Jakarta (ANTARA) - Penelitian menunjukkan semakin naik potensi penularan virus Corona maka semakin naik juga potensi munculnya varian baru yang salah satunya bisa jadi menjadi varian yang lebih menular.

Sebagai makhluk hidup, virus mempunyai kemampuan beradaptasi menghadapi tekanan lingkungan salah satunya adalah antibodi yang sudah terbentuk, virus berusaha bermutasi untuk bisa mengatasi antibodi yang dibentuk oleh vaksin atau infeksi normal.

Jadi secara teori, pelonggaran penggunaan masker di Indonesia, bisa menjadi pemicu munculnya varian-varian baru karena terbuka peluang lebih besar beberapa varian menginfeksi manusia.

Apalagi saat ini gejala terinfeksi virus corona makin ringan seolah manusia tak menyadari sudah terinfeksi. Dengan menganggap dirinya sehat, masker pun diabaikan dan tidak digunakan di ruang terbuka, peluang terinfeksi akhirnya semakin terbuka.

Definisi ruang terbuka dalam aturan pelonggaran penggunaan masker juga masih perlu diperjelas dan dipertegas, karena ada pengecualian jika muncul kerumunan maka aturan protokol kesehatannya masker menjadi wajib kembali digunakan.

Baca juga: Pengelola Ancol masih ingatkan pengunjung patuhi protokol kesehatan

Kesadaran masih tinggi

Beruntung dalam beberapa hari pasca pengumuman pelonggaran oleh Presiden Joko Widodo, kesadaran masyarakat untuk tetap menggunakan masker masih cukup tinggi. Sepanjang jalan raya Jakarta-Bogor, dan jalan utama di Cibinong dan Depok, pengendara di jalan lebih banyak menggunakan masker dibanding yang tidak.

Beberapa pengendara yang ditemui mengaku mereka tetap menggunakan masker karena masih tetap khawatir terinfeksi corona apalagi saat ini banyak yang tidak bergejala jika terinfeksi. "Lebih baik berjaga-jaga, apalagi sudah terbiasa pake masker," kata Trisno yang mengaku bekerja di wilayah Pasar Rebo, Jakarta.

Begitu masuk sejumlah minimarket, ketentuan penggunaan masker juga masih tetap ditaati, walaupun jaga jarak selama antrean kasir masih banyak diabaikan.

Usai pengumuman pelonggaran masker, Majelis Ulama Indonesia juga mengizinkan jamaah yang sehat untuk melepas masker saat shalat berjamaah masjid dan mushala. MUI mengingatkan jamaah lansia dan jamaah yang tidak sehat untuk tetap mengenakan masker selama di masjid dan mushala.

Sebenarnya kebijakan MUI itu bertolak belakang dengan imbauan tetap menggunakan masker di ruang tertutup, tetapi umat Islam menyambut gembira pelonggaran masker di masjid dan mushala itu.

Saat gelaran Jumatan, tiga hari setelah pelonggaran aturan, masih terlihat juga anak-anak muda yang tetap menggunakan masker karena kesadaran, namun mulai banyak lansia yang mengabaikannya.

Pelonggaran masker di satu sisi perlu diimbangi dengan pengetatan aturan lain seperti kewajiban cuci tangan saat masuk ruang tertutup, termasuk perkantoran dan pusat perbelanjaan.

Masih ingat di awal pandemi, begitu ketat aturan cuci tangan saat masuk kantor polisi, perkantoran dan pusat perbelanjaan. Sampai masuk kompleks perumahan, setiap tamu diminta untuk cuci tangan.

Namun dalam semester terakhir, aturan itu mulai longgar, di mana hanya sebagian kecil saja aturan itu masih ketat, bahkan di sejumlah minimarket alat cuci tangan banyak dibiarkan rusak, penyediaan hand sanitizer gratis juga mulai diabaikan.

Masker dan hand sanitizer sebenarnya sudah digaungkan sebagai gaya hidup baru saat pandemi, namun pelonggaran aturan masker dan abai pada sarana sanitasi menjadi satu kemunduran dalam menciptakan gaya hidup baru.

Baca juga: Disertai jaga jarak, pelonggaran penggunaan masker di ruang terbuka

Waktu pelonggaran

Waktu pelonggaran masker juga dinilai masih kurang tepat karena baru saja Indonesia mengalami mobilitas penduduk yang tinggi saat mudik dan libur Lebaran.

Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban, mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 setelah Idul Fitri, yang baru akan terlihat dua bulan setelah Hari Raya Idul Fitri.

Indonesia belum lama ini mengalami fenomena mudik yang dilakukan lebih dari 77 juta orang sehingga kalaupun risiko penularan sedikit tetapi mobilitas yang besar-besaran tetap saja mengkhawatirkan.

Pelonggaran penggunaan masker di tempat terbuka juga dibarengi dengan pengetatan penggunaan masker bagi lanjut usia apalagi mempunyai kormobid. Lansia akan lebih rentan terkena infeksi dari Corona sehingga harus dijaga betul prokes saat berada di luar rumah.

Pengumuman pelonggaran yang cukup mendadak itu juga membuat sejumlah daerah bingung untuk menindaklanjuti karena belum ada petunjuk pelaksanaan pelonggaran masker di tempat terbuka.

Sebagian besar Pemda akhirnya tidak membuat surat edaran baru tetapi mulai meniadakan penindakan bagi masyarakat yang tidak menggunakan masker di ruang terbuka.

Tetapi ada juga pemda yang tetap mewajibkan penggunaan masker pada area terbuka tertentu, seperti Pemkot Yogyakarta yang mewajibkan masker di kawasan wisata Malioboro.

Hampir semua kepala daerah mengingatkan masyarakat untuk tidak euforia dengan pelonggaran aturan masker karena virus Corona masih menjadi ancaman. Artinya, protokol kesehatan masih berlaku di tempat-tempat tertentu seperti terminal, stasiun kereta, kendaraan umum, ruang perkantoran dan kerumunan di tempat terbuka.

Secara global, ancaman COVID-19 memang mulai menurun walaupun ada lonjakan kasus di China dan Korea Utara.

Pada situs resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Rabu (18/5), dilaporkan bahwa perkembangan COVID-19 per pekan mulai Maret hingga tanggal 15 Mei berada dalam kondisi yang cukup stabil. Tercatat, hanya terjadi kenaikan kasus sebanyak 1 persen pada sepekan tanggal 9 hingga 15 Mei bila dibandingkan minggu sebelumnya.

Sementara kondisi di Indonesia di periode 2 sampai 8 Mei, angka positivity rate secara nasional rata-rata sebesar 0,4 persen dan dari seluruh provinsi melaporkan jumlah kasus kematian mingguan kurang dari satu per 100.000 penduduk atau sudah sangat landai.

Baca juga: Pariaman bebas kasus positif COVID-19, perkuat kebijakan lepas masker

Sudah melalui kajian

Walaupun dianggap mendadak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan bahwa pelonggaran terhadap kebijakan melepas masker di ruangan terbuka itu sudah melalui tahap pengkajian dan pengamatan kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia.

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan pelonggaran pemakaian masker itu merupakan sebuah langkah pemerintah untuk membiasakan diri masyarakat memasuki transisi ke endemi.

Selain itu juga sudah dilakukan kajian terhadap kebijakan serupa yang diterapkan di negara lain seperti Amerika, Inggris, Italia, dan Singapura.
Siti juga mengakui saat negara tersebut melakukan pelonggaran penggunaan masker terjadi peningkatan kasus, namun angkanya tidak membahayakan.

Data-data yang dikumpulkan melalui integrasi pemeriksaan laboratorium dan penggunaan PeduliLindungi juga membantu pemerintah untuk berani mengambil sikap atas pelonggaran-pelonggaran itu, apalagi penanganan pandemi di Indonesia yang terus membaik.

Kemenkes juga akan terus memantau positivity rate dan reproduction rate sebagai indikator apakah penyebaran COVID-19 masih terkendali.

Ujian dari kondisi penyebaran COVID-19 di Indonesia sebenarnya satu sampai dua pekan mendatang, karena merujuk pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, ada indikasi kenaikan angka penularan terjadi 27 - 34 hari sesudah hari raya Idul Fitri.

Semoga semua bisa menjaga diri dan tetap menjalankan protokol kesehatan agar lonjakan itu tidak terjadi.*

Baca juga: Akademisi USU: Pelonggaran aturan masker hanya di tempat tertentu

Copyright © ANTARA 2022