Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Yayasan Baileo Maluku memperkuat perlindungan dan penguatan masyarakat hukum adat  dan masyarakat lokal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Muhammad Yusuf dalam rilis di Jakarta, Senin, menjelaskan kerja sama dengan Yayasan Baileo Maluku memiliki peran strategis karena secara nyata telah mendukung pemerintah dalam upaya penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat (MHA) di lapangan khususnya di wilayah kerjanya di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.

"Sebaran keberadaan MHA dan masyarakat lokal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang belum semua teridentifikasi dan belum terlegitimasi menjadi tantangan kita bersama baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun mitra," ujar Yusuf.

Yusuf menambahkan, Yayasan Baileo merupakan mitra yang memfokuskan kegiatannya pada penguatan dan pemberdayaan MHA dan secara nyata memiliki eksistensi dan pengalaman di lapangan bersama MHA dan Masyarakat Lokal di Maluku dan Maluku Utara.

Dengan demikian, lanjutnya, maka mereka berperan penting dalam menyosialisaikan kebijakan pemerintah tentang MHA dan diharapkan dapat direplikasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil lainnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Baileo Maluku Junus Jeffry Ukru menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap dukungan dan fasilitasi yang diberikan serta siap mendukung Ditjen PRL dalam penguatan, pendataan, inisiasi dan proses tahapan legalisasi MHA.

“Yayasan Baileo Maluku secara konsisten telah melakukan program-program pemberdayaan MHA dan siap memperluas cakupan kerja sama selain di Maluku dan Maluku Utara,” ungkap Junus.

Selain kerja sama tersebut, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Ditjen PT) bersama Global Environment Facility (GEF) 6 Coastal Fisheries Initiative (CFI) juga telah menyosialisasikan kearifan lokal berbasis adat sasi label di Makassar, Sulawesi Selatan. Serupa dengan ecolabelling lainnya, sasi label dimaksudkan sebagai upaya mendukung kebijakan perikanan tangkap yang berkelanjutan.

Menurut Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen PT, Ridwan Mulyana, sasi label merupakan kearifan lokal berbasis adat yang berperan untuk keberlanjutan sumber daya ikan. Praktik sasi dalam perlindungan sumber daya alam pesisir mampu melahirkan semangat konservasi masyarakat adat menjaga dan melestarikan sumber daya ikan dan ekosistemnya.

“Sasi melahirkan para pegiat lingkungan hidup yang menyeimbangkan sistem sosial ekonomi ekologi dan budaya yang harmonis, visioner dan egaliter. Ini sejalan dengan kebijakan penangkapan ikan terukur untuk menyeimbangkan ekologi dan juga ekonomi,” ujarnya.

Sasi mengatur masyarakat pesisir untuk tidak mengambil hasil laut yang ditentukan di suatu wilayah adat dalam jangka waktu tertentu hingga ritual pembukaan sasi tiba.

Disebutkan, dengan ada sasi label akan tersedia produk perikanan yang telah memenuhi ketentuan perikanan berbasis ekosistem dan juga kriteria sosial tertentu, serta secara tidak langsung, akan menstimulasi inovasi produk perikanan yang berkelanjutan, sehat dan menciptakan rantai nilai melalui skema proses produksi baru.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan keberlanjutan sumber daya ikan menjadi upaya untuk membuat laut Indonesia sehat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat maupun nasional.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022