Polisi harus berani memanggil kontraktornya
Jakarta (ANTARA) - Anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth menilai pengerjaan proyek lintasan Formula E di Ancol yang terlalu dipaksa untuk mengejar target waktu penyelesaian menjadi penyebab ambruknya  atap tribun penonton pada Jumat (27/5).

Karenanya, menurut politisi PDI Perjuangan itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus mempertimbangkan segala bentuk apapun yang akan terjadi dalam event Formula E tersebut dan jangan dipaksa pengerjaanya hingga berakibat  atap tribun yang roboh setelah diterjang angin kencang saat hujan badai melanda wilayah tersebut.

"Proyek ini terkesan dipaksakan, kontraktor juga terkesan mengerjakan asal akibat dikejar target. Karenanya harus dicek benar-benar persiapannya, jangan terburu-buru, dan karena ego sesaat serta kepentingan politik praktis malah memakan banyak korban," kata Kenneth dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut, Kenneth menyarankan agar balap mobil listrik Formula E itu diundur pada akhir Oktober agar lancar dan persiapannya matang demi tidak ada lagi kejadian yang tidak diinginkan akibat infrastruktur yang belum 100 persen.

"Kalau bisa, lebih baik diundur sampai akhir Oktober untuk memperbaiki dan pengecekan seluruh infrastruktur di lintasan Formula E ini jadi lebih matang dan siap. Proyek ini digambarkan untuk jangka panjang, bukan untuk sekadar memperkenalkan Jakarta bahwa Indonesia memiliki lintasan Formula E," ucap anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.

Menurut Kenneth, pembangunan infrastruktur ini prematur, padahal sudah dialokasikan anggaran triliunan. Karenanya ia meminta pihak kepolisian untuk melakukan pemanggilan klarifikasi terhadap kontraktor terkait robohnya tribun penonton.

"Polisi harus berani memanggil kontraktornya, agar ada efek jera dan jangan sampai pada hari H kejadiannya terulang kembali serta menimbulkan banyak jatuh korban," kata Kenneth.

Kenneth juga mengimbau jangan membandingkan lintasan Formula E di Ancol dengan Sirkuit Mandalika Lombok yang mempunyai waktu cukup untuk melakukan perbaikan jika menemukan adanya kerusakan di arena balap.

"Akhirnya sebelum hari H pembalap Moto GP dapat melakukan cek aspal, dan saat terjadi masalah masih ada waktu untuk evaluasi dan perbaikan infrastruktur. Tetapi Formula E ini waktu pelaksanaannya tinggal seminggu lagi, memang waktu cukup untuk bisa demikian? Belum lagi perbaikan tribun penonton yang roboh memerlukan waktu perbaikan tidak sedikit," tuturnya.

Oleh karena itu, Kenneth meminta kepada panitia balap Formula E untuk bijak dalam melaksanakan ajang balap mobil listrik ini, jangan sampai membuat malu Indonesia di mata Internasional dan jangan membuat pagelaran dengan modal nekat tanpa perhitungan yang matang.

Terlebih, kata dia, ada dana sekitar Rp560 miliar dari Pemprov DKI ke Formula E melalui APBD yang hingga saat ini tidak jelas, padahal bisa menjadi subsidi warga untuk masuk Ancol dan nonton pagelaran Formula E pada tanggal 4 Juni 2022 yang akan menjadi preseden baik bagi Pemprov DKI, dan target memperkenalkan mobil listrik juga bisa tercapai.

"Tapi hingga saat ini belum ada penjelasan dari pak Anies. Untuk mengakomodir Hak Interpelasi saja sampai hari ini gak berani hadir, padahal Interpelasi itu hanya untuk bertanya dan pak Anies juga punya hak untuk menjawab, ngapain takut? Karenanya pak Anies jangan membuat kebijakan aneh di akhir masa jabatan hingga nanti bisa rusak nama seumur hidup," tuturnya.

Ancol Tutup
Selain itu, Kenneth juga menyoroti ditutupnya layanan Taman Impian Jaya Ancol untuk umum pada 4 Juni 2022 mendatang karena perhelatan Formula E, di mana hanya pemilik tiket balap mobil listrik itu yang bisa masuk ke kawasan tersebut.

Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) DPD PDIP DKI Jakarta itu, kebijakan ini suatu kesalahan yang dibuat pengelola Ancol, karena merupakan pemaksaan terhadap masyarakat meski dibarengi tawaran menikmati seluruh unit rekreasi Ancol serta beberapa titik layar besar nonton bareng Jakarta Eprix 2022.

Pasalnya, banyak masyarakat yang ingin masuk Ancol hanya untuk melihat-lihat pantai dan rela membayar Rp25 ribu, dibandingkan harus membayar Ancol Festival seharga Rp250 ribu.

"Dengan kondisi ekonomi belum pulih karena efek Pandemi COVID-19, harga tersebut termasuk mahal. Orang cuma mau ke pantai aja, malah dipaksa beli tiket Formula E, sangat lucu menurut saya," tutur Kenneth.

Kenneth menilai ditutupnya layanan Taman Impian Jaya Ancol untuk umum, telah melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terutama di Pasal 4 yang mengatur hak konsumen untuk mendapatkan layanan tanpa adanya diskriminasi.

"Ini ada konsekuensi hukumnya. Jangan membuat kebijakan salah hingga jadi susah sendiri. Dengan seperti ini namanya diskriminasi dan manipulasi agar tiketnya terlihat laku padahal pengunjung hanya ingin bermain di pantai tanpa menonton Formula E. Padahal juga tidak semua masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi," ucapnya.

Menurut Kenneth juga, tidak semua pengunjung Ancol suka menonton balap mobil listrik Formula E, bahkan nama pembalapnya sendiri tidak dikenal masyarakat, karenanya Pemprov DKI Jakarta seharusnya bisa menggratiskan bagi warga yang ingin masuk ke Ancol.

"Waktu saya nanya sama masyarakat nama-nama pembalap Formula E itu gak ada yang kenal, bagaimana masyarakat mau nonton? Kan gak mungkin masyarakat disuruh membeli kucing dalam karung. Kalau perlu gratiskan saja masuk Ancol dan tiket nonton Formula E tersebut, artinya menjunjung tinggi asas keadilan, jangan malah masyarakat kecil disuruh bayar," ucal Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) PPRA Angkatan LXII itu.
Baca juga: Wagub DKI imbau warga tidak khawatir soal tribun Formula E Jakarta
Baca juga: Formula E, Perbaikan atap tribun yang ambruk selesai pada 2 Juni
Baca juga: Panitia diminta berbenah menyusul robohnya atap tribun Formula E

 

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022