Jakarta (ANTARA News) - Sejak Maret negerinya telah menghadapi protes yang tak kunjung padam, dan mendekati akhir tahun 2011 pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad menghadapi tekanan bermata-dua dari sekutunya, Rusia dan Liga Arab.

Rusia, yang biasanya membela Damaskus, mengajukan tawaran bagi resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) baru yang menyerukan diakhirinya kekerasan dan jatuhnya korban jiwa di Suriah, namun tidak menyerukan dijatuhkannya sanksi.

Tindakan Moskow tersebut dipandang sebagai langkah pragmatis oleh satu negara yang kian terkucil dalam mendukung pemimpin yang dikecam banyak pihak.

Baru sekitar dua bulan sebelumnya --pada Oktober-- Rusia dan China menggunakan hak veto mereka sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk menghalangi pengesahan resolusi yang dirancang Barat yang akan mengutuk pemerintah Suriah. Alasannya ialah rancangan tersebut cuma sepihak.

Dua hari setelah Rusia melontarkan usulnya, Liga Arab, pada Sabtu (17/12), mengancam akan membawa Suriah ke PBB sehubungan dengan penindasan mematikannya atas pembangkang tapi seorang penengah Irak mengatakan, ia mengadakan pembicaraan "positif" di Suriah dengan tujuan meredam krisis sembilan bulan.

Pemerintah Presiden Bashar al-Assad memang sudah menghadapi jepitan yang kian kuat sehubungan dengan dugaan caranya menangani pengunjuk-rasa.

Sudah lebih dari dua bulan oposisi Suriah meminta agar mereka dipersenjatai dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) turun-tangan seperti yang dilakukannya di Libya.

Kubu garis keras di Washington seperti mantan calon presiden dan Senator AS John McCain telah menyerukan campur-tangan militer di Suriah. Tujuannya ialah untuk "melindungi warga sipil", persis yang alasan yang melatar-belakangi campur-tangan di Libya sehingga menggulingkan Muamar Gaddafi dan belakangan mencoreng upaya tersebut dengan terbunuhnya mantan pemimpin Libya itu pada penghujung Oktober.

Namun sehubungan dengan minimnya penghargaan terhadap nyawa manusia dan keengganan untuk mematuhi hukum tatkala perang berkecamuk --seperti yang terjadi di Irak, Palestina, Lebanon, Afghanistan, Pakistan dan negara lain-- apa sesungguhnya alasan di balik campur-tangan di Suriah?

Gerakan protes di Suriah berawal dari Daraa --yang dijuluki sebagai pusat protes anti-Bashar. Warga Daraa, yang dulu menjadi kantung pendukung bagi partai Baath --yang berkuasa di Suriah, menderita kekurangan air parah sehingga memicu proses besar-besaran terhadap pemerintah lokal dan pusat karena gagal menangani kekurangan air akut di wilayah itu.

Di situ lah sebenarnya alasan penting di balik dukungan, agitasi, dan permintaan untuk mempersenjatai warga Suriah yang menentang pemerintah oleh orang yang mensahkan "perang melawan umat manusia".

Kini, krisis Suriah mulai dari masalah krisis air berkembang menjadi krisis politik, dan menarik perhatian pihak luar, terutama mereka yang "merasa berhak mengatur dan mencampuri urusan dalam negeri di negara lain".

Pada pertengahan Desember, bahkan Rusia --yang biasanya membela Suriah-- berubah haluan dan berpaling ke Dewan Keamanan PBB. Tindakan itu membuat Moskow kelihatan tak terlalu "bandel" tapi Rusia tetap tak kehilangan pijakan bagi penentangannya terhadap sanksi atau campur-tangan militer asing di Suriah.

Tindakan Rusia diikuti oleh Liga Arab. Perdana Menteri Qatar Sheikh Hamad bin Jassem Ath-Thani memperingatkan Liga Arab akan membawa Suriah ke Dewan Keamanan PBB kalau negara Arab tersebut terus menolak untuk mengizinkan pengamat memasuki negeri itu guna memantau perlindungan bagi warga sipil.

Menteri luar negeri Arab dijadwalkan bertemu Rabu (21/12) di ibu kota Mesir, Kairo, guna membahas kemungkinan membawa rencana perdamaian Arab ke PBB, kata Ath-Thani pada akhir pertemuan di Doha, Qatar, mengenai krisis Suriah, sebagaimana dikutip AFP, Sabtu (17/12).

Bagai gayung bersambut, negara Barat pada Jumat (16/12) serta-merta bereaksi dan menekan Rusia agar mengubah usul bagi resolusi Dewan Keamanan PBB guna mengutuk penindasan Suriah, sehingga menciptakan panggung bagi perundingan keras antar-negara besar di dunia.

Namun meskipun Amerika Serikat dan negara Eropa di Dewan Keamanan telah menyatakan mereka mengingini pembicaraan, Prancis kembali menegaskan negara itu menganggap teks usul Rusia "sama sekali tak seimbang".

Amerika Serikat juga telah mengisyaratkan Washington menghendaki perubahan bagi rancangan resolusi tersebut, yang secara mengejutkan diajukan Rusia pada Kamis.

Penindasan oleh pasukan keamanan Presiden Suriah Bashar al-Assad terhadap pemrotes oposisi, menurut PBB, telah menewaskan lebih dari 5.000 orang sejak pertengah Maret.

Dan negara Barat menganggap teks yang baru diusulkan Rusia tak cukup keras bagi pemerintah di Damaskus.

Dengan peningkatan korban jiwa di Suriah, Kremlin menghadapi tekanan makin kuat agar meninggalkan pemerintah yang telah memberi Moskow tempat berpijak yang paling kuat di Timur Tengah.

Rusia dianggap melakukan langkah kecil saja pada Kamis (15/12), dengan mengedarkan rancangan resolusi yang merujuk kepada "penggunaan kekuatan secara tak layak" oleh pemerintah Suriah dan mendesak mereka agar menghentikan "penindasan atas mereka yang melancarkan hak mereka".

Singkatnya, sebagian pengulas mengatakan, Rusia memandang negara itu harus menjauhkan diri dari Bashar al-Assad di mata dunia.

Utusan Prancis di PBB Gerart Araud dilaporkan mengatakan teks Rusia tersebut "cuma manuver". Rusia "memberi kesan negara itu melakukan gerakan saat mengajukan teks yang sama sekali tak seimbang dan kosong", kata Araud sebagaimana dilaporkan AFP.

Sementara itu, redaktur jurnal Rusia Fyodor Lukyanov mengatakan kepada Reuters, "Rusia mengubah sikapnya sebab untuk sepenuhnya membela rejim Suriah tak mungkin dilakukan mengingat setiap orang menentangnya, termasuk praktis semua negara Arab."

Yang jelas, kata Lukyanov, tujuannya ialah untuk memperlihatkan Rusia mendukung penyelesaian tapi bukan menjadi pelindung pemerintah Bashar. Rusia telah menampung kelompok oposisi Suriah dalam beberapa bulan belakangan tapi telah menolak permohonan mereka agar mendesak penggulingan Bashar.

Para diplomat Rusia telah berulangkali mengatakan penentang Bashar juga ikut bertanggung-jawab atas pertumpahan darah di negeri mereka.

Resolusi yang diusulkan tersebut dengan keras mengutuk kekerasan oleh "semua pihak, termasuk penggunakan kekuatan secara tak memadai oleh pemerintah Suriah".

Usul itu, yang salinannya diperoleh oleh AFP, juga menyampaikan keprihatinan mengenai "pasokan senjata secara tidak sah kepada kelompok bersenjata di Suriah".

Resolusi tersebut memiliki pendukung di Dewan Keamanan. Duta Besar India di PBB Hardeep Singh Puri diberitakan mengatakan itu "hanya lah jenis resolusi yang kami katakan kami akan dukung". Tapi ia mengakui banyak negara telah mengusulkan perubahan.


Peningkatan Tekanan

Negara Barat menyatakan rancangan Rusia sendiri melancarkan "upaya yang tak bisa diterima" untuk mengarahkan tudingan yang sama kepada pemerintah dan penentangnya.

Utusan AS dan Eropa telah berkeras bahwa penindasan oleh pasukan keamanan pemerintah dan serangan oposisi "tak bisa ditempatkan di posisi yang sama".

Mereka menyatakan harus ada pengutukan yang lebih kuat terhadap pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah Bashar dan dukungan lebih kuat bagi aksi Liga Arab terhadap Suriah, termasuk semua sanksinya.

Namun semua negara Barat telah menekankan mereka "mengingini perundingan".

Ada dugaan bahwa alasan utama Rusia mengajukan teks usulnya ialah laporan pada pekan kedua Desember oleh Kepala Hak Asasi Manusia PBB Navi Pillay, yang mengatakan jumlah korban jiwa selama sembilan bulan protes melebihi 5.000 dan aksi Suriah "dapat menjadi kejahatan terhadap umat manusia".

Pada Jumat (16/12), 19 lagi warga sipil tewas di seluruh Suriah, kata para pegiat, di tengah pawai massal guna mengecam kegagalan Liga Arab untuk melakukan tindakan lebih keras.

Duta Besar untuk PBB Prancis Gerard Araud menduga Rusia telah merasakan tekanan masyarakat internasional, terutama setelah laporan mengejutkan Navi Pillay.

Untuk jangka panjang, Rusia dipandang menyelamatkan taruhannya dalam permainan yang hasilnya tidak jelas.

Suriah telah menjadi klien utama penjualan senjata Rusia dan tuan rumah bagi instalasi pemeliharaan Angkatan Laut Rusia di pantai Laut Tengah --pos terdepan langka bagi militer Moskow di luar negeri.

Bashar al-Assad telah menjadi sekutu paling dekat yang dimiliki Rusia di wilayah tempat satu tahun kerusuhan telah memukul upayanya untuk membangun pengaruh politik dan ekonomi.

Tetapi, pemulihan status quo pra-protes di Suriah, hasil terbaik bagi Rusia akan menjadi penyelesaian melalui perundingan, terutama jika Moskow dapat meraih nilai.

Itu akan menjadi kemenangan politik besar bagi Rusia di panggung dunia dan akan membantunya meraih pembelian di Suriah pada masa depan, sesuatu yang akan lepas dari genggaman jika penentang Bashar berjaya.

Namun Rusia juga diperkirakan akan bertahan menentang sanksi selama negara tersebut dapat melakukannya, strategi yang mungkin didukung oleh rancangan resolusi Dewan Keamanan.

Setiap gerakan pada masa depan tampaknya akan dilakukan secara bertahap sebab Kremlin khawatir perubahan tajam mengenai Suriah akan dipandang sebagai tanda kelemahan di wajah Barat. Kondisi itu tak bisa diterima sementara Perdana Menteri Vladimir Putin bersiap menghadapi pemilihan presiden pada Maret tahun depan.

Rusia menarik garis mengenai Suriah setelah menyuarkan kemarahan sehubungan dengan serangan udara NATO yang membantu gerilyawan Libya menggulingkan Muamar Gaddafi dan belakangan bahkan menewaskannya.

Moskow telah membiarkan operasi NATO ebrlangsung dengan abstein dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB yang mensahkannya. Tapi belakangan Rusia menuduh perhimpunan Barat terlalu melampaui mandatnya "untuk melinduni warga sipil".

Putin mempersamakan resolusi itu dengan "seruan abad pertengahan bagi perang salib", dan dalam satu acara tayang-bincang di televisi pada Kamis (15/12) ia sekali lagi menyerang Barat dalam kasus Libya. Ia menyatakan Gaddafi telah diburu hingga tewas oleh pesawat tanpa awak Amerika dan pasukan khusus NATO yang membela pemberontak.

Namun ia tak banyak bicara secara terbuka mengenai Suriah, sehingga membuka kemungkinan mengenai perkembangan sikap Rusia.

Untuk sekarang, mengusulkan resolusi, sekalipun usul yang dikatakan negara Barat memerlukan perubahan, memperkuat peran Rusia dalam perjuangan bagi dihasilkannya satu resolusi. Rancangan teks Rusia menyerukan penempatan pengamat berdasarkan rencana Liga Arab yang telah didukung oleh Moskow.

Dalam satu tanda bahwa Rusia mengingini pengaruh semacam itu, Moskow telah berulangkali menyatakan Rusia dan mitranya di BRICS --China, Brazil, India dan Afrika Selatan-- juga bisa mengirim pemantau jika diminta.

Meskipun demikian pintu harapan tak sepenuhnya tertutup bagi Suriah. Penasihat Keamanan Nasional Irak Falah al-Fayadh, Sabtu (17/12), mengatakan ia akan pergi ke markas Liga Arab di Kairo, Mesir, setelah mengadakan pembicaraan "positif" dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam upaya mengakhiri kebuntuan mengenai rencana perdamaian Liga Arab.

Gagasan tersebut bertujuan membuka dialog antara oposisi dan pemerintah Suriah guna mencapai hasil yang memuaskan kedua pihak, kata Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki, Kamis (15/12), kepada AFP. (C003/Z002)

Oleh Chaidar Abdullah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011