Jakarta (ANTARA) - CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan pemulihan ekonomi ekonomi nasional akan menopang pasar saham Indonesia di tengah kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS,  Federal Reserve (Fed), sebesar 0,5 persen dan ditargetkan akan capai 0,75 hingga 1 persen.

“Pemulihan ekonomi dan kuatnya fundamental Indonesia akan tetap menjadi penopang pasar saham dan obligasi Indonesia ke depannya,” kata Johanna dalam keterangan resmi, Jumat.

Kenaikan suku bunga The Fed, lanjutnya,  juga akan berdampak kepada Indonesia, salah satunya pada nilai tukar rupiah yang diperkirakan terdepresiasi atau melemah. Akan tetapi, kekuatan nilai tukar tidak hanya dapat ditentukan oleh faktor global, namun juga fundamental ekonomi suatu negara.

“Oleh karena itu Pemerintah dan Bank Indonesia harus bersiap diri. Di sisi APBN, pelemahan rupiah dapat membebani pembayaran utang dan obligasi dalam dolar, sedangkan dari sisi moneter BI harus dapat menjaga volatilitas dan arus modal asing sehingga pelemahan rupiah dapat tertahan pada level yang masih tergolong aman," imbuhnya.

Baca juga: Rupiah ditutup menguat 54 poin, usai rilis data inflasi RI Mei

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan kebijakan suku bunga The Fed akan mendorong larinya aliran modal dari negara berkembang, termasuk Indonesia, ke AS yang memungkinkan terjadinya capital outflow dimana rupiah akan semakin melemah.

Bila rupiah melemah, beban utang pemerintah diperkirakan akan meningkat karena banyaknya utang pemerintah dalam bentuk mata uang asing.

The Fed juga menargetkan suku bunga dana federal berada di kisaran 0,75 persen hingga 1 persen tersebut ditempuh untuk menetralisir kondisi inflasi AS yang mencapai 8,4 persen year on year pada Maret 2022 atau rekor tertinggi dalam 41 tahun terakhir.

Baca juga: OJK: Kepercayaan investor terhadap pasar modal kian tinggi

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022