Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas dari RS Pondok Indah dr. Yassin Yanuar MIB, SpOG-KFER, MSc menjelaskan Non-Invasive Prenatal Test (NIPT) merupakan metode pemeriksaan untuk menganalisis kromosom atau mendeteksi kelainan kromosom pada janin.

Deteksi awal kelainan kromosom mulai terlihat dari hasil tes ultrasonography (USG) di trimester pertama dengan memantau ketebalan cairan pada bagian leher janin.

"Untuk memastikan kondisi janin positif atau negatif menderita kelainan kromosom, maka dokter akan menganjurkan tes tindak lanjut salah satunya dengan NIPT," ujar Yassin dalam media gathering di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Lima kondisi kehamilan yang membuat puasa tidak disarankan

Sebelum ada NIPT, Yassin mengatakan biasanya tenaga medis merencanakan tes dengan tindakan yang bersifat invasif untuk memastikan diagnosis kelainan kromosom tersebut. Tindakan invasif termasuk mengambil sampel air ketuban (amniosentesis) atau sedikit bagian dari plasenta (chorionic villus sampling).

Walau amniosentesis dan chorionic villus sampling bersifat invasif, Yassin mengatakan kedua tes tersebut nilai diagnosisnya memang lebih akurat dibanding NIPT karena menganalisis dari sampel sel janin. Meski begitu, ia juga mencatat kedua tes invasif dapat memiliki risiko.

“Yang namanya tindakan invasif itu kan melukai meskipun menggunakan jarum yang sangat kecil, selalu ada risiko satu sampai dua persen mengalami komplikasi,” kata Yassin.

Oleh sebab itu, untuk menghindari tindakan invasif, kini biasanya dokter akan menyarankan untuk melakukan tes NIPT dengan nilai diagnostik yang hampir mendekati 100 persen.

Selain menghindari risiko komplikasi, Yassin mengatakan NIPT bermanfaat untuk para ibu hamil yang belum tentu kondisi janin yang dikandungnya positif mengalami kelainan kromosom dibanding harus melakukan tes amniosentesis atau chorionic villus sampling yang invasif.

“NIPT menjadi salah satu solusi yang cukup baik untuk meningkatkan deteksi rate dari 70-80 persen mencapai 90 persen tanpa tindakan invasif, ya, cuma mengambil darah dari ibu (untuk sampel),” katanya.

Peneliti senior di tanyaDNA dr. Ariel Pradipta, MRes, Ph.d menjelaskan bahwa prosedur NIPT dimulai dengan mengambil sampel darah pada ibu di usia kehamilan di atas 10 minggu. Selanjutnya, sampel darah akan diproses atau dianalisis di laboratorium.

“Proses pertama adalah mendapatkan bagian dari darah yang paling banyak materi genetiknya dan itu akan tercampur antara ibu dan anak. Setelah itu dilakukan next-generation sequencing, dibaca materi genetiknya oleh mesin,” terang Ariel.

Rangkaian analisis masih harus dilanjutkan melalui proses bio-informatika untuk membandingkan materi genetik antara ibu dan anak. Analisanya tidak hanya dilakukan oleh manusia, melainkan juga dilakukan oleh algoritma untuk memastikan jumlah kromosom 13, 18, dan 21 pada janin, tidak berlebih dan tidak kurang pada kondisi normal.

Menurut Yassin, NIPT sebetulnya sebetulnya terbuka untuk ibu hamil manapun, namun ia menyarankan untuk diskusi mendalam terlebih dahulu dengan dokter apakah memang dibutuhkan untuk melakukan tes tersebut. Selain itu, Yassin mengatakan ibu hamil juga perlu mengetahui bahwa terdapat beberapa kondisi tertentu yang memang disarankan untuk melakukan NIPT.

“Kita mesti melihat dulu pada kondisi apa pada seorang ibu hamil itu akan mengalami peningkatan risiko untuk mengalami janin yang kelainan kromosom,” ujarnya.

Baca juga: Ketahui pemeriksaan yang perlu dilakukan selama kehamilan

Baca juga: Kenali gejala gagal jantung pada masa kehamilan

Baca juga: Asupan kalori yang disarankan untuk ibu hamil saat puasa

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022