Jakarta (ANTARA) - Suatu sore di sebuah perkebunan sayur di Cianjur, Jawa Barat, seorang pria muda berperawakan tanggung, tampak sedang sibuk menyiapkan bibit sayur organik bersama teman-temannya.

Sesekali dia mengelap keringat yang jatuh dari sela-sela rambut ikalnya turun ke wajahnya yang cokelat.  Dia adalah M Taki Ehsoni, berusia 23 tahun.

Taki, demikian dia akrab disapa, adalah satu dari dua orang siswa asal Afghanistan yang sudah hampir empat bulan belajar bercocok tanam The Learning Farm, sebuah organisasi nirlaba yang memberikan pembelajaran bagi kaum muda Indonesia yang rentan. Berlokasi di Cianjur, Jawa Barat, para siswa akan mendapatkan beasiswa penuh untuk belajar cara bercocok tanam.

Baca juga: Ajinomoto gandeng TLF untuk kenalkan pentingnya asupan nutrisi sehat

Siswa yang bergabung di The Learning Farm berasal dari seluruh wilayah di Indonesia. Saat ini, siswa yang datang paling jauh adalah berasal dari Sulawesi dan dua orang yang merupakan pengungsi Afghanistan.

Taki menceritakan bahwa dirinya sudah berada di Indonesia sejak 6 tahun yang lalu bersama keluarganya. Kemampuan berbahasa Indonesianya pun sudah lancar sehingga dia mampu berbaur dengan siswa lainnya di The Learning Farm.

"Saya sudah 6 tahun di Indonesia. Di sini juga sama keluarga. Saya dua orang asal Afghanistan yang beruntung bisa belajar bertani di sini," kata Taki saat dijumpai di The Learning Farm, Cianjur, Jawa Barat, Senin (30/5).

Baca juga: Kalangan swasta dan LSM cetak petani muda

Di sisi lain, Wisnu Berniadi selaku GM Operational and Facility The Learning Farm juga menjelaskan bahwa ini bukanlah kali pertama pihaknya mendapatkan siswa asal Afghanistan. Sebelumnya, The Learning Farm sendiri juga menerima siswa asal Afghanistan yang kini juga telah mengabdi sebagai pengajar di sana.

Wisnu mengatakan bahwa sebelumnya, The Learning Farm juga menyediakan kelas bahasa untuk para siswa yang tidak bisa berbicara dalam bahasa Indonesia. Namun kini, permasalahan bahasa pun bukan lagi menjadi kendala di tempat tersebut.

"Sekarang mereka sudah pada bisa bahasa Indonesia sih. Karena mereka juga sudah lama ada di Indonesia kan. Ya mereka-mereka ini yang beruntung bisa kabur dari sana dan mengungsi di sini. Jadi kita berikan mereka kesempatan untuk mengembangkan skillnya," jelas Wisnu.

Baca juga: Gerai vaksinasi di tempat wisata Cianjur layani puluhan wisatawan
Siswa The Learning Farm sedang menyiapkan pupuk (ANTARA/Lifia Mawaddah Putri)

The Learning Farm sendiri saat ini menerima siswa dengan rentang usia 17 hingga 24 tahun. Wisnu memaparkan bahwa alasan pihaknya menerima anak remaja dengan usia 17 hingga 24 tahun adalah agar generasi muda di Indonesia yang kurang mampu juga memiliki kesempatan.

"Kami fokuskan ke remaja. Ini diperuntukan bagi mereka yang lulus sekolahnya masih bingung. Habis sekolah, kuliah nggak bisa. Atau bahkan ada juga lulusan SMP, tapi mau lanjut SMA nggak bisa. Jadi supaya mereka ada kesempatan," tutur Wisnu.

Lebih lanjut Wisnu juga mengatakan bahwa siswa yang ingin masuk di The Learning Farm tak harus memiliki kemampuan dalam bertani atau bercocok tanam. Di tempat tersebut, seluruh siswa akan diajarkan dari awal tentang bagaimana cara yang baik dan benar untuk bercocok tanam.

Baca juga: Tempat wisata di Puncak-Cipanas hari kedua lebaran meningkat

"Enggak harus. Dari nol kita ajari. Yang tadinya di sini pegang cangkul tidak pernah banyak. Yang tadinya jijik lihat cacing akhirnya mau nggak mau mereka pegang tanah," ungkap Wisnu.

Sudah hampir 4 bulan berada di The Learning Farm, Taki pun mengaku betah berada di sana. Bisa bersosialisasi bersama teman-teman baru di asrama yang telah disediakan, serta bekerjasama dalam bercocok tanam di tempat tersebut menjadi daya tarik tersendiri baginya.

"Betah di sini. Sama teman-teman juga," kata Taki.

Tak hanya belajar bertani organik saja. Taki dan teman-teman lainnya juga belajar tentang kedisiplinan. Misalnya membersihkan asrama bersama, bangun pagi sesuai jadwal yang sudah disediakan, dan lain sebagainya.

Menurut Wisnu, pembelajaran yang diajarkan di The Learning Farm 60 persen bertani organik, 20 persen belajar skill dan 20 persen perubahan perilaku. Tak hanya itu, The Learning Farm juga mulai mengajarkan bagaimana cara berbisnis dan memasarkan produk kepada siswanya.

"Jadi ketika mereka sudah selesai pelatihan di sini, mereka juga bukan hanya bisa menanam dari awal sampai memanen ya. Tapi mereka juga punya kemampuan untuk memasarkan produknya juga," jelas Wisnu.

Sejak 2005 hingga saat ini, The Learning Farm sudah memiliki total 40 angkatan yang lulus pelatihan. Setiap angkatan terdiri dari 40 orang. Mereka pun diberi pembelajaran selama 4 bulan di The Learning Farm.

"Untuk angkatan ini nanti lulusnya tanggal 7 Juni mendatang. Jadi sudah sebentar lagi. Sudah pada kangen juga sama keluarganya katanya," ujar Wisnu.

Hal tersebut juga disetujui oleh para siswa dari The Learning Farm. Sebab, pada bulan Ramadhan hingga Idul Fitri kemarin, mereka tak dapat berkumpul dengan keluarganya. Sehingga mereka sudah sangat menantikan momen kelulusan itu.

"Ya sudah pada komit juga dari awal kalau nggak boleh pulang selama 4 bulan. Sempat ada juga sih yang sedih bilang kangen keluarga. Tapi ya sabar saja. Kan cuma 4 bulan," kata Wisnu.

Setelah lulus dari The Learning Farm, Wisnu juga mengatakan bahwa mereka tak akan melepas siswanya begitu saja. Pihaknya pun tetap akan melakukan pemantauan dari jauh selama satu tahun tentang perkembangan dari para lulusannya.

"Eggak semuanya lulus terus kerja di kebun. Ada juga yang masuk perusahaan gitu. Tapi ya kita pantau terus. Selama di sini juga kita pastikan semua anak-anak udah menguasai ya. Karena ada teori dan praktek jadi semuanya bisa benar-benar paham," pungkas Wisnu.


Baca juga: Disparpora Cianjur rekomendasikan tempat wisata untuk melepas lelah

Baca juga: Pemkab Cianjur tutup taman alun-alun selama puasa

Baca juga: Pengelola tempat wisata di Cianjur batasi jumlah pengunjung

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022