Indonesia ini salah satu negara di ASEAN yang anggaran perlindungan sosial terhadap PDB relatif kecil.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengimbau Pemerintah untuk menambahkan alokasi anggaran perlindungan sosial dalam RAPBN 2023 demi melindungi masyarakat dari tantangan ekonomi yang lebih kompleks pada tahun depan.

"Dibandingkan fokus pada pembangunan IKN, lebih baik (pemerintah) menambah anggaran perlindungan sosial. Apalagi, Indonesia ini salah satu negara di ASEAN yang anggaran perlindungan sosial terhadap produk domestik bruto (PDB) relatif kecil," kata Bhima berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
 
Pada tahun 2023, kata Bhima, terdapat persoalan tekanan stabilitas harga pangan dan energi serta risiko munculnya tekanan terhadap daya beli masyarakat menengah ke bawah yang perlu diantisipasi oleh negara melalui anggaran perlindungan sosial.
 
Apabila melihat dari inflasi makro RAPBN 2023 dengan inflasi masih berkisar 4 persen, menurut dia, tentunya tahun depan masih ada tekanan stabilitas harga pangan dan energi.

"Ada juga asumsi minyak mentah USD80-100 per barel. Artinya, masih ada risiko tekanan daya beli bagi masyarakat menengah ke bawah dan ini harusnya ini direspons (pemerintah) dengan penambahan anggaran perlindungan sosial," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mengawal pembahasan anggaran negara agar sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Menurut Puan, DPR RI mengharapkan kebijakan fiskal pada tahun anggaran 2023 fokus pada peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan tetap berpijak pada kepentingan masyarakat, terutama rakyat kecil.

Di sisi lain, pengamat politik anggaran Uchok Sky Khadafi menilai Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan pemasukan dari sektor pertambangan di tengah kondisi ketidakpastian global.

Saat ini, kata dia, dunia tengah berfokus pada persoalan energi dan pangan sehingga penerimaan negara menjadi tidak sebanyak sebelumnya.

"Ini artinya APBN kita, kelihatannya, fiskalnya itu sempit. Penerimaannya sempit. Akan tetapi, belanja itu akan tinggi," ujar dia.

Uchok menyarankan Pemerintah berfokus pada belanja gaji pegawai dan pembiayaan program untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat dan menjaga stabilitas nasional.

"Pembangunan yang tidak penting dihentikan terlebih dahulu. Sekarang, fokus negara itu pada bagaimana untuk belanja gaji pegawai dan program atau proyek pertumbuhan ekonomi untuk masyarakat ataupun UMKM," ujar Uchok.

Baca juga: Ketua DPR sambut baik KEM dan PPKF RAPBN 2023

Baca juga: Sri Mulyani targetkan ekonomi RI 2023 tumbuh 5,3-5,9 persen

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022