Hong Kong (ANTARA) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Jumat sore, karena investor khawatir bahwa melemahnya pertumbuhan ekonomi global dan kebijakan moneter bank sentral yang lebih ketat dapat mengekang pemulihan permintaan bahan bakar.

Brent berjangka untuk Juli turun 59 sen atau 0,53 persen, dan diperdagangkan di 111,45 dolar AS per barel pada pukul 06.48 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk Juni turun 56 sen atau 0,5 persen, dan diperdagangkan di 111,65 dolar AS per barel.

Kontrak WTI untuk Juli yang diperdagangkan lebih aktif turun 0,8 persen menjadi 109,01 per barel.

Dana Moneter Internasional (IMF) mendesak negara-negara Asia untuk mewaspadai risiko limpahan dari pengetatan moneter.

Negara-negara Asia menghadapi pilihan antara mendukung pertumbuhan dengan lebih banyak stimulus dan menariknya untuk menstabilkan utang dan inflasi, kata Wakil Direktur Pelaksana IMF Kenji Okamura.

Sementara kebijakan bank sentral Jepang (BoJ) bertentangan dengan pergeseran global menuju pengetatan moneter, bank sentral di Amerika Serikat, Inggris dan Australia menaikkan suku bunga baru-baru ini.

Keuntungan minyak mentah telah dibatasi minggu ini, dengan Brent dan WTI sebagian besar diperdagangkan dalam kisaran sempit karena jalur permintaan yang tidak pasti. Investor, khawatir tentang kenaikan inflasi dan tindakan yang lebih agresif dari bank-bank sentral, telah mengurangi eksposur ke aset-aset berisiko.

"Jika data pertumbuhan AS terus memburuk, harga minyak bisa terjebak dalam lingkaran umpan balik pasar saham negatif," kata Direktur Pelaksana SPI Asset Management, Stephen Innes dalam catatan klien.

Di Amerika Serikat, orang Amerika kembali ke belakang kemudi, meskipun harga bahan bakar lebih tinggi, menurut laporan dari Federal Highway Administration.

Di sisi pasokan bensin, penyulingan terbesar ketiga Korea Selatan S-Oil menghentikan produksi di unit alkilasi nomor dua dan proses terkait di kilang Onsan karena ledakan.

Penutupan setelah ledakan Kamis (19/5/2022) malam yang menewaskan satu orang diperkirakan akan mempengaruhi pasokan bensin yang sudah ketat di Asia.

Analis Citi memperkirakan produksi bensin S-Oil akan "berdampak parah" dalam waktu dekat, meskipun penyuling dapat membeli alkylate untuk mempertahankan produksi.

Iran, sementara itu, mengalami kesulitan menjual minyak mentahnya sekarang karena lebih banyak barel Rusia tersedia.

Ekspor minyak mentah Iran ke China telah turun tajam sejak dimulainya perang Ukraina karena Beijing lebih menyukai diskon besar-besaran barel Rusia, meninggalkan hampir 40 juta barel minyak Iran disimpan di kapal tanker di laut di Asia dan mencari pembeli.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022