BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawaban
Jakarta (ANTARA) -
​​​​​​Badan Penyelenggara Keuangan Haji (BPKH) menyampaikan bahwa pengelolaan dana haji ditempatkan pada investasi yang paling aman agar dapat memberikan nilai manfaat yang maksimal.
 
Kepala Divisi Penghimpunan BPKH, Muhammad Tabrani Nuril Anwar di Jakarta, Selasa, mengemukakan dalam Pasal 2 UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji disebutkan bahwa pengelolaan dana haji secara keseluruhan berdasar empat prinsip.
 
Pertama, yakni berprinsip syariah. Seluruh mitra kerja BPKH harus merupakan lembaga syariah, baik mitra investasi maupun bank penerima setoran.

Baca juga: Komisi VIII DPR setujui usulan Menag soal tambahan operasional haji
 
Kedua, BPKH menerapkan prinsip kehati-hatian. Dimana seluruh investasi yang dijalankan oleh BPKH harus mengedepankan prinsip kehati-hatian.
 
Ketiga asas manfaat. Seluruh investasi yang diberikan untuk kemanfaatan umat dan calon jamaah haji.
 
Keempat adalah nirlaba. Prinsip investasi nirlaba di BPKH adalah seluruh keuntungan itu dimaksimalkan untuk seluruh calon jamaah haji.
 
Ia mengatakan kehadiran BPKH dalam mengelola keuangan haji merupakan amanat yang tertuang dalam UU 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Baca juga: DPR bahas kemungkinan revisi UU BPKH dan UU Haji
 
"Dimana dalam pasal 22 disebutkan bahwa BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawaban Keuangan Haji," kata Muhammad Tabrani Nuril Anwar dalam diskusi daring bertema "Dana Amanah, Haji Mabrur".
 
Ke depan, Nuril berharap, nilai manfaat yang diberikan kepada jemaah haji semakin besar. Sehingga komponen subsidi akan semakin ditekan dan total BPIH yang dibebankan kepada jemaah haji akan semakin kecil.

Baca juga: BPKH sebut usulan tambahan operasional bisa ditanggung 50 persen
 
Pada kesempatan sama, Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Firman M Nur mengatakan Arab Saudi mengalami inflasi yang cukup tinggi selama dua tahun terakhir sehingga membuat harga-harga bahan kebutuhan pokok meningkat tajam.
 
"Akibatnya, standar pelayanan di Arafah Minah kenaikannya sangat besar. Jadi ada selisih angka Rp1,5 triliun yang harus bisa dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia untuk bisa menyelenggarakan ibadah haji tahun ini," paparnya.
 
Ia menjelaskan angka Rp1,5 triliun itu merupakan biaya penyelenggaraan haji reguler. Sementara untuk haji khusus diperkirakan biayanya jauh lebih tinggi lagi.

Baca juga: BPKH gandeng BRI salurkan uang saku jamaah haji senilai Rp542 miliar

Baca juga: BPKH siap transfer pembiayaan ibadah haji 2022 ke Arab Saudi
 
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022