Kairo (ANTARA News) - Presiden Palestina yang juga pemimpin Fatah Mahmud Abbas bertemu Kamis dengan pemimpin Hamas Khaled Meshaal untuk membahas reformasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang akan membuka jalan bagi gerakan Islamis itu bergabung di dalamnya.

Kedua pemimpin tersebut bertemu di Kairo tengah hari waktu setempat (pukul 17.00 WIB) untuk perundingan yang merupakan puncak dari pembahasan tiga hari antara para pejabat Fatah, Hamas dan 13 kelompok Palestina yang bertujuan mendorong pelaksanaan perjanjian rekonsiliasi yang macet, lapor AFP.

Pemimpin intelijen Mesir Murad Muwafi dan tokoh-tokoh independen Palestina juga mengambil bagian dalam pertemuan tersebut.

Abbas dan Meshaal bertemu selama tiga jam pada Rabu malam, pertemuan kedua mereka untuk perundingan penyatuan di Kairo dalam waktu kurang dari sebulan, namun mereka tidak memberikan pernyataan.

Anggota parlemen independen Palestina Mustafa Barghouti mengatakan, keikutsertaan sejumlah tokoh independen seperti dirinya dan pengusaha Munib al-Masri serta wakil-wakil Hamas dan Jihad Islam merupakan "sebuah even bersejarah".

"Baru kali ini ada kepemimpinan bersatu untuk semua aliran politik dan intelektual," katanya kepada AFP.

"Pertemuan itu membahas strategi nasional dan kebijakan serta program perlawanan rakyat Palestina, juga pengaktifan PLO dan reformasi kepemimpinannya," katanya.

Jihad Islam juga berharap bergabung dengan PLO dan pemimpinnya, Ramadan Shallah, akan menghadiri pertemuan bersama semua kelompok lain, anggota Komite Eksekutif PLO dan ketua Dewan Nasional Palestina (PNC) Selim Zaanoun.

Ketua delegasi Fatah, Azzam al-Ahmed, mengatakan, pertemuan itu akan mengkaji kemungkinan pembentukan sebuah badan kepemimpinan baru PLO yang akan "merupakan penerapan nyata pertama dari rekonsiliasi dan kemitraan antara semua kekuatan politik Palestina".

Hamas dan Fatah menandatangani sebuah perjanjian rekonsiliasi antara kedua pihak pada Mei lalu namun hingga kini belum melaksanakannya.

Perjanjian itu menetapkan pembentukan pemerintah sementara dari kalangan independen yang akan mempersiapkan pemilihan umum dalam waktu setahun.

Namun, perjanjian itu tidak pernah dilaksanakan dan kedua pihak mempermasalahkan susunan pemerintah sementara dan siapa yang akan memimpinnya.

Kubu Abbas yang berkuasa di Tepi Barat mengusulkan pemilu pada Januari untuk mengatasi masalah itu.

Terakhir kali rakyat Palestina memberikan suara adalah dalam pemilihan umum parlemen pada 2006, dimana Hamas mencapai kemenangan besar.

Pemilu parlemen dan presiden telah dijadwalkan berlangsung pada Januari 2010 namun Pemerintah Palestina tidak melaksanakannya setelah Hamas menolak menyelenggarakan pemungutan suara di Gaza.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.

Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa empat tahun lalu.

Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza dua tahun lalu dengan dalih untuk menghentikan penembakan roket yang hampir setiap hari ke wilayah negara Yahudi tersebut.

Operasi "Cast Lead" Israel itu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza. Tiga-belas warga Israel, sepuluh dari mereka prajurit, tewas selama perang itu.

Proses perdamaian Timur Tengah macet sejak konflik itu, dan Jalur Gaza yang dikuasai Hamas masih tetap diblokade oleh Israel. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011