Jakarta, (ANTARA News) - Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Departemen Kehutanan Adi Susmianto mengatakan bahwa pada 2010 diharapkan telah tercipta habitat kedua (second habitat) Badak Jawa untuk menyelamatkan populasi Badak Jawa di Indonesia. "Dalam lima tahun ini kami harap dapat menyelesaikan semua persiapan karena kami menargetkan untuk memiliki `second habitat` bagi Badak Jawa pada 2010," kata Adi kapada ANTARA di Jakarta, Rabu (1/3). Berdasarkan hasil sensus Badak Jawa oleh Balai Taman Nasional Ujung Kulon 2005 tercatat bahwa populasi Badak Jawa yang ada di Ujung Kulon hanya berkisar 48 sampai 55 ekor. "Jumlah itu tentu sangat terbatas apalagi mengingat Badak Jawa hanya ada di Ujung Kulon. Bayangkan jika terjadi sesuatu dengan habitat mereka di sana maka populasi Badak Jawa akan musnah seketika," ujarnya. Oleh karena alasan itu maka, kata dia, upaya pelestarian Badak Jawa saat ini difokuskan pada pembuatan habitat kedua. "Prioritas untuk menyelamatkan Badak Jawa memang melalui pembuatan `second habitat` yang kami targetkan akan terwujud pada 2010," katanya. Menurut Adi, persiapan untuk membuat habitat kedua memang tidak mudah itulah sebabnya dibutuhkan waktu yang lama. Pertama, kata dia, diperlukan kajian terhadap lokasi baru, lokasi baru setidaknya harus memiliki sejarah pernah menjadi tempat tinggal badak di masa lalu dan memiliki ketersediaan pakan badak yang mencukupi. "Lalu persoalan kedua yang masih menjadi perdebatan adalah tentang bagaimana badak akan ditangkap dan dipindahkan. Apakah dijerat atau harus dengan obat bius karena kedua-duanya berisiko pada kematian badak," ujarnya. Kemudian, lanjut dia, proses pemindahan badak dari Ujung Kulon ke lokasi baru juga masih perlu dikaji. "Apakah badak akan tahan dibawa melalui jalan darat atau harus melalui udara. Karena badak tersebut badak liar maka tentu harus dihindari perubahan perlakukan yang mendadak agar badak tidak stress," katanya. Menurut Adi, kajian yang tidak kalah penting adalah mengenai kondisi sosial budaya masyarakat sekitar. "Jangan sampai masyarakat sekitar justru mengancam kelestarian badak," katanya. Pada kesempatan itu Adi mengatakan bahwa hingga saat ini baru ada satu lokasi yang diperkirakan akan dapat menjadi habitat kedua Badak Jawa. "Akan dilakukan kajian pada lahan yang lapang di Taman Nasional Halimun-Salak. Tapi masih sebatas kajian," katanya. Sementara itu menurut penelitian World Wild Fund for Nature (WWF) Indonesia menyebutkan bahwa Badak Jawa diyakini rentan terhadap kepunahan. Salah satu ancaman yang saat ini dihadapi adalah terjadinya stagnansi pertumbuhan populasi yang diduga disebabkan oleh berkurangnya tanaman pakan alami dan ruang jelajah akibat invansi tanaman `Arenga obsitufolia` dan kompetisi dengan banteng di Ujung Kulon. Data yang ada menyebutkan bahwa sejak 1967 hingga 2005 jumlah populasi Badak Jawa di Ujung Kulon tetap. "Sebetulnya banteng adalah pemakan semak sedangkan badak pemakan pucuk-pucuk daun tetapi beberapa waktu terakhir ada kecenderungan banteng juga beralih mengkonsumsi pucuk-pucuk pohon," kata Adi.(*)

Copyright © ANTARA 2006