Budaya lokal yang dimiliki masyarakat mempermudah evakuasi
Klungkung (ANTARA) - Delegasi asing peserta Sesi Ke-7 Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (GPDRR) saat sesi studi lapangan (field trip) di Karangasem dan Klungkung, Sabtu, mempelajari kearifan lokal masyarakat Bali dalam menghadapi bencana.

Dari kunjungan ke dua tempat itu, yang merupakan penutup pertemuan GPDRR 2022 di Bali, para delegasi memperoleh pengetahuan mengenai pentingnya melestarikan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat dalam memperkuat aksi kesiapsiagaan bencana.

Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa saat menerima kedatangan para delegasi menjelaskan masyarakat adatnya punya satuan tanggap bencana yang disebut Pasebaya Agung.

Pasebaya Agung yang terbentuk dari inisiatif masyarakat adat punya peran penting dalam membantu evakuasi dan meningkatkan kesadaran warga terhadap bencana letusan gunung api, yaitu Gunung Agung.

Baca juga: Indonesia arusutamakan agenda Bali untuk resiliensi di G20-ASEAN 2023

Baca juga: Indonesia sampaikan tujuh rekomendasi Agenda Bali untuk Resiliensi


“Keterlibatan berbagai relawan khususnya Pasebaya Agung yang terbentuk saat erupsi (Gunung Agung) pada 2017 sangat membantu meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan masyarakat, ditambah budaya lokal yang dimiliki masyarakat sehingga mempermudah mitigasi dan evakuasi,” kata Artha Dipa ke para delegasi di Pura Agung Besakih, Karangasem, Bali.

Ia lanjut menyampaikan kebijakan kesiapsiagaan dan penanganan bencana harus melibatkan seluruh pihak termasuk pemerintah, pelaku usaha, organisasi masyarakat, akademisi, dan kelompok relawan seperti Pasebaya Agung.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Karangasem Ida Ketut Arimbawa menjelaskan dari total 13 ancaman bencana di Bali, 11 di antaranya ada di Karangasem.

Sebanyak 11 ancaman bencana itu, di antaranya gempa bumi, letusan gunung api, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, abrasi, kebakaran hutan, kekeringan, tanah longsor, Tsunami, dan pandemi atau wabah penyakit.

Usai mengunjungi Pura Agung Besakih, delegasi juga mendatangi Kertagosa di Klungkung.

Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta juga menjelaskan kesiapan daerahnya dalam menghadapi bencana.

Di sekitar area Kertagosa, Suwirta menjelaskan ada empat jalur yang berfungsi sebagai jalur evakuasi Tsunami dan letusan gunung api.

“Bila terjadi Tsunami, masyarakat menuju ke gunung, sementara jika gunung meletus, masyarakat turun ke bawah,” kata Suwirta.

Ia juga menyampaikan Klungkung merupakan daerah pusat pengungsi bagi warga di sekitar daerah rawan letusan gunung api.

“Ini terbukti saat Gunung Agung meletus, Klungkung jadi tempat penyangga (bagi pengungsi),” kata Bupati Klungkung.

Sementara itu, salah satu delegasi, Delvina dari Care International menyampaikan ia sepakat bahwa kearifan lokal perlu jadi sorotan dalam upaya memperkuat kesiapsiagaan bencana.

“Kita harus siap dari tingkat komunitas,“ kata Delvina, delegasi dari Timor Leste, saat ditemui di Kertagosa, Klungkung, Sabtu.

Baca juga: GPDRR buktikan kepemimpinan Indonesia dalam agenda kebencanaan dunia

Baca juga: GPDRR 2022 ditutup dengan Agenda Bali untuk Ketahanan Bencana

 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022