan kolaborasi di antara negara-negara maju dan berkembang sebagai tujuan inti G20.

Sesmenko Perekonomian menjelaskan bahwa pada WG Environment and Climate Sustainability, anggota G20 telah mendesak negara-negara maju untuk memenuhi komitmen untuk memobilisasi implementasi pendanaan iklim. Selain itu, krisis energi yang muncul akibat konflik Rusia-Ukraina harus segera ditanggapi dengan pengembangan sumber energi alternatif.

Menyangkut isu keuangan dalam Presidensi G20 Indonesia, terdapat urgensi untuk mendorong upaya global yang terkoordinasi dalam rangka membantu negara-negara yang berjuang dengan berbagai tantangan.

“G20 sebagai forum ekonomi utama, memiliki peran sangat penting dalam mengatasi risiko global. Selain potensi krisis pangan, energi, dan keuangan global, penanggulangan inflasi juga menjadi prioritas dan harus direspon dengan kebijakan yang terkalibrasi, terencana, dan terkomunikasikan dengan baik”, tutur Sesmenko Susiwijono.

Baca juga: RI tegaskan kesiapan kerja sama atasi krisis di pertemuan Sherpa GCRG

Baca juga: Kadin terus koordinasi dengan pemerintah antisipasi krisis global


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022