Jakarta (ANTARA) - Analis pasar modal Fendi Susiyanto menilai koreksi saham PT Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) yang paling rendah di antara saham-saham teknologi lainnya, menggambarkan bahwa kepercayaan investor terhadap saham tersebut tetap tinggi.

"Saham GoTo memiliki daya tarik tersendiri bagi investor yang memang fokus pada saham-saham berbasis teknologi. Koreksi yang rendah membuktikan bahwa GoTo memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap berbagai isu yang menghantam sektor teknologi dalam beberapa waktu terakhir ini," ujar Fendi dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan data transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) maupun di bursa saham global, selama periode 11 April 2022-24 Mei 2022, saham GoTo dengan kode GOTO di BEI terkoreksi 10,65 persen. Dalam periode sama, saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) anjlok 14,63 persen.

Di bursa global, berdasarkan data, sejak GoTo IPO pada 11 April - 23 Mei 2022 waktu setempat, saham Grab Holdings Limited (GRAB) turun 19,94 persen. Sementara Alibaba Group Holding Limited (BABA) melemah 15,74 persen.

Saham Alphabet Inc., atau sebelumnya menggunakan nama Google (GOOG), terkoreksi 16,67 persen. Lalu Apple Inc. (AAPL) turun 15,86 persen, dan Uber Technologies Inc. (UBER) anjlok 25,8 persen.

Berikutnya saham Amazon.com, Inc. (AMZN) jeblok 30,37 persen, Mercado Libre, Inc. (MELI) marketplace asal Argentina yang listing di Nasdaq melemah 33,3 persen, Tesla, Inc. (TSLA) terkoreksi 34,19 persen dan Netflix, Inc. (NFLX) turun 47,33 persen.

Sebagai perusahaan teknologi yang memiliki ekosistem bisnis digital terbesar di Indonesia, GoTo dinilai akan diuntungkan oleh situasi perekonomian domestik yang tumbuh positif.

Integrasi dan optimalisasi bisnis antarplatform dalam ekosistem GoTo akan mengerek pendapatan dan mendorong penguatan fundamental perseroan.

"Kuatnya bisnis GoTo sebenarnya bisa dilihat dari semakin tingginya ketergantungan konsumen terhadap tiga layanan mereka karena merupakan kebutuhan sehari-hari. Apakah lewat Gojek, Tokopedia ataupun jasa keuangan yaitu Gopay sebagai bagian dari GoTo Finansial. Inilah yang menjadi daya tarik investor terhadap GoTo, model bisnisnya solid dan saling melengkapi di tengah populasi yang sangat besar," kata Fendi.

Ekosistem yang besar dan dominan itulah yang juga menjadi daya tarik banyak konglomerasi bisnis untuk ikut menjadi investor GoTo. Termasuk juga grup Telkom melalui PT Telkomsel.

Menurut Fendi, investasi Telkomsel di GoTo merupakan investasi strategis yang tidak ditujukan untuk kepentingan jangka pendek. Terutama pada fluktuasi kenaikan harga saham pada saat IPO.

"Investasi Telkom di GoTo karena banyak potensi bisnis yang bisa disinergikan dengan ekosistem digital. Apalagi secara operasional, ekosistem GoTo membutuhkan dukungan bisnis dari Telkom dan Telkomsel sebagai pemain utama industri telekomunikasi Indonesia. Telkom tentunya bukan investor ritel yang setiap saat akan langsung menjual saham investasinya," ujar Fendi.

Jadi, lanjut Fendi, jika ada kontroversi terhadap investasi Telkomsel di GoTo sebaiknya juga melihat proses dan tujuan investasinya. Telkom memiliki komite investasi yang memiliki standar dan penilaian tersendiri ketika mengambil keputusan investasi.

Selain itu, selama saham GoTo tidak dijual dalam posisi rugi, sesungguhnya tidak ada kerugian negara dalam proses investasi yang dilakukan oleh Telkomsel.

"Selama bisnis proses sudah dijalani sesuai dengan SOP dan saham GoTo masih dimiliki oleh Telkom, ya ini investasi biasa saja. Wajar kok Telkom investasi di GoTo, seperti juga yang dilakukan Astra dan perusahaan besar lainnya," kata Fendi.

Fendi juga melihat besarnya kapitalasi GoTo menjadikan pergerakan terhadap saham emiten itu di BEI relatif stabil. Sebagai emiten dengan kapitalisasi saham terbesar kelima, posisi GoTo sangat strategis dan berpengaruh besar terhadap pergerakan indeks. Sehingga banyak pihak yang berkepentingan terhadap saham GoTo.

Sejak IPO pada 11 April lalu, saham GoTo selalu menjadi saham yang paling aktif ditransaksikan di BEI. Sebagai contoh, berdasarkan data transaksi di bursa saham, selama periode 17 – 20 Mei 2022, GoTo menjadi saham yang paling tinggi kenaikannya, yaitu 56,7 persen.

Pada periode tersebut, nilai transaksi atas saham GoTo juga menjadi yang tertinggi, di atas saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telkom Indonesia Tbk (persero) (TLKM) dan Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Selama empat hari bursa itu, nilai transaksi atas saham GOTO oleh investor mencapai lebih dari Rp5,01 triliun, di atas BBCA Rp4,51 triliun, TLKM Rp3,17 triliun dan BBRI sebesar Rp2,99 triliun.

Pada Selasa (24/5), transaksi atas saham GOTO juga masih yang terbesar mencapai senilai Rp1,28 triliun dengan volume saham yang ditransaksikan sebanyak 4.230 miliar saham yang setara dengan 24,32 persen perdagangan saham di BEI pada hari itu.

"Tingginya volume dan frekuensi transaksi atas saham GOTO menjadi indikasi bahwa saham ini likuid dan itu menjadi daya tarik investor. Tapi yang perlu diingat, investasi di saham teknologi tidak bisa dilakukan sesaat atau jangka pendek saja , karena bisnis teknologi memiliki karakter yang berbeda dengan bisnis kebanyakan yang sudah berkembang sebelumnya, sehingga karakteristik investornya juga berbeda," ujar Fendi.

Baca juga: Kolaborasi Telkomsel dan GoTo dinilai akan saling menguntungkan
Baca juga: Pengamat: Isu "impairment loss" investasi Telkom di GOTO berlebihan
Baca juga: Pengamat nilai prospek investasi Telkomsel di GoTo menjanjikan

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022