Tampaknya Obama telah lupa bahwa wilayah udara kami telah dilanggar, operasi mata-mata dilakukan dan hukum internasional diinjak-injak,
Jakarta (ANTARA News) - Sepandai-pandai tupai melompat sekali waktu jatuh juga! Itu lah yang terjadi pada pesawat tanpa awak milik AS di Iran; sekalipun sudah dilengkapi dengan teknologi "siluman", toh, pesawat canggih tersebut bisa dipaksa turun oleh Iran.

Dan jatuhnya pesawat milik CIA di Iran pada penghujung 2011 telah membuka kedok apa yang Badan Intelijen Pusat AS lebih suka sembunyikan: kegiatan mata-mata aktif di negara tempat Amerika Serikat tak memiliki wakil resmi.

CIA dan militer AS menghadapi masalah keamanan serius dengan Iran, jika cerita seorang insinyur Iran terbukti benar. Dalam percakapan dengan Christian Science Monitor (CSM), insinyur tersebut memberi perincian bagaimana satu tim ahli dari negerinya meretas navigator GPS pesawat tanpa awak AS dalam upaya menangkapnya. Itu adalah pesawat tanpa awak yang dikatakan oleh pemerintah AS "telah mendarat di wilayah Iran pada awal Desember gara-gara adanya kesalahan".

Para ahli Iran dilaporkan mengetahui bahwa titik paling lemah pesawat tanpa awak RQ-170 Sentinel adalah GPSnya, melalui penelitian atas beberapa pesawat tanpa awak yang telah dijatuhkan pada September.

Dengan menggunakan pengetahuan itu, mereka merancang perangkap buat satu pesawat tanpa awak yang sedang melakukan pengintaian di negeri tersebut.

Caranya ialah "dengan menggunakan suara (yang membuat macet) terhadap saluran komunikasi, kami memaksa memasuki autopilot pesawat. Ini lah tempat pesawat tersebut kehilangan otaknya", kata insinyur itu sebagaimana dikutip.

Tim ahli Iran tersebut cuma memprogramnya untuk "membuat pesawat itu mendarat sendiri di tempat yang mereka ingini". Insinyur tersebut menyatakan seluruh proses itu semudah meretas akun Google. Serangan tersebut akhirnya membuahkan hasil, sehingga kendaraan tanpa awak itu mendarat di Iran dan bukan di pangkalannya di Afghanistan.

Satu studi pada 2003 mengenai kerentanan GPS menunjukkan militer AS telah mengetahui masalah tersebut selama satu dasawarsa. Kalau RQ-170 yang kini dikuasai Iran memang diretas, itu berarti kerentanan tersebut perlu diperbaiki.

Itu bukan untuk pertama kali keamanan pesawat tanpa awak milik AS terancam: pada 2009, beberapa rekaman video yang dikirim oleh pesawat "stealth" tanpa awak ke stasiun pemantau darat mereka dicegat oleh gerilyawan Irak.

Dan awal tahun ini, satu virus telah menyerang bukan hanya satu tapi seluruh pesawat tanpa awak tersebut.

Pada Ahad (4/12) Iran menyatakan telah merontokkan pesawat tanpa awak AS dan pada Kamis (8/12) Teheran menayangkan gambar pesawat tanpa awak yang dijatuhkannya, yang kelihatan masih utuh. Seseorang yang mengetahui situasi itu mengkonfirmasi pesawat tanpa awak yang ditangkap tersebut sedang menjalani misi pengintaian di wilayah Iran.

Pesawat itu "diduga oleh pemiliknya telah jatuh karena adanya gangguan dan bukan ditembak atau peretasan komputer oleh orang Iran".

Meskipun ada risiko Iran dapat berusaha mengubah teknologinya, atau menjualnya ke negara lain, seperti China, para pejabat AS percaya Iran "takkan bisa mengaduk-aduk sistem komputer pesawat tanpa awak tersebut untuk mempelajari perincian misi pengintaian AS".

Pengintaian oleh AS terhadap Iran melalui beragam cara dilaporkan telah berlangsung selama bertahun-tahun. Seorang ahli pertahanan AS mengatakan kepada media transnasional bahwa ketika ia mengunjungi pusat komando di satu pangkalan militer AS di wilayah Teluk pada 2008, jelas bahwa instalasi itu menerima banyak masukan ifnormasi pengintaian elektronik dari dalam Iran.

Sebagian keterangan tersebut tampaknya dipancarkan dari pesawat yang terbang tinggi dan sebagian sensor elektronik yang entah bagaimana telah dipasang AS di daratan Iran, kata ahli itu.

Amerika Serikat tak memiliki kehadiran resmi di Iran, jadi sulit untuk memastikan apa yang terjadi di dalam perbatasan negara Persia tersebut.

Ledakan di Isfahan
Pada 28 November, beredar laporan yang saling bertolak-belakang mengenai Iran; apakah ledakan telah terjadi di Isfahan, yang juga menjadi lokasi instalasi-nuklir utamanya sekitar 340 kilometer di selatan Teheran, ibu kota Iran.

Presiden Institute for Science and International Security,David Albright mengatakan kepada AFP belum lama ini bahwa ia telah mempelajari gambar mengenai daerah itu dan tak ada kerusakan yang dideteksi di lokasi nuklir Isfahan. Namun ia mengatakan, "Ada keterangan yang dapat dipercaya bahwa terjadi satu ledakan, tapi bukan di tempat nuklir."

Menurut dia, ada teka-teki bahwa orang Iran dengan jelas mengatakan ledakan di satu gudang rudal dua pekan sebelumnya adalah kecelakaan, tapi tak memberi penjelasan serupa mengenai Isfahan. Albright menyatakan ia sedang berusaha memastikan apa yang terjadi."

"Ledakan terjadi di Iran, dan Iran tak membuatnya jadi berita besar. Mereka menyebut itu sebagai kecelakaan atau mengatakan semuanya tak terjadi, dan oleh karena itu ada dugaan bahwa mungkin saja dinas intelijen sesungguhnya melancarkan sabotase," kata Albright sebagaimana dikutip.

Dalam peristiwa 12 November, Iran menyatakan ledakan besar di satu pangkalan militer di sebelah barat Teheran menewaskan 17 anggota pasukan elit Korps Pengawal Revolusi Islam, termasuk kepada program rudalnya, dalam satu kecelakaan saat senjata sedang dipindahkan.

Ketika beredar kabar bahwa peristiwa tersebut tampaknya ditujukan terhadap program nuklir Iran, banyak ahli seringkali mempertanyakan apakah agen dinas intelijen AS dan Israel melancarkan kegiatan.

Iran juga diduga melancarkan operasi rahasia terhadap Barat. Baru-baru ini, Amerika Serikat menangkap seorang lelaki yang dituduh terlibat dalam satu rencana oleh agen Iran untuk membunuh duta besar Arab Saudi di Washington.

Pemerintah AS juga menuduh Iran mempersenjatai dan mendanai anggota milisi Irak yang bertanggung jawab menyerang tentara Amerika di Irak.

Para pejabat AS tampaknya tak peduli dengan kecelakaan pada program rudal dan nuklir Iran yang meliputi virus komputer Stuxnet, yang menyerang mesin sentrifugal di lokasi nuklir Natanz.

"Apakah itu gara-gara kesulitan teknis, ketidakmampuan, atau alasan lain, kemunduran pada kegiatan Iran disambut baik," kata seorang pejabat AS yang tak ingin disebutkan jatidirinya sebagaimana dikutip kantor berita trans-nasional.

Mesti minta maaf
Sementara itu, Presiden AS Barack Obama dipandang mesti meminta maaf karena mengirim pesawat mata-mata ke wilayah Iran dan bukan memintanya dikembalikan setelah pesawat tersebut dijatuhkan oleh para ahli Iran.

Dalam satu taklimat baru-baru ini, Obama mengatakan, "Kami telah meminta pesawat itu dikembalikan. Kami akan melihat bagaimana para pejabat Iran menanggapinya." Sementara itu, para pejabat Iran sudah mengatakan mereka takkan mengembalikan pesawat tanpa awak tersebut.

"Tampaknya Obama telah lupa bahwa wilayah udara kami telah dilanggar, operasi mata-mata dilakukan dan hukum internasional diinjak-injak," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast pada suatu taklimat sebagaimana dilaporkan Reuters awal Desember.

"Bukannya minta maaf secara resmi karena pelanggaran yang telah mereka lakukan, ia malah mengajukan tuntutan semacam itu. Amerika harus tahu bahwa pelanggaran terhadap wilayah udara Iran dapat membahayakan keamanan dan perdamaian dunia," katanya.

Menteri Pertahanan Iran, Ahmad Vahidi mengatakan kepada kantor berita IRNA, "Pesawat tanpa awak AS menjadi properti Republik Islam Iran. Teheran akan memutuskan apa yang ingin dilakukannya mengenai ini."

Sementara itu parlemen Iran mengeluarkan resolusi yang menyebut penyusupan pesawat tanpa awak tersebut sebagai bukti terorisme internasional dan pelanggaran nyata terhadap hukum internasional oleh agresor Amerika.

Iran sudah menyampaikan keluhan atau keberatan ke Dewan Keamanan PBB mengenai penyusupan tersebut, dan menyerukan tindakan guna mengakhiri aksi berbahaya yang melanggar hukum itu.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional NATO (ISAF) di Afghanistan mulanya menyatakan pesawat tersebut "mungkin adalah pesawat pengingtai tanpa senjata milik AS yang hilang selama satu misi di wilayah udara Afghanistan barat".

Tapi seseorang yang mengetahui situasi itu telah mengatakan kepada Reuters di Washingtonbahwa pesawat tersebut sedang melakukan misi pengintaian di wilayah udara Iran.

Masalah pesawat tanpa awak hanyalah peristiwa paling akhir yang menambah ketegangan antara Iran dan Barat, khususnya Amerika Serikat, yang menuduh Republik Islam itu "berusaha mengembangkan senjata nuklir", tuduhan yang telah berulangkali dibantah oleh Teheran.

Pada Desember, pengadilan Iran telah mengajukan dakwaan terhadap 15 orang yang tak disebutkan jatidiri mereka dan ditahan karena dicurigai melakukan kegiatan mata-mata buat Amerika Serikat dan Israel, demikan laporan kantor berita resmi Iran, IRNA.

Iran pada Mei menyatakan Republik Islam tersebut telah menangkap 30 orang yang dikatakannya melakukan kegiatan mata-mata buat Amerika Serikat. Orang yang melakukan kegiatan mata-mata di Iran dapat diganjar hukuman mati.

Sementara itu pada 29 November, sebagai reaksi atas diperketatnya sanksi ekonomi terhadap Iran, kaum muda yang berhaluan keras di Iran menyerbu Kedutaan Besar Inggris di Teheran. Akibatnya ialah London menarik semua stafnya dan menutup misinya tersebut.

Di Amerika, para calon presiden dari partai Republik telah meningkatkan retorika mengenai kemungkinan serangan militer terhadap Iran, tindakan yang dikatakan Israel mungkin dilancarkannya sebagai "pilihan terakhir" guna menghentikan Iran membuat bom nuklir.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Republik Islam Iran, Ramin Mehmanparast, mengatakan, "Lebih baik mereka tak menggunakan istilah seperti `semua pilihan ada di meja`." Ia merujuk kepada ungkapan yang seringkali digunakan oleh para pemimpin AS dan Israel mengenai pilihan militer.

"Ungkapan itu sudah terlalu sering digunakan sehingga jadi membosankan," katanya.
(C003/A011)

Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011