Jakarta (ANTARA) - Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin mengklaim bahwa dirinya tidak tahu mengenai "daftar pengantin" berisi pembagian perusahaan yang mengerjakan proyek-proyek di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

"Tidak (tidak pernah mendengar ataupun tahu mengenai 'daftar pengantin') karena saya tidak pernah berhubungan dengan pengusaha," ujar Terbit saat menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Di samping itu, Terbit pun mengklaim bahwa dia tidak mengetahui mengenai setoran fee bagi pihak yang hendak masuk ke dalam "daftar pengantin".

Pernyataan tersebut merupakan jawaban Terbit atas pertanyaan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai istilah "daftar pengantin" dan dugaan adanya setoran fee yang dikumpulkan kakak kandung Terbit Iskandar Perangin Angin dari para pengusaha kontraktor yang mendapatkan proyek pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Langkat.

Terbit menjadi saksi untuk pemberi suap, yakni Direktur CV Nizhami Muara Perangin Angin. Muara diduga menyuap Terbit sebanyak Rp572 juta dalam pengerjaan pekerjaan paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan kabupaten Langkat pada tahun 2021.

Pada sidang sebelumnya, Senin (23/5), pihak swasta Isfi selaku saksi telah mengakui berperan dalam membuat "daftar pengantin".

"Daftar pengantin isinya saya cocok-cocokkan saja perusahaannya dengan pekerjaannya. Saya yang menentukan perusahaan apa, dapat proyek apa," kata Isfi.

Lebih lanjut, ia menjelaskan "daftar pengantin" berisi catatan paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Langkat, pagu anggaran, serta nama-nama perusahaan yang akan mengerjakan paket pekerjaan tersebut.

Penentuan daftar perusahaan yang akan mengerjakan paket tersebut, ujar dia, dilakukan oleh "Perwakilan Istana", yaitu Iskandar Perangin Angin.

Baca juga: Saksi: Masuk "daftar pengantin" proyek Langkat setor "fee" 15 persen

Baca juga: Panglima TNI minta korban kerangkeng manusia tidak takut bersuara


Kemudian, saksi I dalam persidangan hari ini Shuhanda Citra membenarkan adanya syarat bagi para kontraktor agar masuk "daftar pengantin". Dia mengatakan para kontraktor diwajibkan menyetor fee sebesar 15 sampai 16,5 persen.

Shuhanda Citra adalah kontraktor sekaligus anak buah pihak swasta/kontraktor Marcos Surya Abdi yang merupakan orang kepercayaan Iskandar untuk mengurus berbagai hal berkaitan dengan keuangan-nya.

Dengan segala keterkaitan itu, seperti dimuat dalam dakwaan, saat masih aktif sebagai Bupati Langkat, orang-orang kepercayaan Terbit terdiri atas Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.

Mereka pun biasa disebut "Grup Kuala" dan mengatur tender pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat.

Dalam dakwaan, Muara disebut mendapatkan beberapa paket pekerjaan penunjukan langsung di Dinas PUPR.

Di antaranya, paket pekerjaan hotmix senilai Rp2,867 miliar; paket pekerjaan penunjukan langsung berupa rehabilitasi tanggul, pembangunan pagar, dan pos jaga; serta pembangunan jalan lingkar senilai Rp971 juta.

Lalu, ada pula paket pekerjaan penunjukan langsung berupa pembangunan SMPN 5 Stabat dan SMP Hangtuah Stabat senilai Rp940,558 juta

Baca juga: Komnas HAM: Panglima TNI berkomitmen usut kasus kerangkeng manusia

Pada 17 Januari 2022, Muara menemui Marcos dan Isfi untuk meminta pengurangan fee komitmen menjadi 15,5 persen dan disetujui oleh Iskandar. Dengan demikian, total fee yang harus diserahkan oleh Muara adalah Rp572.221.414 dan dibulatkan menjadi Rp572 juta.

Selanjutnya pada 18 Januari 2022, Muara menyerahkan uang sebesar Rp572 juta yang dibungkus plastik hitam kepada Isfi Syahfitra.

Pada hari yang sama, Isfi dan Shuanda menyerahkan Rp572 juta kepada Marcos untuk diberikan kepada Terbit Rencana Perangin Angin melalui Iskandar. Saat itu, mereka diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022