Jakarta (ANTARA News) - Kapal milik PLN sepanjang 63 meter, berbobot mati 2.500 ton itu telah teronggok selama tujuh tahun di balik pemukiman di tengah lapangan luas di Desa Punge Blangcut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh, dan tak pernah lagi berlayar.

Tugasnya sebagai pembangkit listrik lepas pantai itu telah beralih fungsi menjadi monumen sejak dihempaskan gelombang tsunami sejauh 3km ke darat pada 26 Desember 2004 silam.

Kapal yang saat jayanya bernama PLTD Apung 1 dan kini sudah penuh karat tersebut, menjadi saksi bisu kedahsyatan tsunami kala itu, tsunami yang meluluh-lantakkan Aceh dan menelan seratusan ribu warganya.

Tak jauh dari sana, kapal lain yang disebut "Bahtera Nuh" bahkan masih bertahta di atas sebuah rumah di Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh. Ini merupakan pemandangan langka yang tetap dipertahankan Pemerintah Kota untuk mengenang musibah tersebut.

Meski tsunami pernah menorehkan luka mendalam di Aceh, namun Aceh tampaknya tak ingin larut dalam kesedihan yang terlalu panjang. Aceh kini terus menggeliat dan rajin bersolek.

Peradaban yang hancur terkoyak itu kini tak tampak lagi. Karena yang terlihat adalah jalan-jalan beraspal yang mulus dengan berbagai bangunan baru di sepanjangnya.

Kedua aset sisa tsunami itu justru diharapkan menjadi modal untuk menarik kunjungan wisatawan ke Banda Aceh, wisatawan yang bertamasya sambil mengenang peristiwa dahsyat di masa silam.

Museum Tsunami
Selain kedua bukti kapal tadi, Museum Tsunami Aceh bernama "Rumoh Aceh Escape Building Hill", di Jalan Sultan Iskandar Muda juga penting untuk dikunjungi jika ingin berwisata sambil mengenang tsunami Aceh.

Bangunan megah di areal 10.000 m2 dan diresmikan pada 2008 itu mengambil ide dasar rumah tradisional Aceh yang berpanggung, dengan eksterior yang mengekspresikan keberagaman budaya Aceh.

Museum ini memiliki "escape hill", sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai salah satu lokasi penyelamatan terhadap datangnya tsunami serta ruang yang disebut `The Light of God` yang berbentuk sumur silinder menyorotkan cahaya ke atas lubang dengan tulisan arab "Allah?",dimana dinding sumur silinder dipenuhi nama para korban.

Jika ingin mengenang korban dan kepiluan masa-masa peristiwa tsunami, kuburan massal Ulee Lheu tempat dimakamkannya 14.264 korban tsunami bisa juga dikunjungi.

Sebelum tsunami kuburan ini merupakan Rumah Sakit Umum Meuraksa, namun rusak parah oleh tsunami. Halamannya lalu dijadikan pemakaman massal bagi korban Tsunami.

Kuburan massal lainnya ada di kawasan Lam Baro di dekat jalan menuju Bandara Sultan Iskandar Muda. Di areal ini dimakamkan sebanyak 26 ribu lebih korban tsunami.
(D009)

Pewarta: Dewanti Lestari
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011