Badung. Bali (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan tujuh rekomendasi Agenda Bali untuk Resiliensi hasil dari serangkaian acara Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ketujuh tahun 2022.

"Rekomendasi utama adalah penerapan pendekatan think resilliency (berpikir ketahanan) pada semua bentuk investasi dan pengambilan keputusan, mengintegrasikan kebijakan pengurangan risiko bencana melalui pendekatan pentahelix," ujar Suharyanto pada upacara penutupan GPDRR di BNDCC Badung, Bali, Jumat.

Rekomendasi pertama, pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan pada kebijakan utama pembangunan dan pembiayaan, legislasi dan rencana pencapaian agenda 2030.

GPDRR 2022 menyerukan transformasi mekanisme tata kelola risiko untuk memastikan pengelolaan risiko merupakan tanggung jawab bersama lintas sektor, sistem, skala, dan batas. Bekerja secara horizontal dan vertikal dapat membantu pemerintah untuk memecahkan masalah kesenjangan kelembagaan dan ego sektoral.

Baca juga: GPDRR buktikan kepemimpinan Indonesia dalam agenda kebencanaan dunia

Kedua, hanya dengan perubahan sistemik, negara-negara dapat memperhitungkan kerugian yang sesungguhnya dari bencana dan kerugian dari ketiadaan aksi, serta membandingkannya dengan investasi dalam pengurangan risiko bencana.

"Komitmen politik ditunjukkan dalam bentuk target anggaran, yang disahkan dan mekanisme pelacakan untuk pengurangan risiko bencana, yang harus dipromosikan dan direplikasi. Strategi pembiayaan pengurangan risiko bencana dapat mengarahkan dan memprioritaskan investasi dan harus dimasukkan dalam pembiayaan nasional yang terintegrasi," katanya.

Ketiga, Platform Global diselenggarakan antara COP 26 dan COP 27, mencermati tingkat emisi saat ini jauh melebihi upaya mitigasi, yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian bencana, dan mengancam pencapaian agenda 2030. Platform global meminta pemerintah untuk menghormati komitmen yang dibuat di Glasgow, secara drastis meningkatkan pembiayaan dan dukungan untuk adaptasi dan resiliensi.

Ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pengurangan risiko bencana, sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi keadaan darurat iklim, meningkatkan dan mencapai ambisi iklim. Tujuan global tentang adaptasi dan Santiago Network sebagai bagian dari mekanisme internasional untuk kerugian dan kerusakan, menawarkan peluang yang tepat untuk menjadikan mekanisme dan instrumen pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang tak terpisahkan dari aksi pengurangan iklim.

Baca juga: GPDRR 2022 ditutup dengan Agenda Bali untuk Ketahanan Bencana

Keempat, bencana memberikan dampak berbeda kepada setiap orang, menyerukan pendekatan partisipatif dan berbasis HAM untuk memasukkan semua sesuai prinsip, "tidak ada apa-apa tentang kita tanpa kita," dalam perencanaan pengurangan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat yang berisiko, investasi pada generasi muda dan profesional muda harus ditingkatkan, untuk merangsang inovasi dan solusi kreatif.

Suharyanto mengatakan harus ada komitmen ulang terhadap keterlibatan masyarakat dan pengurangan risiko bencana yang digerakkan oleh masyarakat serta mendukung struktur lokal yang ada dan membangun resiliensi.

Kelima, Platform Global memberikan rekomendasi yang dapat mendukung pelaksanaan seruan Sekretaris Jenderal PBB untuk memastikan setiap orang di muka bumi dilindungi oleh sistem peringatan dini dalam jangka waktu 5 tahun ke depan. Respons terhadap seruan tersebut harus mempertimbangkan rantai nilai peringatan dini yang berpusat pada masyarakat secara menyeluruh, dari ujung ke ujung, mulai dari penilaian risiko hingga infrastruktur dan menjangkau tujuan akhir.

"Pengembangan sistem peringatan dini multi bahaya harus melibatkan masyarakat yang paling berisiko dengan kapasitas kelembagaan, keuangan dan sumber daya yang memadai untuk melakukan aksi berdasarkan peringatan dini, ketersediaan dan kualitas data yang lebih baik, sumber daya keuangan, tata kelola yang efektif, dan mekanisme koordinasi yang lebih baik antara pemangku kepentingan akan memperkuat sistem peringatan dini multi bahaya, khususnya di negara-negara tertinggal, negara berkembang pulau kecil dan wilayah Afrika," ujar Suharyanto.

Keenam, potensi pembelajaran transformatif dari pandemi COVID-19 harus diterapkan sebelum jendela peluang tersebut tertutup, pendekatan saat ini untuk pemulihan dan rekonstruksi tidak cukup efektif dalam melindungi hasil pembangunan maupun dalam membangun kembali dengan lebih baik, lebih hijau dan lebih adil.

Baca juga: Satgas pastikan 15 orang positif COVID-19 di GPDRR tertangani

Baca juga: Pertemuan GPDRR bukti dunia dapat bersatu saat konflik Rusia-Ukraina


Suharyanto mengatakan ada kebutuhan untuk mendorong sistem manajemen risiko bencana yang adaptif dan responsif, dengan kolaborasi multi pemangku kepentingan disertai dengan empati, solidaritas, kerja sama dan semangat kesukarelaan, khususnya untuk mengatasi ketidakadilan

Ketujuh, pelaporan yang komprehensif dan sistematis, termasuk tinjauan kemajuan terhadap semua target kerangka Sendai dan negara-negara anggota akan membantu menarik rekomendasi yang jelas untuk midterm review kerangka Sendai

"Platform Global menyerukan kepada semua negara anggota, organisasi regional, dan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam midterm review Kerangka Sendai ini untuk memahami dengan jelas tantangan, hambatan implementasi, dan mempercepat upaya untuk mencapai tujuan pada 2030," kata dia.

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022