Jakarta (ANTARA) - Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Hipertensi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP PERKI) dr. Badai Bhatara Tiksnadi, MM, Sp.JP(K) mengingatkan pentingnya mengukur tekanan darah secara rutin sebelum muncul keluhan.

Pasalnya, tekanan darah tinggi atau hipertensi biasanya tidak menimbulkan keluhan sehingga saat mungkin seseorang tidak menyadari jika dia mengalami kondisi tersebut sehingga sering disebut sebagai the silent killer.

Baca juga: Faktor risiko tak terkontrol jadi alasan prevalensi hipertensi naik

"Memang, tekanan darah tinggi itu tidak ada keluhan dan sangat mungkin seseorang tidak mengetahui bahwa dia mempunyai tekanan darah tinggi. Maka, penting untuk mengukur tekanan darah sebelum ada keluhan," ujar Badai saat virtual media gathering pada Jumat.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, prevalensi hipertensi di Indonesia meningkat dari 25,8 persen pada tahun 2013 menjadi 34,11 persen di tahun 2018. Data juga menunjukkan hipertensi tak hanya terjadi pada orang lanjut usia, tapi juga pada kelompok umur di bawah 45 tahun, bahkan pada usia remaja atau dewasa muda.

Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi di otak sehingga seseorang bisa terkena stroke. Selain itu, juga dapat menyebabkan kerusakan retina mata atau retinopati, penyumbatan pembuluh darah, gagal jantung, dan gagal ginjal.

"Tekanan darah tinggi itu berarti tekanan di pembuluh darahnya tinggi. Setiap organ itu kan ada pembuluh darahnya. Apabila diberikan tekanan yang terus menerus tentu akan terjadi kerusakan," jelas Badai.

Baca juga: Tata cara ukur tekanan darah di rumah agar hasil valid

Sayangnya, lanjut Badai, sebagian orang baru menyadari dirinya mengalami hipertensi ketika kondisi tersebut sudah merusak organ penting di dalam tubuh.

"Sebagian baru sadar ketika sudah kena stroke atau sudah ada keluhan pandangan kabur, sakit dada, lemah, gagal ginjal, atau pembuluh darah di kakinya sudah menyumbat," imbuh Badai.

Oleh karena itu, Badai menegaskan hipertensi perlu dideteksi secara aktif. Menurutnya, Pengukuran Tekanan Darah di Rumah (PTDR) merupakan cara efektif untuk mengetahui tekanan darah dan mengevaluasi pengobatan.

"Kita tidak bisa mengandalkan pemeriksaan yang hanya sesekali. Kemenkes juga sudah mengeluarkan infogram agar kita lebih sering mengukur tekanan darah dengan cek sendiri di rumah," ujarnya.

Badai mengingatkan bahwa saat mengecek tekanan darah di rumah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Sebelum pengecekan, usahakan tubuh dengan posisi duduk rileks selama 2-5 menit. Pengecekan sebaiknya dilakukan 2-3 kali dengan jangka waktu satu menit untuk mendapatkan data variasi tekanan darah.

Selain itu, alat ukur tekanan darah yang dianjurkan adalah yang menggunakan manset dan dililitkan pada lengan. Pastikan juga alat pengukuran tekanan darah yang digunakan sudah tervalidasi.

"Seandainya melakukan pengukuran di rumah, cut off-nya bukan 140/90 lagi, tapi menjadi 135/85. Kalau di atas itu tandanya sudah mengalami tekanan darah tinggi," jelas Badai.

"Kemudian, pengukuran harus dilakukan rutin karena yang diambil adalah hasil rata-rata. Jika pengukuran dilakukan sesekali saja dan hasilnya 148, belum tentu dia hipertensi dan kalau sesekali diukur 120/70, belum tentu dia tidak hipertensi," imbuhnya.


Baca juga: Risiko hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia

Baca juga: Studi: Dokter desa berhasil tingkatkan pengendalian hipertensi di pedesaan China

Baca juga: Kemarin, Indonesia transisi menuju endemi hingga soal hipertensi

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022