Washington (ANTARA) - Studi terbaru tentang dampak COVID-19 yang serius dan terus berlanjut pada kesehatan masyarakat menemukan bahwa gejala pasca-COVID bersifat serius dan patut diwaspadai, menurut laporan yang diterbitkan The New York Times pada Rabu (18/5).

Studi yang dilakukan FAIR Health, organisasi nirlaba yang berfokus pada biaya perawatan kesehatan dan isu-isu asuransi, menemukan bahwa 10-30 persen orang dewasa yang terinfeksi di Amerika Serikat (AS) mengalami gejala pascainfeksi yang serius.

Perpaduan kompleks dari beberapa gejala pascainfeksi itu disebut "long COVID", yang dapat bertahan selama berbulan-bulan atau lebih. Gejala-gejala itu meliputi masalah pernapasan, kelelahan ekstrem, serta masalah kognitif dan daya ingat.

"Laporan terbaru dari Kantor Akuntabilitas Pemerintah AS menyebutkan bahwa antara 7,7 juta sampai 23 juta orang di AS kemungkinan mengalami 'long COVID'," menurut artikel itu.

Menurut studi tersebut, 76 persen dari pasien "long COVID" tidak membutuhkan rawat inap saat mengalami infeksi virus corona awal.

"Itu menimbulkan sebuah pandemi masyarakat yang tidak menjalani perawatan di rumah sakit namun berakhir mengidap disabilitas yang semakin meningkat ini," kata Dr. Paddy Ssentongo, asisten profesor epidemiologi penyakit menular di Penn State, sebagaimana dikutip media AS tersebut. 

Meski masih ada banyak ketidakjelasan terkait prevalensi, penyebab, pengobatan, dan konsekuensi dari kondisi tersebut, FAIR Health memutuskan untuk menerbitkan studi itu, "mengingat urgensi" permasalahan tersebut, papar artikel itu.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2022