Merokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional
Jakarta (ANTARA) - Global Adult Tobacco Survey (GATS) melaporkan prevalensi pengguna rokok elektrik di Indonesia meningkat signifikan dalam kurun satu dekade terakhir.

Dalam lembar informasi perbandingan Indonesia 2011 dan 2021, seperti dikutip Antara, Selasa, GATS melaporkan prevalensi penggunaan rokok elektrik meningkat signifikan dari 0,3 persen pada 2011, menjadi 3,0 persen pada 2021.

Angka tersebut setara 6,2 juta orang dewasa yang terdiri atas 5,8 persen konsumen laki-laki dan 0,3 persen perempuan.

Di Indonesia, GATS dilaksanakan pada 2021 sebagai survei rumah tangga terhadap orang yang berusia lebih dari 15 tahun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan.

Sebanyak 10.170 rumah tangga dilibatkan sebagai sampel, dan satu individu dipilih secara acak dari masing-masing rumah tangga peserta untuk mengisi survei. Informasi survei dikumpulkan secara elektronik.

Sebanyak 9.156 wawancara lengkap telah dilakukan, dengan angka respons keseluruhan sebesar 94,0 persen.

Baca juga: BPOM: rokok elektrik memicu perokok baru

Baca juga: Riset: Pemahaman terhadap produk hasil olahan tembakau masih terbatas


Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono dalam rangkaian acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Gedung Kemenkes Jakarta, Selasa mengatakan rokok elektrik dibuatkan juga regulasinya. "Merokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional," ujarnya.

Menurut Dante regulasi seputar penggunaan produk rokok elektronik diterapkan secara sejajar dengan rokok konvensional.

Dante mengatakan tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, keduanya berbahaya untuk masa sekarang, sosial ekonomi, masa depan maupun risiko penyakit yang timbul akibat rokok elektrik tersebut.

GATS adalah standar global untuk secara sistematis memantau penggunaan tembakau (hisap dan kunyah) oleh orang dewasa dan melacak indikator-indikator utama pengendalian tembakau.

GATS juga akan membantu negara-negara memenuhi kewajiban berdasarkan Framework Covention Tobacco Control (FCTC) World Health on Organization (WHO) untuk menghasilkan data yang dapat dibandingkan secara nasional maupun internasional.

Baca juga: Pengamat: Tembakau alternatif perlu regulasi berbeda dengan rokok

Baca juga: Kemenkes: niat faktor terpenting untuk bisa berhenti merokok

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022