Jakarta (ANTARA) - Kebijakan pemerintah yang menjadikan wabah COVID-19 sebagai momentum menuju transformasi di berbagai lini kian menampakkan hasil. Semua sektor terlecut segera beradaptasi untuk memasuki transformasi, agar keberadaan mereka tetap relevan dan eksis di tengah perubahan cepat di semua bidang.

Di tengah pandemi global tersebut, pemerintah tidak hanya fokus membuat jaring pengaman sosial, budaya, kesehatan, dan ekonomi masyarakat, namun juga menunjukkan komitmennya menjaga kelestarian Bumi, agar tetap layak dan sehat untuk dihuni manusia dari ancaman perubahan iklim global pada masa mendatang.

Walhasil, pandemi COVID-19 justru meningkatkan kesadaran masyarakat global, termasuk Indonesia, akan pentingnya menumbuhkan aksi mengatasi perubahan iklim sekaligus menciptakan lingkungan pariwisata yang sehat dengan mengembangkan ekonomi sirkular serta peningkatan konservasi keanekaragaman hayati guna menjaga kelestarian Bumi.

Dalam 2 dasawarsa terakhir ini, sektor pariwisata global memang melesat. Indonesia pun menikmati booming dari sektor ini sebelum dampak pandemi pada triwulan pertama 2020 mulai meredakan geliat bisnis turisme global.

Akan tetapi, pada awal tahun 2022, seiring dengan keberhasilan Pemerintah Indonesia mengendalikan wabah COVID-19, terutama melalui vaksinasi massal, penerapan PPKM, hingga pemakaian masker, jumlah kasus positif menurun drastis. Memang masih ada kasus positif namun sangat terkendali, yang diindikasikan tidak ada lagi rumah sakit dan fasilitas kesehatan publik yang kewalahan menampung dan menangani pasien COVID.
 
Kondisi itulah yang mendorong pemerintah mulai melonggarkan aktivitas dan mobilitas masyarakat dengan tetap mewajibkan penerapan protokol kesehatan di ruang-ruang yang sekiranya berisiko terjadinya transmisi COVID-19.

Pelonggaran tersebut mendorong semua sektor bergeliat lebih kencang dibanding 1,5 tahun lalu, termasuk pariwisata yang memiliki multiplier effect panjang sehingga aktivitasnya memberi tetesan ekonomi hingga ke masyarakat bawah.

Namun, keberhasilan pariwisata tak hanya diukur dalam jumlah pengunjung tapi juga berfokus pada dampak positif yang bisa diberikan terhadap peningkatan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian alam.

Berdasarkan penelitian World Tourism Organization (UNWTO) pada Desember 2019, sektor pariwisata global diperkirakan bakal meningkatkan emisi karbon sekitar 25 persen pada tahun 2030.

Karena itu, para delegasi Tourism Working Group (TWG) 1 yang menjadi rangkaian Presidensi G20 Indonesia 2022, sepakat untuk mengatasi masalah emisi tersebut melalui pendanaan guna menciptakan iklim pariwisata berkelanjutan.

Melalui pembiayaan internasional tersebut diharapkan dapat meningkatkan volume transportasi rendah karbon di sektor pariwisata, yang akan berdampak positif terhadap kelestarian alam sehingga dapat dirasakan secara jangka panjang oleh masyarakat.

Para delegasi G20 menekankan urgensi transparansi dampak lingkungan yang lebih baik di sektor pariwisata, terutama dalam hal pemantauan jejak karbon di sektor tersebut.

Pemerintah Indonesia dalam forum tersebut menegaskan posisinya yang bakal memanfaatkan momentum G20 untuk menyuarakan inisiatif pariwisata berkelanjutan sekaligus mempromosikan ekowisata Indonesia melalui program Carbon Footprint Calculator (CFPC).

Program CFPC merupakan upaya penyerapan jejak karbon yang dihasilkan industri pariwisata demi membantu mencegah dampak buruknya terhadap iklim. Karbon kalkulator akan menghitung seberapa besar emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas seorang wisatawan dari dan ke destinasi wisata tertentu.

Misalnya, seorang turis menuju Bali dari New York, AS, menggunakan pesawat kelas ekonomi maka berdasarkan perhitungan kalkulator karbon, dia harus menanam 20 pohon sebagai bentuk pelunasan karbon (carbon offset) dari karbon yang dikeluarkan pesawat.

Pelunasan karbon dengan menanam pohon adalah implementasi dari upaya mengurangi emisi zat berbahaya tersebut yang dilepas ke atmosfer. Hal ini ditujukan untuk menciptakan ruang hijau yang lebih luas sehingga dapat memperbaiki kualitas udara secara global.

Turis tersebut bisa diberi opsi menanam di daerah tujuan wisata. Bisa di Desa Wisata Pemuteran di Buleleng atau di Danau Batur. Ini adalah program-program yang akan diimplementasikan Pemerintah Indonesia untuk melakukan pelunasan karbon atau donasi melalui penanaman pohon. Tidak harus mangrove, tapi bisa jenis tanaman lain.

Program CFPC dianggap menjadi bukti konkret atas peran Indonesia guna mencapai target Nationally Determined Contribution/NDC (komitmen dan aksi iklim) pada tahun 2030 dengan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan dari dalam negeri dan 41 persen dari dukungan internasional.

Agenda tersebut diharapkan pula dapat mencapai target net zero emission/NZE (nol emisi karbon) pada tahun 2060.


Ruang gerak

Beragam kebijakan Pemerintah Indonesia dalam penanganan wabah COVID-19 telah menunjukkan hasilnya pada hari ini dan akan dirasakan pada masa mendatang. Serangkaian kebijakan susulan pemerintah diharapkan kian memperkokoh ruang gerak warga untuk menyongsong turisme era baru pascapandemi COVID-19.

Salah satu hikmah yang bisa dipetik dari pagebluk COVID-19 adalah betapa pentingnya peran masyarakat dalam mewujudkan pariwisata baru yang berkelanjutan dan berkualitas.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menganggap isu penguatan masyarakat sebagai agen perubahan transformasi pariwisata berkualitas dan berkelanjutan perlu dikembangkan melalui pembahasan dalam sejumlah forum tingkat internasional. 

Salah satunya ialah Tourism Working Group (TWG) 1 di Bali pada 10 Mei 2022 yang menjadi rangkaian Presidensi G20 Indonesia 2022.

Para delegasi yang hadir dalam acara TWG 1 diberikan kesempatan menyampaikan langkah atau strategi konkret berdasarkan best practice yang dapat dikerjasamakan antarnegara anggota G20.

Hal tersebut ditujukan untuk memastikan sumber daya manusia pariwisata bisa teredukasi secara optimal serta peningkatan keterampilan seiring arus digitalisasi yang kian maju dengan tetap memperhatikan aspek-aspek pariwisata berkelanjutan.

Upaya penguatan masyarakat di sektor pariwisata berpusat kepada lima pilar aksi (line of action) yang menjadi fokus utama dalam forum TWG 1.

Pertama, modal manusia (human capital) dengan tujuan melihat kebutuhan pasar, manajemen talenta, pendidikan, pengembangan keterampilan, serta kebijakan sekaligus praktik untuk menciptakan pekerjaan yang baru dan bernilai tambah (added value).

Kedua, berfokus memacu inovasi masyarakat lokal, menciptakan infrastruktur, dan keterampilan yang diperlukan untuk digitalisasi, menghubungkan wilayah perkotaan maupun perdesaan dengan menjadikan sektor ekonomi kreatif sebagai pendorong guna meningkatkan rantai nilai pariwisata, daya saing UMKM, serta daya tarik
wisata.

Ketiga, fokus memberdayakan peran perempuan dan kalangan muda di komunitas lokal sebagai yang terdepan dalam penyusunan kebijakan atau bisnis maupun penciptaan inovasi. Juga, peran penting pendidikan dan keterampilan untuk mempromosikan inklusi penuh bagi kedua kelompok tersebut.

Keempat, mengembangkan model baru yang mentransformasi kegiatan pariwisata guna mempercepat kemajuan menuju pariwisata keberlanjutan (sustainabillity), net zero growth (keseimbangan gas rumah kaca), menangani penggunaan energi, lahan, air, dan sumber makanan bagi industri pariwisata, serta mengurangi emisi karbon di sepanjang komponen rantai nilai yang beragam.

Kelima, fokus pada kebutuhan membuat kebijakan pariwisata yang holistik serta menciptakan kondisi investasi serta model tata kelola yang memadai.

Setelah mendapat pemaparan peserta dalam kegiatan TWG 1 selama 10-11 Mei 2022, para delegasi G20 sepakat menciptakan iklim pariwisata berkelanjutan dengan menghadirkan, antara lain, pembiayaan internasional dalam upaya transformasi menuju iklim tersebut sehingga sektor pariwisata dapat berkontribusi lebih signifikan untuk
meningkatkan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian alam.


TWG Ke-2

Pertemuan TWG Ke-2 akan dilaksanakan secara luring di Bali pada 23 September 2022. Dalam kesempatan itu, substansi dari Bali Guidlines akan dibahas dan dilanjutkan saat pertemuan Tourism Ministerial Meeting pada 26 September 2022.

Penyusunan Bali Guidlines menjadi salah satu outcome document dari pelaksanaan TWG yang dinilai akan memberikan kontribusi dalam pemulihan ekonomi global dengan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai fokus utama, yang diyakini mampu menciptakan lapangan pekerjaan lebih luas.

Penyusunan panduan dilakukan melalui survei yang telah dikirimkan oleh Kemenparekraf kepada negara-negara G20.

Dalam survei tersebut, setiap negara G20 diminta memberikan best practices dari lima pilar aksi (line of actions) yang dijadikan dasar penyusunan draf pedoman, mengingat pendekatan dari tiap negara dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19 berbeda-beda sehingga solusi dan kebijakan dari negara-negara G20 menjadi dasar dalam penyusunan draft pedoman.

Melalui rangkaian TWG, Kemenparekraf mengharapkan 80 persen ekonomi dunia pulih berkat keterlibatan negara G20 dalam menyusun kesepakatan bersama untuk recovery pariwisata global.

Bagi Indonesia, tantangan masa depan di sektor pariwisata dapat dihadapi dengan pendekatan multipemangku kepentingan terhadap pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan.

Langkah berikut yakni memperkuat peran masyarakat sebagai agen perubahan dan merancang cara untuk memastikan pergerakan wisatawan yang aman selama wabah dan pascapandemi COVID-19.

Mengingat berbagai aktivitas telah berjalan normal berkat relaksasi kebijakan protokol kesehatan, seperti kewajiban PCR dan antigen yang sudah dicabut serta pelonggaran penggunaan masker, upaya menuju pariwisata berkualitas serta berkelanjutan di Indonesia kian lebih mudah.

Para investor yang hendak berinvestasi di sektor pariwisata tidak perlu khawatir terhadap ancaman penularan virus COVID-19 di Tanah Air karena secara umum masyarakat telah melakukan vaksinasi.

Lebih dari itu, program vaksinasi dan pengendalian COVID-19 di Indonesia telah diakui dunia dan menjadi contoh bagus (best practice) yang berdampak pada mulai menggeliatnya perekonomian. Sebanyak 11.968 usaha pariwisata di 34 provinsi juga telah tersertifikasi CHSE (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability).

Program Desa Wisata juga menjadi peluang bagi para pemangku kepentingan, mulai dari masyarakat setempat hingga pelaku usaha, untuk memperoleh keuntungan dari segi ekonomi. Contohnya, Desa Wisata Penglipuran di Bali telah menghasilkan pendapatan lebih dari 1,45 juta dolar AS pada tahun 2020.

Dari rangkaian pertemuan G20 di Indonesia, Pemerintah bisa memanfaatkan perhelatan tersebut guna mempromosikan wisata maupun produk lokal unggulan kepada dunia sehingga Indonesia kian dikenal sebagai negara yang siap mewujudkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan.

Baca juga: TWG G20 dorong pembagian kerja merata bagi perempuan di pariwisata
Baca juga: Sandiaga: TWG akan bahas solusi pemulihan pariwisata global


Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022