Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendorong agar pelaku pemerkosaan terhadap anak kandung di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, mendapatkan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Pelaku dapat dikenai Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan hukuman penjara maksimal 12 tahun," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati melalui siaran pers di Jakarta, Jumat.

Selain itu, kata dia, dapat dijatuhi pemberatan hukuman pidana berupa penambahan 1/3 dari ancaman pidananya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Menurut dia, pelaku yang dalam kasus ini ayah kandung seharusnya memberikan perlindungan dan peran sebagai orang tua. Akan tetapi, justru menghancurkan kehidupan anaknya yang merupakan penyandang disabilitas.

"Perempuan dan anak rentan menjadi korban kekerasan seksual. Kerentanan yang dialami perempuan penyandang disabilitas pun makin berlapis, satu sisi sebagai perempuan dan ditambah sebagai penyandang disabilitas," ujarnya.

Menurut Ratna, banyak kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan, khususnya perempuan penyandang disabilitas yang tidak langsung diketahui oleh pihak keluarga korban.

"Terlebih jika pelakunya merupakan keluarga (incest) dan dalam kasus ini pelakunya adalah ayah kandung," kata dia.

Ia mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong upaya pemulihan korban. Selain itu, pengasuhan bagi anak yang dilahirkan oleh korban.

Dalam kasus ini, pemerkosaan baru terungkap saat pihak keluarga menyadari ada perubahan fisik pada diri korban yang mengindikasikan kehamilan, padahal belum menikah.

Keluarga sudah mencurigai ayah korban sebagai pelaku pemerkosaan. Namun, belum memiliki bukti terkait hal tersebut.

Pada akhirnya dilakukan tes DNA terhadap anak yang dilahirkan korban.

Baca juga: UU TPKS diharapkan jadi payung hukum komprehensif lindungi kaum rentan

Baca juga: Kemen PPPA apresiasi Panja RUU TPKS komunikatif dengan pemerintah

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022