Belitung (ANTARA) - Keresahan pemuda asal Belitung Timur Bahrul Ulum (23) tentang menghilangnya ikat kepala tradisional khas daerahnya mulai menemui titik terang. Selama ini, ikat kepala khas Belitung Timur selalu diidentikkan dengan milik daerah lain, salah satunya tanjak yang berasal dari melayu.

Bahrul, dalam pencariannya, menemui sesepuh daerah setempat untuk menggali salah satu identitas budaya yang mulai tenggelam itu.

Peneliti Lembaga Adat Melayu di Belitung Timur tersebut akhirnya menemukan bahwa ikat kepala khas Belitung Timur bernama Getang. Ia pun tertarik untuk mengenalnya lebih dalam.

Getang masuk ke Belitung Timur pada abad ke tujuh. Dalam sejarahnya, getang dibuat dengan bahan dasar batik Cirebon, cindai tenun, dan kain belacu dengan warna mencolok.

Menurut Bahrul, getang memiliki aneka bentuk dengan filosofinya masing-masing. Misalnya, getang cacak dengan filosofi tanduk kancil, di mana masyarakat Belitung Timur percaya bahwa kancil memiliki tanduk yang bermakna menambah wibawa.

Bahkan, pada 1960-1970an, pengantin pria di Belitung Timur mengenakan getang cacak saat resepsi yang dipercaya dapat menambah kewibawaan dan kharisma.

Selain itu, getang cacak juga digunakan oleh masyarakat yang ingin masuk ke hutan, di mana masyarakat Belitung Timur percaya bahwa dengan menggunakan getang cacak maka dapat mengusir gangguan makhluk halus.

Selanjutnya getang budor, yang diambil dari kata budu, yakni makanan berbau amis asal Kelantan. Biasanya, getang budor digunakan oleh pejabat pemerintahan. Dengan mengenakan getang budor, seorang pejabat pemerintah harus pandai menutup aibnya dengan aura positif dan kewibawaan.

Selain itu, terdapat getang bunga padi, yang pada zaman dahulu dikenakan oleh pejabat negara. Dengan mengenakan getang bunga padi, seorang harus menjaga aib yang ada di dalam pemerintahan.

Untuk membuat getang sendiri tidaklah sembarangan. Terdapat prinsip-prinsip yang perlu diterapkan, di antaranya, getang harus memiliki tapak atau pola pada bagian bawah yang mengelilingi kepala.

Getang juga harus menutup kepala dan tidak boleh terbuka di bagian atas kepala. Kemudian, getang wajib memiliki karangan atau bentuk tertentu tanpa simpul.

Bgaye

Dari hasil pencariannya itu, Bahrul kemudian mencoba menggali inovasi agar getang dapat diterima di era modern.

Salah satu yang dilakukannya adalah memodifikasi bahan dasar getang yakni batik dan cindai tenun, yang awalnya menggunakan warna mencolok, kemudian mulai berganti dengan warna yang cenderung lebih lembut.

Bahrul kemudian mulai membuat getang dengan tampilan yang lebih kekinian. Ia bahkan mengembangkan getang yang lebih eksklusif dengan bahan dasar songket. Setelah diyakini dapat diterima pasar, Bahrul kemudian membangun merek usaha bernama "Bgaye" pada Oktober 2021.

Produk ikat kepala khas Belitung Timur getang yang diproduksi oleh Bgaye Belitong. (ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta)
Bgaye dalam bahasa Belitung memiliki dua arti, yakni keren dan sombong. Nama itu dipilih untuk membangkitkan semangat Bahrul agar membuat getang yang keren dan dapat dibanggakan oleh masyarakat Belitung Timur.

Di awal perjalanannya, Bahrul mengerjakan semua pesanannya sendiri. Bermodal Rp200.000, ia berhasil menghasilkan omzet hingga Rp1 juta. Saat ini, Bahrul mampu meraup Rp5 juta hingga Rp10 juta per bulan dari hasil penjualan getang lewat pemasaran di galeri miliknya dan secara online.

Bahrul pun mulai menurunkan kebisaannya kepada tiga orang pegawai yang bekerja untuk memproduksi getang.

Tidak hanya ingin meraih cuan, dengan menjual getang, Bahrul juga bercita-cita memperkenalkan budaya khas Belitung Timur ke mata masyarakat nasional.

Gernas BBI

Getang besutan Bahrul membawanya lolos dalam kurasi Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Untuk itu, Bahrul mengikuti pelatihan selama tiga bulan sejak Februari 2022 hingga Mei 2022 untuk pengembangan usaha.

Ia mengaku, pembinaan dan pelatihan tersebut sangat bermanfaat untuk kemajuan Bgaye.

Salah satunya yakni inovasi dalam kemasan. Sebelumnya, Bahrul menggunakan kemasan plastik dalam menjajakan getang. Setelah mengikuti bimbingan Gernas BBI, ia menggantinya menjadi kemasan anyaman yang terbuat dari pohon lais.

Selain itu, ia juga dapat berinovasi untuk menekan harga modal hingga 30 persen, yang artinya dapat memperbesar margin keuntungan.

Dengan harga berkisar Rp90.000-Rp120.000, getang dari Bgaye kini dapat didapatkan lewat pasar online Blibli dan Tokopedia.

Bagi masyarakat Indonesia yang sedang berkunjung ke Belitung, getang juga dapat dijadikan oleh-oleh untuk dibawa ke berbagai daerah di Indonesia.

Cahaya Bangka Belitung

Kementerian Perdagangan melakukan kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) di Bangka Belitung dengan mengangkat tema Cahaya Bangka Belitung.

Kampanye Gernas BBI merupakan salah satu strategi dalam mendorong pelaku bisnis UMKM agar dapat bersaing baik di pasar lokal maupun global.

Pada 2022, Kemendag ditugaskan untuk mengangkat potensi unggulan Provinsi Kepulauan Babel selama tiga bulan pada Februari–Mei 2022. Pelaksanaan peluncuran Gernas BBI dilaksanakan di Pantai Tanjung Kelayang, Provinsi Kepulauan Babel pada Jumat (20/5) sore.

Untuk itu, Kemendag memiliki berbagai program untuk mendukung pelaksanaan Gernas BBI di Babel, yaitu berkolaborasi dengan beberapa perbankan, asosiasi, Dinas Perdagangan Provinsi Kepulauan Babel, komunitas, dan para pakar terkait.

Kolaborasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk buatan dalam negeri mulai dari pendampingan pengembangan produk (standarisasi, perizinan, dan perbaikan kemasan), peningkatan kapasitas usaha, pengelolaan keuangan, serta fasilitasi sertifikasi halal produk.

Baca juga: Mengenal Purunea, sedotan dari rumput liar asal Belitung yang mendunia

Baca juga: Kemendag ungkap empat strategi Gernas BBI untuk pulihkan ekonomi

 

Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022