Jakarta (ANTARA) - Dari 34 provinsi di Indonesia, Bangka Belitung merupakan produsen lada terbesar sepanjang tahun, yakni 33,8 ribu ton. Jumlah tersebut setara dengan 37,6 persen dari total produksi lada di Indonesia.

Bukan hanya sebagai penghasil lada terbesar, Bangka Belitung juga menghasilkan rempah yang dijuluki king of spice tersebut dengan aroma dan rasa terbaik.

Betapa tidak, lada dari Bangka Belitung memiliki nilai piperine 5,8-7,2, yang lebih tinggi dibandingkan lada dari daerah Indonesia lainnya yang hanya 2,8-3,2.

Piperine adalah senyawa aktif dalam biji lada dan menentukan tingkat kepedasan dari biji lada. Semakin tinggi nilainya, maka tingkat kepedasannya akan semakin terasa dan aromanya makin kuat.

Keunggulan lada yang ada di Bangka Belitung tersebut dilihat sebagai peluang usaha bagi Vivi Widyana (41), yang sejak kecil seringkali ikut ayahnya ke kebun lada miliknya.

Vivi kecil kemudian menyaksikan sang ayah menjalankan usaha perkebunan lada seluas 10 hektare di Desa Air Nangka, Belitung. Ia bahkan menyaksikan bahwa ketika masa tanam, harga lada boleh dibilang sangat tinggi. Namun, hal sebaliknya terjadi saat masa panen, di mana harga lada merosot tajam.

Vivi bahkan melihat sendiri bagaimana ayahnya sempat merasakan kebangkrutan dari usaha perkebunan ladanya itu. Setelah lulus sekolah bidang marketing, Vivi kemudian terpikir kerap berkumpul dengan rekan-rekannya untuk makan bersama.

Salah seorang teman kemudian merekomendasikan satu lada hitam merek impor untuk disajikan dalam makan bersama itu. Sebagai anak petani lada, Vivi merasa kecewa dan ingin sekali mengedukasi bahwa lada terbaik ada di Bangka Belitung.

Untuk itu, pada 2015 Vivi mulai merintis usaha untuk meningkatkan nilai tambah lada unggul yang ditanam di tanah kelahirannya.

Vivi mulai belajar soal bagaimana menghasilkan lada dengan kualitas yang memenuhi standar internasional. Di antaranya, yakni Certificate of Analysist (COA) dan Analisis bahaya dan pengendalian titik kritis atau Hazard analysis and critical control points (HACCP).

COA didefinisikan sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh Quality Assurance yang menegaskan produk yang diatur memenuhi spesifikasi produknya. Dokumen ini biasanya berisi hasil aktual yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan sebagai bagian dari kontrol kualitas suatu produk.

Sementara HACCP adalah sebuah metode sistematis berbasis sains yang mengidentifikasi risiko bahaya tertentu dan tindakan pengendaliannya untuk memastikan keamanan dari produk pangan yang diproduksi. Sehingga, lada buatan Vivi terbebas dari bakteri salmonela atau e-coli.

Dengan mengantongi berbagai legalitas dan sertifikat, termasuk sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Vivi mantap mengibarkan bendera usaha bernama Billiton Spice.

Billiton yang berarti Belitung dan Spice yaitu rempah. Vivi berkeinginan untuk memperkenalkan lada sebagai salah satu identitas Belitung, di mana sebelumnya masyarakat lebih melekatkan Belitung dengan pertambangan.

Selain itu, Billiton Spice juga ingin membidik mata dunia untuk melihat bahwa Belitung adalah king of spice atau rajanya rempah, karena lada Belitung masuk dalam salah satu Indikasi Geografis, yakni satu tanda yang menunjukkan asal produk.

Saat ini Billiton Spice bekerja sama dengan kelompok tani lada di daerah Belitung untuk mendapatkan bahan baku lada, mengingat kebun lada milik sang ayah hanya tinggal dua hektare dan tidak cukup menjadi bahan baku.

 

Lada putih dan hitam

Billiton Spice memproduksi dua jenis lada, yaitu lada putih dan lada hitam. Vivi menjelaskan, keduanya berasal dari tanaman yang sama yaitu Piper Nigrum. Adapun panen lada biasanya berlangsung satu kali setahun yakni pada periode Juli-Agustus.

Untuk menghasilkan lada putih, berry lada yang sudah dipanen kemudian direndam selama 13-15 malam agar kulitnya mengelupas. Setelah itu, biji lada dicuci dan dibersihkan dari kulit luarnya. Setelah itu, lada dijemur di bawah sinar matahari secara alami dan menghasilkan lada putih.

Baca juga: Petani lada Belitung diimbau pantau harga, seiring mulai panen Juni

Produk lada Billiton Spice. (ANTARA/ Dokumentasi Billiton Spice)
Lada putih biasanya digunakan sebagai penambah cita rasa pedas masakan yang tidak merubah rasa masakan itu sendiri. Artinya, jika dibubuhkan dalam rawon, maka rasanya tetaplah rawon dan masakan lainnya.

Sementara itu, untuk memproduksi lada hitam, buah lada dipanen dari pohon yang sama, setelah itu langsung masuk tahap penjemuran. Sehingga, lada dijemur bersama kulit luarnya. Tahapan tersebut menghasilkan lada hitam yang kita kenal.

Adapun lada hitam bermanfaat sebagai penguat aroma, yang biasa dibubuhkan pada makanan yang dipanggang seperti steak daging, sosis bakar, atau taburan untuk pasta dan salad.

Agar lebih terjamin kebersihan dan kualitas rasanya, Vivi mengemas lada Billiton Spice menggunakan wadah kaca, karena menurutnya lada dapat menyerap elemen plastik, sehingga mempengaruhi rasa lada itu sendiri.

Wadahnya pun disinari di bawah sinar UV beberapa saat sebelum digunakan untuk mengemas lada hitam maupun lada putih. Menariknya, kemasan Billiton Spice dirancang khusus agar konsumen dapat dengan mudah menggiling lada langsung dari botolnya dengan teknik memutar.

Dengan harga bervariasi mulai dari Rp50.000 per kemasan, produk lada itu diterima dengan baik di Belitung. Vivi kemudian mulai memperluas pasar di tahun ketiga Billiton Spice berdiri.

Hingga saat ini, lada miliknya bisa dengan mudah didapatkan di pasar modern seluruh Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), serta Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Selain itu Vivi juga mulai menjajakan Billiton Spice di pasar modern yakni Shopee, Tokopedi, serta Blibli. Menurut Vivi, penjualan online moncer saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Ia bahkan membukukan omzet tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.

Bahkan, Billiton Spice kini telah diekspor ke Malaysia untuk memenuhi kebutuhan lada negeri jiran itu.

 

Gernas BBI

Billiton Spice menjadi satu dari 30 Usaha Kecil Menengah (UKM) di Bangka Belitung yang lolos dalam kurasi program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI).

Dengan demikian, Vivi mendapat binaan selama tiga bulan pada Februari-Mei 2022 untuk menguatkan citra merek usahanya.

Menurut Vivi, Program Gernas BBI sangat bermanfaat untuk mempromosikan produk-produk berkualitas dari Bangka Belitung.

Dengan demikian, masyarakat semakin mengenal, mencintai, dan menggunakan produk-produk dalam negeri di kesehariannya.

Billiton Spice juga menjadi satu dari lima top champion UKM di Gernas BBI Bangka Belitung yang menerima penghargaan saat puncak acara di Tanjung Kelayang, Belitung.

Pada kesempatan tersebut Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga sempat mengunjungi pameran UKM Bangka Belitung yang lolos dalam kurasi program Gernas BBI Bangka Belitung

Wamendag menyerukan bahwa untuk bisa memajukan produk lokal, semua pihak harus mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Kementan: Jual lada dalam kemasan agar harga lebih tinggi

Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022